Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon menyebut Indonesia butuh sosok pemimpin seperti Presiden Rusia, Vladimir Putin. Menurutnya, Putin punya ketegasan yang tak dimiliki pemimpin Indonesia saat ini.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Fadli juga mengatakan sosok seperti Putin dapat membuat Indonesia bangkit dan berjaya. Hal itu dia ungkapkan melalui akun Twitter miliknya.
“Kalau ingin bangkit dan jaya, RI butuh pemimpin seperti Vladimir Putin: berani, visioner, cerdas, berwibawa, enggak banyak ngutang, enggak planga plongo,” tulis Fadli Zon, Jumat (30/3).
Fadli tak secara eksplisit mengungkapkan tokoh Indonesia mana yang memiliki sosok seperti Putin. Namun jika melihat peta politik 2019, serta kapasitas Fadli sebagai Wakil Ketua Umum Gerindra, hampir dipastikan bahwa sosok yang dimaksud di pernyataan Fadli merujuk pada sosok Prabowo Subianto yang dinilai memiliki ketagasan layaknya Putin.
kumparan (kumparan.com) mencoba membandingkan sosok Putin dan sosok Prabowo.
Jejak Karier Putin dan Prabowo
ADVERTISEMENT
Prabowo maupun Putin merupakan tokoh politik yang lahir di bulan Oktober. Prabowo saat ini berusia 66 tahun. Dia lahir pada 17 Oktober 1951.Sementara Putin saat ini berusia 65 tahun. Dia lahir pada 7 Oktober 1952. Berdasarkan usia, Prabowo sedikit lebih senior satu tahun dibandingkan Putin.
Lebih lanjut, Prabowo merupakan seorang politisi yang lahir dari rahim tentara. Jauh sebelum ia menjadi ketua umum Gerindra seperti saat ini, Prabowo menjalani karier militernya di TNI AD selama 28 tahun. Sebelum itu, Prabowo mendapat pendidikan di Akademi Militer (Akmil) pada 1974.
Berbeda halnya dengan Prabowo, Putin tak pernah merasakan pengalaman menjadi tentara. Putin menjalani hidup sebagai warga sipil, serta memilih jurusan hukum bisnis di Universitas Leningrad (Sekarang bernama Universitas Saint Petersburg) pada 1970.
ADVERTISEMENT
Semasa kuliah, Putin mulai berkenalan dengan partai komunis Uni Soviet. Putin juga tercatat menjadi anggota partai tersebut. Keanggotaanya di partai komunis mengantarkannya untuk bergabung ke dalam badan intelijen Rusia, Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB).
Selama di KGB, Putin bertugas dalam bidang kontra intelijen. Dirinya bekerja untuk pemerintah Soviet di bawah Presiden Mikhail Gorbachef. Tugas yang dia emban adalah memantau pergerakan orang-orang asing dan para pejabat. Pekerjaan tersebut ia lakoni selama 16 tahun.
Mundurnya Putin dari KGB juga tak lepas dari pandangannya yang mulai berubah terhadap partai komunis. Dia pun keluar dari partai pada 20 Agustus 1991, dengan jabatan terakhir sebagai Letnan Kolonel. Bersamaan dengan itu, negara Uni Soviet pun runtuh pada Desember 1991.
Menariknya, sebelum ia mundur dari KGB, Putin sempat aktif pada birokrasi Uni Soviet. Pada Mei 1990 misalnya, ia tercatat sebagai penasihat urusan internasional Wali Kota Sobchak. Tak hanya itu, pada Maret 1994, Putin dilantik menjadi Ketua Deputi Pertama Pemerintah Saint Petersburg.
ADVERTISEMENT
Hal yang dialami Putin jelas berbeda dengan Prabowo. Usai Panglima Kostrad itu berhenti dari jabatan militer pada 1998, dia tak pernah merasakan bekerja di instansi pemerintahan. Prabowo justru memilih untuk pergi meninggalkan Indonesia, serta menetap ke Yordania dan sejumlah negara Eropa.
