Proses saat Situng KPU

Membandingkan Kasus Salah Entri Data C1 di Pilpres 2014 dan 2019

22 April 2019 15:03 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Proses saat Situng KPU dilakukan. Foto: Efira Tamara/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Proses saat Situng KPU dilakukan. Foto: Efira Tamara/kumparan
ADVERTISEMENT
Sejumlah kesalahan entri data C1 yang dilakukan KPU menuai polemik. Di sejumlah TPS, kesalahan itu berakibat pada bertambahnya suara Jokowi-Ma’ruf, serta tergerusnya suara Prabowo-Sandiaga.
ADVERTISEMENT
Pada 19 April 2019, KPU mengakui adanya kesalahan entri di 9 TPS. KPU menyatakan, kesalahan entri data ini murni karena kekeliruan operator situng (sistem perhitungan suara) kabupaten/kota, bukan karena hacking atau serangan siber lainnya.
KPU juga menepis sejumlah tuduhan yang menyebut ada upaya kecurangan. Sebaliknya, KPU justru mengapresiasi masyarakat yang sudah mengkoreksi hasil situng yang dilakukan KPU.
Komisioner KPU, Viryan Azis. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
"Dugaan kecurangan misalnya kecurangan yang dialamatkan dengan modus seperti itu dapat kami sampaikan, KPU mendesain Situng sebagai alat bantu informasi publik terkait dengan hasil pemilu. Kami menggunakan dua cara teknis, yang pertama situng scan dan yang kedua situng entry," ujar komisoner KPU Viryan di KPU, Jakarta Pusat, Jumat (19/4).
ADVERTISEMENT
Meski demikian, laporan salah entri rupanya tak berhenti di 9 TPS. Hingga 22 April 2019, berita tentang kesalahan entri data C1 masih mengemuka. Yang terbaru adalah kesalahan entri data di di TPS 18, Kelurahan Malakasari, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Screen shoot di Situng real count KPU Foto: Arifin Asydhad/kumparan
Dalam laman https://pemilu2019.kpu.go.id, suara pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin di TPS 18 Malakasari memperoleh 553 suara. Sementara pasangan Prabowo-Sandiaga memperoleh 30 suara
Padahal, berdasarkan hasil scan C1, tampak bahwa suara Jokowi-Ma’ruf adalah 53 suara. Sedangkan Prabowo-Sandiaga 130 suara. Dengan kata lain, Jokowi-Ma’ruf memperoleh tambahan 500 suara karena kesalahan entri data. Sementara, pasangan Prabowo-Sandiaga kehilangan 100 suara.
Screen shoot di Situng real count KPU Foto: Arifin Asydhad/kumparan
Belakangan, kesalahan tersebut akhirnya dikoreksi. KPU menegaskan, semua kesalahan murni karena human error. Karena itu, pihaknya terus mendorong agar publik selalu mengawasi agar kesalahannya bisa diperbaiki.
ADVERTISEMENT
Membandingkan dengan 2014
Salah entri data di laman KPU sebetulnya bukan barang baru. Pada Pilpres 2014, kesalahan semacam ini juga pernah terjadi. Kala itu, yang bertanding di Pilpres 2014 adalah pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-Jusuf Kalla (JK).
Mengacu pada liputan khusus Majalah Gatra di edisi 23 Juli 2014, kesalahan entri data terjadi di sejumlah daerah. Bedanya, saat itu kesalahan entri data justru merugikan Jokowi-JK. Sementara suara Prabowo-Hatta melambung tinggi.
Suasana pemungutan surat suara Pemilu 2019 di LP Gunung Sindur. Foto: Dok. Istimewa
Salah satu contohnya terjadi di TPS nomor 47 di Kelurahan Kepala Dua, Kecamatan Kelapa Dua, Tangerang, Banten. Di TPS itu, Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendapat 14 suara, sementara pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dapat 366 suara.
“Tapi dalam formulir C1 yang yang telah diunggah di laman Komisi Pemilihan Umum, hasilnya berbeda. Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 dapat 814 suara. Raihan pasangan lainnya tetap sama, 366 suara. Padahal pada formulir yang sama, jumlah suara sah di TPS itu hanya 380 suara. Dan Undang-Undang Pemilu menyebutkan, batas maksimal jumlah pemilih dalam satu TPS adalah 800 suara,” tulis Majalah Gatra
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penelusuran Majalah Gatra, salah entri data yang menguntungkan Prabowo-Hatta itu memiliki pola tersendiri. Yakni penambahan angka ‘8’ di setiap perolehan suara Prabowo-Hatta. Seperti menambahkan angka ‘8’ di depan angka ‘14’ menjadi 814 suara di TPS 47 Kelapa Dua.
Warga mengikuti simulasi pencoblosan Pemilu 2019 di Taman Suropati, Jakarta, Rabu (10/4). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Situasi pada 2014 persis dengan yang terjadi di Pilpres 2019 sekarang. Dugaan tentang kecurangan penghitungan suara dan upaya delegitimasi KPU merebak. Namun bedanya, yang vokal menyuarakan kecurangan adalah kubu Jokowi-JK. Ini berkebalikan dengan situasi yang terjadi pada saat ini.
Sejumlah kejanggalan lain pun kian terjadi di sejumlah daerah. Temuan lain misalnya di 17 TPS di Ketapang Barat, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Kala itu, pasangan Prabowo-Hatta memborong semua suara di TPS tersebut. Sementara pasangan Jokowi-JK tidak kebagian satu pun suara.
ADVERTISEMENT
Menyikapi berbagai temuan-temuan itu, sikap KPU juga tak jauh berbeda dengan yang terjadi sekarang. KPU menyatakan sejumlah kejanggalan itu karena human error.
"Tidak ada unsur kesengajaan atau kecurangan mengganti angka," kata Komisioner KPU Pusat periode 2012-2017 Hadar Nafis Gumay dikutip dari Majalah Gatra.
Mantan Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay di acara diskusi Penyerahan Petisi Tolak Dukungan Koruptor Nyaleg, di Gedung KPU RI, Jakarta, Jumat (31/08/2018). Foto: Nadia K. Putri
Di Pemilu 2014, KPU akhirnya menetapkan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Jokowi-JK meraup 70.997.833 suara atau 53,15%, sedangkan Prabowo-Hatta meraup 62.576.444 suara atau 46,85%.
Usai penetapan itu, Prabowo-Hatta tetap tak terima dan menggugat hasil perhitungan KPU ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kala itu, Prabowo-Hatta berdalih adanya kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. Meski akhirnya, gugatan tersebut tak terbukti di MK.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten