Membandingkan Penangkapan Djoko Tjandra, Nazaruddin, dan Nunun Nurbaetie

31 Juli 2020 14:16 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas kepolisian membawa buronan kasus korupsi Djoko Tjandra yang ditangkap di Malaysia setibanya di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (30/7/2020). Foto: Nova Wahyudi/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Petugas kepolisian membawa buronan kasus korupsi Djoko Tjandra yang ditangkap di Malaysia setibanya di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (30/7/2020). Foto: Nova Wahyudi/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Pelarian Djoko Tjandra sudah berakhir. Polri menangkap buronan kasus hak tagih Bank Bali itu di Malaysia.
ADVERTISEMENT
Djoko Tjandra ditangkap tak lama setelah kegaduhan ketika ia tiba-tiba ada di Jakarta Selatan pada Juni 2020 lalu. Meski sudah sempat kabur ke Malaysia, tapi ia akhirnya ditangkap kepolisian.
Penangkapan ini sekaligus mengakhiri pelariannya selama 11 tahun dari kejaran aparat.
Kisah penangkapan buronan di luar negeri bukan hal yang baru bagi aparat di Indonesia. Sudah banyak buronan yang ditangkap usai kabur ke luar negeri.
Termasuk di antaranya yang menarik perhatian publik ialah Nazaruddin dan Nunun Nurbaetie. Keduanya sempat kabur ke luar negeri menghindari proses hukum. Meski pada akhirnya berhasil ditangkap.
Berikut perbandingan Djoko Tjandra, Nazaruddin, dan Nunun Nurbaetie.

Nunun Nurbaetie

Nunun Nurbaeti Foto: Antara/Fanny Octavianus
Nunun Nurbaetie pernah terjerat kasus suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia pada 2011 silam. Ia dijerat sebagai tersangka oleh KPK pada 23 Mei 2011 karena menyuap sejumlah anggota DPR bersama Miranda Goeltom.
ADVERTISEMENT
Kasus Nunun Nurbaetie pun terbilang cukup banyak drama. Istri mantan Wakapolri yang kini jadi anggota DPR Komjen (purn) Adang Daradjatun itu sempat disebut punya penyakit yang membuatnya lupa ingatan. Ia bahkan sempat dirawat di luar negeri
Sebelum berstatus tersangka, Nunun beberapa kali dipanggil KPK dan Pengadilan Tipikor untuk bersaksi. Namun kemudian Nunun tidak memenuhi panggilan tersebut dengan alasan kesehatan. Dokter keluarganya bahkan menyebut Nunun mengalami gangguan memori berat atau amnesia.
KPK sempat meminta pencegahan keluar negeri terhadap Nunun Nurbaeti sejak 26 Maret 2010 sampai 26 Maret 2011. Paspor miliknya pun sudah ditarik. Namun dia keburu ke luar negeri dengan alasan sakit. Setelah itu, keberadaannya tak diketahui.
Permohonan Red Notice pun dikirimkan KPK ke Polri pada Juni 2011. Hal itu langsung ditindaklanjuti Polri.
ADVERTISEMENT
Meski demikian pencarian masih alot dilakukan. Hingga pada Desember 2011, kabar baik itu pun datang.
Kepolisian Thailand menangkap Nunun Nurbaetie. Chandra Hamzah yang menjabat Wakil Ketua KPK bersama tim langsung terbang ke sana untuk menjemputnya.
Alotnya pencarian Nunun juga sempat diungkapkan Irene Putrie. Jaksa yang diperbantukan di KPK itu tercatat juga pernah dipercaya menjadi ketua tim pencarian koruptor yang lari ke luar negeri, termasuk mencari Nunun.
Irene menyebut bahwa Nunun menjadi orang paling sulit dilacak keberadaannya. "Kalau menurut saya, tingkat kesulitan ada di Nunun. Karena Nunun itu punya penasihat perjalanan waktu itu. Jadi ada konsultan perjalanan. Jadi model pelariannya lebih rumit daripada Nazar dan Anggoro," ujar Irene yang kini sudah kembali ke Kejaksaan Agung.
ADVERTISEMENT
Pada 10 Desember 2011, Nunun Nurbaetie tiba di Indonesia. Ia langsung diproses hukum.
Terkait kasusnya, ia dinyatakan bersalah dan dihukum 2,5 tahun penjara. Ia bebas pada Juni 2014.

Nazaruddin

Muhammad Nazaruddin Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Nazaruddin sempat menjadi sosok yang menarik perhatian publik pada 2011 lalu. Bagaimana tidak, ia adalah Bendahara Umum Partai Demokrat, partai yang berkuasa pada saat itu.
Ia dijerat sebagai tersangka oleh KPK pada 30 Juni 2011. KPK menilai ia terlibat kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan.
Ia beberapa kali mangkir dari panggilan. Hingga akhirnya tak diketahui keberadaannya.
Permohonan Red Notice terhadap Nazaruddin kemudian diajukan pada Juli 2011. Pada saat bersamaan, paspornya pun ditarik.
Dalam pelariannya, Nazaruddin sempat berpindah-pindah ke sejumlah negara. Ia sempat berada di Vietnam, Singapura, hingga Argentina. Saat pelariannya itu, ia sempat muncul dalam wawancara dengan Iwan Pilliang yang disiarkan MetroTV. Wawancara dilakukan via aplikasi Skype.
ADVERTISEMENT
Aparat langsung bergerak mencari Nazar berangkat dari rekaman wawancara itu. Pelarian Nazaruddin pun berakhir di Kota Cartagena, Kolombia. pada 8 Agustus 2011.
Saat ditangkap, Nazaruddin diduga tengah berusaha keluar dari negara tersebut. Ia ditahan petugas setempat karena paspornya mencurigakan. Ia menggunakan paspor bernama M Syahruddin.
Proses pemulangan langsung dilakukan. Pada 13 Agustus 2011, Nazaruddin tiba di Indonesia dan langsung menjalani proses hukum.
Untuk kasus Wisma Atlet, ia dihukum 4 tahun dan 10 bulan penjara. Namun, kasusnya berkembang. Ia pun kembali jadi tersangka KPK dalam kasus pencucian uang.
Total ia dihukum 13 tahun penjara atas perbuatannya. Ia sedianya bebas pada 2024 mendatang.
Namun berkat sejumlah remisi lantaran dianggap sebagai JC, Nazaruddin bisa bebas murni pada Agustus 2020. Bahkan ia bisa bebas lebih awal karena mendapatkan cuti menjelang bebas.
ADVERTISEMENT

Djoko Tjandra

Djoko Tjandra jalani pemeriksaan kesehatan. Foto: Dok. Istimewa
Nama Djoko Tjandra menjadi sorotan pada Juni 2020 setelah dia dikabarkan ada di Jakarta. Padahal, ia sudah 11 tahun buron.
Terakhir kali ia terlacak pada 2009 saat kabur ke Papua Nugini. Saat itu, ia menghindari hukuman 2 tahun penjara yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) di tingkat PK.
Ia mendadak ada di Jakarta untuk mengurus pendaftaran Peninjauan Kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia bahkan sempat mengurus e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan dan paspor di Kantor Imigrasi Jakarta Utara. Belakangan, paspornya ditarik oleh Imigrasi.
Belum sempat tertangkap, ia sudah kembali ada di Malaysia. Pergerakannya senyap.
Belakangan, terungkap dia dibantu sejumlah pihak. Bahkan termasuk seorang jenderal polisi, yakni Brigjen Prasetijo Utomo.
ADVERTISEMENT
Djoko Tjandra diduga diberi surat jalan yang diterbitkan Brigjen Prasetijo Utomo. Hal itu diduga yang membuat ia leluasa bepergian. Bahkan Brigjen Prasetijo sempat satu pesawat dengan Djoko Tjandra.
Perihal surat itu, Brigjen Prasetijo dan pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, dijerat sebagai tersangka.
Brigjen Prasetijo di tahanan. Foto: Dok. Istimewa
Polri juga mencopot Brigjen Nugroho dari jabatan Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Brigjen Nugroho dicopot lantaran melanggar kode etik terkait penyampaian terhapusnya nama Djoko Tjandra dari daftar red notice Interpol ke Imigrasi. Penyampaian tersebut tanpa sepengetahuan atasan.
Menurut ketentuan, masa berlaku red notice ialah selama 5 tahun. Untuk perpanjangannya harus diajukan Kejaksaan Agung. Kejaksaan Agung pun sudah membalas surat NCB Interpol Indonesia pada 14 April bahwa Red Notice masih diperlukan.
ADVERTISEMENT
Namun kemudian, Polri mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Imigrasi pada 5 Mei 2020. Surat itu bernomor B/186/V/2020/NCB.Div.HI dan ditandatangani oleh Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho S Wibowo.
Surat itu berisi mengenai pemberitahuan bahwa nama Djoko Tjandra sudah terhapus dari sistem data red notice. Sebab menurut surat tersebut, sejak 2014 tak ada permintaan perpanjangan dari Kejaksaan Agung.
Atas surat itu, Ditjen Imigrasi menghapus data Djoko Tjandra dari sistem perlintasan dalam kurun 13 Mei hingga 27 Juni. Diduga, akibat dari adanya surat tersebut, dan pencabutan red notice, Djoko Tjandra bisa masuk ke Indonesia dengan mudah.
Polisi kemudian langsung bergerak mencari Djoko Tjandra yang dikabarkan ada di Malaysia. Kamis malam (30/7), Polri berhasil memulangkan Djoko Tjandra.
ADVERTISEMENT
Tim Polri dipimpin langsung Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo. Djoko Tjandra tampak mengenakan baju tahanan Bareskrim berwarna oranye. Ia pun langsung diproses hukum lebih lanjut.
***
*kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu sesama. Yuk, bantu donasi sekarang!