Prabowo baru kembali ke Indonesia pada 2 Januari 2000. Delapan tahun setelahnya, dia mendirikan partai politik baru yang bernama Gerindra. Tak hanya itu, partai baru yang Prabowo dirikan turut melenggang di Pilpres 2009. Kala itu ia maju sebagai cawapres berdampingan dengan capres Megawati, meski gagal dan dikalahkan oleh pasangan SBY-Boediono.
Di tempat lain, saat Prabowo tiba di Indonesia pada tahun 2000, Putin justru sudah menjabat sebagai Presiden Rusia. Kelihaian Putin dalam bersikap, menyebabkan karier politiknya sangat moncer. Pada 1999, ia dilantik menjadi Plt Perdana Menteri. Kemudian berturut-turut menjadi Perdana Menteri, menjadi Plt Presiden, hingga akhirnya terpilih menjadi presiden Rusia.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, Putin tercatat masih menjadi Presiden Rusia. Putin juga bahkan baru saja memenangkan Pilpres 2018 dan masa jabatannya akan berakhir pada 2024. Uniknya, selama dia berkuasa di Rusia, ia kerap tukar posisi dengan Perdana Menteri Dmitry Medvedev.
Pada tahun 2004 misalnya, Putin kembali terpilih menjadi Presiden. Namun pada tahun 2008, kursi Presiden diduduki oleh Medvedev. Sementara Putin menjadi Perdana Menteri. Pada 2012, Putin kembali menjadi Presiden. Posisi Perdana Menteri pun diduduki kembali oleh Medvedev. Dan dapat ditebak, pada Pilpres 2018 lalu, Putin menjadi Presiden dan Medvedev kembali menjadi Perdana Menteri.
Sementara itu, pencapaian politik yang direngkuh Putin belum dapat dirasakan Prabowo. Selepas Prabowo kalah pada Pilpres 2009, Prabowo kalah kembali pada Pilpres 2014. Kali ini dia kalah saat menghadapi Jokowi. Hingga kini, publik tengah menanti pertarungan ulang antara Prabowo dan Jokowi pada 2019 mendatang.
ADVERTISEMENT
Kontroversi Prabowo dan Putin
Sebagai seorang Panglima Kostrad pada 1998, Prabowo tak lepas dari isu tak sedap yang menimpanya. Salah satunya adalah isu mengenai penculikan aktivis yang diduga dilakukan olehnya. Selain isu penculikan aktivis, Prabowo juga pernah disangkakan sebagai otak dibalik rencana kudeta 1998.
Berbagai isu tak sedap itu datang dari temuan yang pernah disampaikan oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Meski demikian, Prabowo tak pernah diadili di Mahkamah Militer. Kasus Prabowo itu dibawa ke Dewan Kehormatan Perwira (DKP).
Dalam surat keputusan bernomor KEP/03/VIII/1998/DKP yang diterbitkan Dewan Kehormatan Perwira pada 21 Agustus 1998, Prabowo dicap sebagai orang yang mencoreng noda di satuan militer dan negara.
"Tindakan-tindakan tersebut merugikan kehormatan Kopassus, TNI AD, ABRI (sekarang TNI), bangsa dan negara," tulis DKP dalam surat keputusan tersebut.
ADVERTISEMENT
Menariknya, cerita Prabowo hampir mirip dengan cerita yang dialami Putin. Dalam berita yang diturunkan BBC , Sabtu (3/2), disebutkan bahwa Putin diduga pernah melenyapkan lawan politiknya dengan racun pada 2006.
Kala itu, Alexander Litvinenko, yang merupakan mantan pejabat badan intelijen Rusia kerap mengkritik Putin. Tak hanya itu, dia juga membelot dari perintah Putin dan memilih untuk mencari suaka di Inggris.
Litvinenko kemudian mati diracun dengan radioaktif polonium-210 saat di Inggris. Sebuah penyelidikan yang dilakukan oleh pemerintahan Inggris menyebut ada keterlibatan Putin dalam pembunuhan tersebut. Kendati demikian, tak pernah ada bukti yang kuat bahwa Putin adalah aktor di balik pembunuhan tersebut.
Selain itu, tukar guling posisi antara Putin dan Medvedev rupanya menimbulkan kecurigaan banyak pihak. Banyak yang menyebut Medvedev hanyalah boneka yang dikendalikan Putin. Kendati demikian, Medvedev pun pada 2009 angkat bicara atas tuduhan tak mengenakan tersebut.
ADVERTISEMENT
“Saya adalah pemimpin negara ini. Saya kepala negara ini. Dan pembagian kekuasaaan berdasarkan fakta tersebut,” ucap Medvedev dikutip dari Reuters .
Menariknya lagi, popularitas Putin yang melambung tinggi, serta terpilihnya Putin sebagai Presiden Rusia tak lepas dari kecurigaan banyak pihak. Sejumlah lembaga pengamat politik dunia bahkan menyebut ada kecurangan dan manipulasi sistematis yang dilakukan oleh mantan intelijen Soviet tersebut.
Dalam berita yang diturunkan The New York Times , Rabu (6/9/2017), Putin dikabarkan menggunakan cara-cara sistematis untuk membungkam lembaga survei yang tak sejalan dengan kemauannya. Kala itu, Levada center, sebuah lembaga survei independen dituduh sebagai agen asing, hanya karena merilis survei yang menyebut popularitas Putin menurun.
Putin sendiri memang merancang aturan yang mampu membungkam organisasi sipil di negaranya. Pada 2012, Putin membuat aturan yang menyatakan seluruh organisasi nirlaba yang menerima dana dari luar pemerintah sebagai agen asing yang harus diwaspadai. Apa yang dilakukan Putin itu dianggap sebagai sebuah kemunduran dari demokrasi di Rusia
ADVERTISEMENT
Dalam laporan yang diturunkan Golos (Pemantau Pemilu), seperti dikutip dari The Independent , disebutkan bahwa pada Pilpres 2018 kemarin, Putin menyiapkan sejumlah langkah sistematis dengan memanfaatkan momen pencaplokan Krimea.
Pencaplokan Kriema sendiri merupakan momen bersejarah yang menunjukkan kebesaran Rusia di bawah pemerintahan Putin. Pada hari pemungutan suara, para pemilih juga disodori berbagai diskon, pasar hiburan, bagi-bagi sosis dengan dalih hari peringatan tersebut.
Tak hanya itu, Putin juga selalu memastikan lumbung-lumbung suara untuk datang ke dirinya. Dia tak segan untuk memaksa orang-orang yang bekerja di lingkungan negara untuk memilihnya pada setiap Pemilu.
“Para guru, dokter, militer, polisi, pekerja pabrik, pekerja medis jangka panjang, orang sakit jiwa - semua kelompok ini akan sangat diyakinkan untuk memilih,” ucap Grigorii Golosov, Profesor Perbandingan Politik Eropa di Universitas St Petersburg.
ADVERTISEMENT
Cara-cara kotor yang ditempuh Putin dilakukan dalam setiap pemilu. Pada Pemilu 2007 sebelumnya pun demikian. Juru bicara pemerintah Jerman Thomas Steg bahkan sempat angkat bicara terhadap Pemilu tersebut,
"Rusia bukan demokrasi dan Rusia bukan demokrasi." katanya, Kamis (4/12/2017), seperti dikutip The Guardian
Karakteristik Prabowo dan Putin
Terlepas dari kontroversi keduanya, baik Prabowo maupun Putin merupakan sosok yang memiliki ciri khasnya tersendiri. Bersadarkan jurnal yang ditulis oleh Aubrey Immelman dan Joseph V. Trenzeluk dari College of Saint Benedict and Saint John's University, Amerika Serikat, disebutkan bahwa Putin merupakan sosok yang dominan.
Jurnal berjudul ‘The Political Personality of Russian Federation President Vladimir Putin’ tersebut menjelaskan Putin memiliki watak dominan, ambisius, cermat, petualang dan kurang curiga. Perpaduan karakteristik tersebut didasarkan pada sejumlah kriteria yang dinamakan Millon Inventory of Diagnostic Criteria (MIDC).
Menurut Immelman dan Trenzuk, perpaduan karakteristik tersebut menggambarkan sosok Putin yang senang untuk melangengkan permusuhan. Tak hanya itu, Putin dinilai mampu mengerahkan kekuatan untuk mengendalikan orang lain atas rasa hormat yang dimilikinya.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan karakter dominan yang dimiliki Putin, Immelman dan Trenzeluk bahkan menyebut Putin bisa jatuh ke dalam ganggunan kepribadian sadistik.
“Dalam bentuknya yang paling dalam dan tidak fleksibel, pola Dominan menampilkan diri dalam pola perilaku mendominasi (domineering), kejam (belligerent), agresif (aggresive) yang mungkin konsisten dengan diagnosis gangguan kepribadian sadistik,” tulis keduanya.
Sementara itu, alih-alih visioner, Immelman dan Trenzuk justru menyebut gaya kepemimpinan yang dimiliki Putin sebagai teknokratis belaka. Putin memang orang yang tekun dan mahir dalam menyusun kebijakan publik. Namun, kemampuannya itu tak diiringi dengan keterampilan ritel politik.
Dalam khazanah ilmu politik komtemporer, istilah ritel politik mengacu pada kemampuan seorang politisi untuk berdialog secara langsung kepada konstituen. Ritel politik memungkinkan seseorang terpilih melalui cara-cara keterlibatan aktif dengan para pemilih. Dan seperti kata Immelman dan Trenzuk, Putin tak memiliki kemampuan tersebut.
Hal ini sejalan dengan pandangan keduanya yang menyebut Putin memiliki kepribadian yang introvert. Putin tak mampu mengembangkan ikatan yang kuat dengan orang lain,
ADVERTISEMENT
Satu-satunya kekuatan yang dimiliki Putin, sambung Immelman dan Trenzuk, adalah kekuatan politik yang didasarkan pada sikap memerintah. Putin juga dinilai sebagai orang yang tak mau mengambil jalur kompromistis. Seorang Putin merupakan tipe pemimpin yang tak memiliki empati empati dan pengertian
“Karakteristik dominan dari Putin, didasarkan pada kekuatannya dalam peran politiknya yang memerintah dengan percaya diri disertai ketegasan. Adapun kekurangan dari kepribadian Putin adalah keteguhannya yang tanpa kompromi, kekurangan empati dan pengertian, dan ketidakfleksibelan kognitif,” tulis Immelman dan Trenzuk
Lalu bagaimana dengan Prabowo?
kumparan tak menemukan analisa ilmiah yang membahas mengenai karakteristik Prabowo. Meski demikian, dalam sejumlah kesempatan, Prabowo selalu berbicara mengenai kedaulatan Indonesia secara berapi-api. Dia selalu mengatakan kekayaan Indonesia tak lagi dinikmati rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal yang dilakukan Prabowo jelas berbeda dengan Putin. Putin merupakan sosok pemimpin yang introvert, sedikit bicara dan bekerja dalam diam. Pidato-pidato yang diucap oleh Putin juga begitu tenang, tanpa ada orasi-orasi bising.
Sementara itu, Prabowo justru merupakan orang yang seringkali berpidato secara meluap-luap. Yang paling terbaru, saat Prabowo berpidato menyinggung mengenai kehancuran Indonesia pada 2030.
“....Di negara lain mereka sudah bikin kajian-kajian, di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030, Bung! Mereka ramalkan kita ini bubar," kata Prabowo dengan nada berapi-api.
Belakangan terkuak bahwa pidato Prabowo itu dikutipnya dari sebuah novel fiksi ilmiah berjudul ‘Ghost Fleet’. Banyak pengamat yang menilai Prabowo sebagai politisi yang reaksioner dan berbicara tanpa data yang valid.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, baik Prabowo maupun Putin memiliki satu kesamaan. Yaitu sama-sama tertarik untuk menunggangi kuda. Prabowo bahkan tercatat memiliki perternakan kuda. Sementara Putin dalam beberapa foto yang beredar seringkali menunggangi kuda di alam bebas.
Pertanyaanya sekarang, apakah Prabowo dan Putin memiliki kesamaan? sila pembaca menilai sendiri.