Membandingkan Peran Soeharto Dalam SU di Keppres dan Buku Sejarah Orde Baru

9 Maret 2022 16:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komunitas Djokjakarta 1945 melakukan drama teaterikal perang di Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta, Selasa (1/3/2022). Foto: Hendra Nurdiyansyah/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Komunitas Djokjakarta 1945 melakukan drama teaterikal perang di Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta, Selasa (1/3/2022). Foto: Hendra Nurdiyansyah/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi baru saja menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Namun, pada Keppres tersebut tidak ditemukan nama Soeharto.
ADVERTISEMENT
Berbeda halnya dengan naskah akademik Keppres. Peran Soeharto dijelaskan dalam naskah itu. Dikutip dari laman resmi kemendagri.go.id, dituliskan bahwa Soeharto merupakan Komandan Brigade 10 atau Wehrkreise III di bawah pimpinan Bambang Sugeng.
"Yogyakarta merupakan bagian dari daerah pertahanan atau Wehrkreise III di bawah kepemimpinan Letkol. Soeharto. Sebelum ditunjuk sebagai komandan Wehrkreise III, Soeharto merupakan komandan Brigade 10 yang berkedudukan di Yogyakarta," tulis naskah akademik Serangan Umum 1 Maret halaman 41.
Presiden Suharto (kiri) didampingi Wakil Presiden Sri Sultan Hamengkubuwono IX (kanan) bergegas menuju pesawat kepresidenan sebelum bertolak ke Jepang untuk melakukan kunjungan kenegaraan di Lapangan Terbang Internasional Kemayoran, Jakarta Pusat, 28 Maret 1968. Foto: ANTARA FOTO/IPPHOS
Naskah itu juga menceritakan Sultan IX dan Soeharto sering melakukan kontak melalui kurir (Lettu Marshudi) dalam merancang serangan umum tersebut. Hal itu didasarkan atas izin dari Jenderal Soedirman.
Dalam naskah akademik tersebut, peran Soeharto digambarkan sebagai ‘pemimpin lapangan’. Yang secara umum memimpin pasukan TNI dalam melancarkan serangan kejutan dan mendadak terhadap kedudukan pasukan Belanda di Yogyakarta dan sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Namun bagaimana penggambaran peran Soeharto dalam beberapa buku dan catatan sejarah pada masa Orde Baru? Ada yang bilang sejarah adalah milik para pemenang. Di masa Soeharto berkuasa, peran dia amat sentral dalam serangan umum 1 Maret. Mari kita bandingkan.

30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949 (1986)

Dalam buku yang berjudul 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949 yang ditulis oleh Sekretariat Negara RI (1986), sama sekali tidak disebut nama Jenderal Soedirman, bahkan juga Soekarno dan Hatta dalam bab Serangan Umum Terhadap Kota Yogya halaman 207. Ada Sultan Hamengkubuwono IX yang tercantum di dalamnya, hanya disebutkan sebagai pemberi persetujuan atas serangan tersebut.
Penjelasannya terfokus pada gambaran umum peristiwa serta memfokuskan peran Soeharto yang sebagai pimpinan serangan tersebut.
ADVERTISEMENT
“Letnan Kolonel Soeharto langsung memimpin anak buahnya dari Sektor Barat sampai ke batas Jalan Malioboro. Rakyat di pinggir dan di dalam kota telah membantu memperlancar jalannya penyerangan umum dalam bidang logistik. Belanda terkejut, dan selama 6 jam kota Yogyakarta dikuasai TNI,” jelas buku itu.
Jenderal Soeharto yang baru saja diangkat menjadi Presiden Indonesia oleh Jenderal Nasution (Presiden Kongres Rakyat), di Jakarta 19 Maret 1967. Foto: AFP

Cuplikan Sejarah Perjuangan TNI Angkatan Darat (1972)

Ada lagi dari buku yang berjudul Cuplikan Sejarah Perjuangan TNI Angkatan Darat (1972) yang diterbitkan oleh Dinas Sejarah Militer TNI Angkatan Darat. Dalam buku ini, Soeharto disebutkan sebagai inisiator Serangan Umum 1 Maret.
Dijelaskan bahwa saat itu komandan Brigader X atau Wehkreise III (yakni Soeharto) mengatakan bahwa merasa perlu diadakan sebuah serangan di siang hari untuk memperlihatkan TNI masih ada.
ADVERTISEMENT

Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1989)

Hal yang lebih menonjol lagi tergambar dalam buku otobiografi Soeharto sendiri yang berjudul Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1989). Soeharto menggambarkan dirinya sebagai penggagas, pemula, sekaligus juga pemimpin Serangan Umum. Bahkan di buku itu sama sekali tidak menyebutkan peran tokoh-tokoh sentral lainnya.
“Otak saya seakan-akan berputar, cari akal, bagaimana caranya untuk mengembalikan kepercayaan rakyat Yogyakarta kepada TNI. Bagaimana meyakinkan mereka, bahwa TNI masih mampu mengadakan perlawanan. Satu-satunya jalan adalah melakukan serangan balasan secepat mungkin ke ibukota,” tulis Soeharto pada halaman 58.
Mantan Presiden Indonesia Soeharto dikediamannya, di Jakarta, 8 Maret 2000. Foto: Agus Lolong/AFP
Memang ditemukan adanya perbedaan dalam menceritakan peristiwa Serangan Umum 1 Maret ini. Beberapa buku ada yang menambahkan dan ada yang mereduksi peran dari tokoh-tokoh yang terlibat. Hal ini juga disampaikan di bagian pendahuluan naskah akademik Keppres.
ADVERTISEMENT
“Historiografi tentang Serangan Umum 1 Maret 1949 yang ada selama ini telah mereduksi peran tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Panglima Besar Jenderal Soedirman, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, serta tokoh-tokoh penting lainnya dan cenderung menonjolkan serta mengkultuskan perorangan sebagai tokoh sentral. Oleh karena itu sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 harus diubah dan menempatkan peran tokoh-tokoh utama dimaksud pada posisi yang semestinya,” terang naskah itu.