Membandingkan Kasus Penganiayaan di Anak Medan dan Sopir Solo

27 Desember 2021 15:53 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polisi saat memaparkan kasus penganiyaan kader Satgas PDIP terhadap siswa SMA di Kota Medan, Sabtu (25/12).
 Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Polisi saat memaparkan kasus penganiyaan kader Satgas PDIP terhadap siswa SMA di Kota Medan, Sabtu (25/12). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Beberapa hari terakhir masyarakat digegerkan dengan sejumlah kasus penganiayaan. Ada dua yang menjadi sorotan.
ADVERTISEMENT
Pertama, kasus penganiayaan terhadap seorang siswa di Medan yang dilakukan oleh Wakil Pembina Satgas Cakra Buana PDIP Sumut, Halfian Sembiring Meliala.
Kedua, kasus penganiayaan terhadap sopir feeder BST bernama Sudibyo di Solo oleh Bagas Ardino.
Untuk yang kasus pertama, di Medan, polisi menjerat Halfian Pasal 80 ayat (1) UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya paling lama 3 tahun 6 bulan dan denda Rp 72 juta.
Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Firdaus, menyebut Halfian tidak ditahan. Ia hanya perlu melakukan wajib lapor. Alasan Firdaus tak menahan Halfian karena ancaman hukuman dalam pasal itu kurang dari lima tahun.
"Benar. Tersangka tidak ditahan karena ancaman pidana penjara di bawah 5 tahun. Jadi Tersangka wajib lapor seminggu sekali," kata Firdaus kepada kumparan, Sabtu (25/12).
ADVERTISEMENT
Bunyi Pasal 80 ayat (1) UU Perlindungan Anak: Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.
Pasal 76C yang dimaksud dalam Pasal 80 itu berbunyi, "setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak."

Kasus Solo

Nah untuk kasus yang kedua, di Solo, Polres Solo menjerat Pasal 351 dan Pasal 335 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap Bagas. Ancaman hukumannya paling lama 2 tahun. Ancaman hukuman ini lebih rendah dari ancaman hukuman kasus Halfian di Medan.
Tersangka penganiaya sopir feeder Batik Solo Trans, Bagas (23). FOTO: Agung Santoso
Polisi kemudian langsung menahan Bagas dengan jeratan Pasal 351 dan Pasal 335 KUHP itu.
ADVERTISEMENT
Bunyi Pasal 335 KUHP: (1)Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
(2) barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
Pasal 351 KUHP:
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
ADVERTISEMENT
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Keputusan Polisi Tak Tahan Halfian Dipertanyakan

LBH Medan menyoroti keputusan polisi tidak menahan eks Wakil Pembina Satgas Cakra Buana PDIP Sumut, Halfian Sembiring Meliala, meski sudah ditetapkan sebagai tersangka penganiyaan terhadap siswa SMA berinisial FL.
Polisi beralasan beralasan pasal yang menjerat Halfian tidak menjerat pidana hingga 5 tahun. Ada pun pasal tersebut, yakni Pasal 80 ayat (1) UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Isinya bila melanggar akan dipidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.
ADVERTISEMENT
Menurut Kadiv Sipil Politik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Maswan Tambak, penyidik memang diberi wewenang menahan tersangka, sesuai Pasal 20 Ayat (1) KUHAP. Sesuai Pasal 21 Ayat 4 huruf a KUHAP, penahanan dilakukan terhadap perbuatan dengan ancaman penjara 5 tahun.
Namun Maswan menyoroti pada Pasal 21 Ayat 4 huruf b KUHAP yang menyatakan tersangka kasus tertentu harus tetap ditahan. Termasuk kasus penganiayaan (Pasal 351 ayat 1 KUHP).
“Namun pada Pasal 21 Ayat 4 huruf b (KUHAP) mengklasifikasikan beberapa tindak pidana yang tetap dapat dilakukan penahanan sekalipun ancaman hukumannya tidak 5 tahun atau lebih. Salah satunya adalah Pasal 351 ayat (1) KUHPidana yaitu tindak pidana penganiayaan,” ujarnya kepada wartawan, Senin (27/12).
ADVERTISEMENT
Padahal kata Maswan, Pasal 351 Ayat 1 KUHPidana ancaman hukumannya paling lama 2,8 tahun penjara. Seharusnya, kata dia, penyidik bisa menghubungkan pasal yang disangkakan tersebut dengan Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana untuk dapat menahan tersangka.
“Sementara pasal yang disangkakan terhadap tersangka ancaman hukumannya paling lama tiga tahun enam bulan,”ujar Maswan.
Kewenangan Penyidik
Soal urusan tahan menahan tersangka sebenarnya kembali ke penyidik. Jadi kasus di Solo, penyidik walau dengan ancaman di bawah 5 tahun namun memutuskan untuk menahan. Tentu dengan sejumlah alasan.
Sedang kasus di Medan, di mana seorang anak dianiaya, penyidik memutuskan lain, dengan tidak melakukan penahanan. Penyidik beralasan hukuman di bawah lima tahun.