Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Membandingkan Vonis Habib Rizieq dan Ratna Sarumpaet yang Terbukti Sebar Hoaks
25 Juni 2021 12:48 WIB
·
waktu baca 5 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 14:07 WIB
ADVERTISEMENT
Rangkaian sidang Habib Rizieq Syihab dalam perkara kasus data swab di RS UMMI, Bogor, akhirnya tuntas pada Kamis (24/6).
ADVERTISEMENT
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menilai Habib Rizieq melanggar dakwaan pertama primer yakni Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal 14 ayat (1) UU Peraturan Hukum Pidana berbunyi:
Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
Mengenai unsur menyebarkan berita bohong, Habib Rizieq dinilai telah membuat hoaks mengenai kondisi kesehatannya saat dirawat di RS UMMI.
Sebab Habib Rizieq dalam pernyataannya mengaku dalam kondisi baik, tetapi sesungguhnya reaktif COVID-19 berdasarkan hasil tes swab antigen. Sehingga Habib Rizieq tergolong sebagai pasien probable COVID-19.
Berikut potongan pernyataan Habib Rizieq dalam sebuah video yang disoroti hakim:
ADVERTISEMENT
Kita sudah merasa sudah segar sekali, alhamdulillah hasil pemeriksaan semua baik dan mudah-mudahan ke depan sehat wal afiat.
Saat sidang masih pemeriksaan saksi, Habib Rizieq menjelaskan pernyataannya itu disampaikan karena memang kondisinya baik-baik saja. Ia membantah menyebar berita bohong. Sebab hasil yang membuatnya dirawat di RS UMMI masih berupa tes antigen, bukan PCR.
"Karena memang kondisi saya saat masuk RS stabil berdasarkan pemeriksaan dokter dan hasil laboratorium yang semakin hari semakin baik, serta juga belum ada hasil test PCR yang menyatakan saya positif COVID-19. Di samping saya merasa segar dan sehat," kata Habib Rizieq.
Walau demikian, hakim menganggap apa yang disampaikan Habib Rizieq tidak sesuai fakta. Terlebih setelah dites PCR, Habib Rizieq memang terkonfirmasi positif COVID-19.
"Sehingga pemberitahuan yang disampaikan oleh Terdakwa melalui video dengan judul testimoni IBHRS untuk pelayanan RS Ummi adalah terlalu dini dan mengandung kebohongan karena tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya," ujar hakim.
ADVERTISEMENT
"Terdakwa sudah tahu dirinya reaktif COVID-19 probable. Namun Terdakwa tetap menyampaikan pemberitahuan melalui video tersebut dengan mengatakan, 'kita sudah merasa sudah segar sekali, alhamdulillah hasil pemeriksaan semua baik dan mudah-mudahan ke depan sehat wal afiat', tanpa menunggu hasil swab PCR," imbuh hakim.
Hakim menyatakan kewenangan menyatakan seseorang sehat ialah dokter berdasarkan pemeriksaan medis. Jadi meski pasien merasa sehat, tetap saja secara medis orang tersebut dinyatakan sakit.
"Subjektivitas pasien tidak dapat mengalahkan objektivitas dokter. Sehingga majelis hakim berkeyakinan bahwa Terdakwa telah menyiarkan pemberitahuan kabar bohong," ucap hakim.
Hakim pun menilai perbuatan Habib Rizieq menimbulkan keonaran. Meski demikian, hakim menilai keonaran yang dimaksud tidak harus diidentikkan dengan kerusuhan atau penjarahan.
Hakim menyebut definisi keonaran harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini, yakni membuat kegaduhan. Menurut hakim, Habib Rizieq seharusnya menyadari akibat yang timbul akibat pernyataannya tersebut. Terlebih, Habib Rizieq merupakan tokoh agama yang punya banyak pengikut.
ADVERTISEMENT
"Timbul kegaduhan sehingga menimbulkan keonaran di kalangan rakyat khususnya di media sosial. Sehingga berita-berita terkait Terdakwa akan selalu menarik perhatian masyarakat, baik pro maupun kontra, terlebih terjadi pada saat pandemi," kata hakim.
Berdasarkan unsur-unsur tersebut, hakim menilai Habib Rizieq telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Alhasil Habib Rizieq dihukum 4 tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum selama 6 tahun bui.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun," kata hakim.
Atas vonis itu, Habib Rizieq menolaknya dan langsung mengajukan banding. Dengan demikian, perkaranya masih belum berkekuatan hukum tetap.
Kasus Ratna Sarumpaet
Pasal yang menjerat Habib Rizieq serupa dengan yang dialami Ratna Sarumpaet .
ADVERTISEMENT
Pada Oktober 2018, Ratna mengaku menjadi korban pengeroyokan di Bandung, Jawa Barat. Untuk menguatkan ceritanya, Ratna mengirimkan foto muka lebam kepada beberapa kerabatnya, di antaranya Rocky Gerung dan Said Iqbal.
Kepada Rocky Gerung, Ratna menyatakan "hei Rocky negeri ini semakin gila, need you badly" dan "mungkin aku tidak harus ngotot buat perbaiki bangsa yang sudah terlanjur rusak. It's painful".
Sementara saat bertemu Said Iqbal, Ratna berujar "kakak dianiaya" dan menunjukkan foto wajah lebamnya.
Setelah melalui serangkaian sidang, Ratna pada akhirnya dinilai melanggar Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hakim menilai Ratna terbukti menyebar berita bohong mengenai pengeroyokan. Sebab wajah lebam Ratna karena operasi sedot lemak untuk kecantikan yang dijalaninya di RS Bina Estetika, Menteng, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Sebelum vonis tersebut, Ratna dalam beberapa kali kesempatan sudah mengakui perbuatannya menyebar hoaks.
"Kesalahan yang saya lakukan, kebohongan itu, untuk orang seperti saya, yang enggak pernah bohong, itu pasti perbuatan setan," kata Ratna saat menjalani sidang pemeriksaan terdakwa.
Hakim pun menganggap perbuatan Ratna telah menimbulkan bibit-bibit keonaran atas cerita bohongnya itu.
"Keonaran itu belum benar-benar terjadi namun bibit-bibit keonaran itu telah tampak atau muncul ke permukaan," kata hakim.
Hakim menyatakan benih keonaran terjadi khususnya di sosial media yang saat itu viral dengan cerita kebohongan Ratna. Viralnya cerita bohong Ratna tersebut menimbulkan polarisasi masyarakat karena terjadi pada masa Pilpres 2019.
Hakim melanjutkan salah satu benih keonaran adalah adanya demonstrasi sejumlah mahasiswa di Polda Metro Jaya yang menuntut keadilan bagi Ratna Sarumpaet. Hakim berpendapat unjuk rasa ini bisa memicu kerusuhan jika tidak ditindak kepolisian.
ADVERTISEMENT
Hakim menyatakan keonaran yang terjadi harus membutuhkan kekuatan aparat hukum untuk menghentikannya
Atas perbuatannya itu, Ratna divonis 2 tahun penjara. Tak terima, Ratna mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Sebab menurut pihak Ratna, penerapan Pasal 14 ayat (1) UU 1/1946 harus ada keonaran, bukan cuma benih.
"Kalau kita bicara masalah benih-benih berarti kita bicara masalah potensi, kita bicara masalah menduga-duga, kita bicara masalah imajinatif, kan begitu, ini sementara dalam Pasal 14 ayat 1 harus terjadi dulu secara rill. Makanya pertimbangan itu, kita lihat ada peluang yang sangat bagus dan baik untuk dipertimbangkan secara hukum," ujar Kuasa Hukum Ratna, Insak Nasruddin.
Tetapi upaya banding Ratna ditolak hakim. Sehingga Ratna tetap divonis 2 tahun penjara. Ia kemudian bebas bersyarat pada 26 Desember 2019. Total Ratna mendekam di tahanan sekitar 15 bulan sejak ditahan pada Oktober 2018. Ia bebas murni pada 21 Agustus 2020.
ADVERTISEMENT