Membedah Aturan Soal Jembatan Penyeberangan

9 Januari 2017 16:34 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Halte Transjakarta Pencakar Langit. (Foto: Ridho Robby/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Halte Transjakarta Pencakar Langit. (Foto: Ridho Robby/kumparan)
Jembatan koridor 13 Transjakarta rute Ciledug-Tendean mendapat sorotan tajam dari publik. Dengan 118 anak tangga, jembatan ini juga tak ada fasilitas untuk penyandang disabilitas dan para lansia seperti lift dan eskalator. Bangunan yang tinggi menjulang ini menyiratkan ‘keangkuhan’, banyak warga mengeluh.
ADVERTISEMENT
Bukankah masyarakat seharusnya diberikan pelayanan terbaik? Siapa yang bertanggung jawab dengan pembangunan jembatan kontroversial ini?
Pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang belum rampung di Jalan Kyai Maja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (Foto: Aprilandika Pratama)
zoom-in-whitePerbesar
Pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang belum rampung di Jalan Kyai Maja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (Foto: Aprilandika Pratama)
Peraturan yang Menyangkut Penyandang Disabilitas
Fasilitas bagi pejalan kaki seharusnya menjadi perhatian. Konstitusi yang mengatur proyek infrastruktur ini pun tak sedikit.
Hak-hak bagi pejalan kaki diatur secara seksama oleh Undang-Undang dan Peraturan Daerah. Bukan tanpa alasan, kenyaman pejalan kaki menjadi prioritas. Pejalan kaki merupakan kelompok terbesar pengguna jalan yang keberadaannya harus dilindungi oleh pemerintah.
Terlebih bagi penyandang disabilitas. Mereka mendapat pengakuan sebagai pihak yang harus bisa menikmati ketersediaan Infrastruktur. Kelompok ini harus diberikan pelayanan spesial.
Beberapa peraturan perundang-undangan hadir untuk menjamin hal tersebut.
Peraturan Umum
1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
ADVERTISEMENT
Dalam pasal 25, dengan tegas peraturan ini menyebutkan bahwa fasilitas jalan harus dilengkapi dengan fasilitas penyandang cacat.
2. Undang Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas
UU ini adalah payung legal yang menaungi penyandang disabilitas dalam berbagai lini kehidupan. Lebih rinci mengenai aturan ini, kita bisa melihat bagian kesebelas menjelaskan tentang Infrastruktur. Pada poin tersebut, pembangunan harus disesuaikan agar ramah kepada penyandang disabilitas. Hal ini tercantum sebagai berikut:
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin infrastruktur yang mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas. (2) Infrastruktur yang mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. bangunan gedung; b. jalan; c. permukiman; dan d. pertamanan dan permakaman
ADVERTISEMENT
3. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 5 tahun 2014 Tentang Transportasi
Dalam Perda ini, terdapat poin yang menunjukkan kesadaran tinggi dalam memberikan keistimewaan terhadap penyandang disabilitas.
Di DKI Jakarta, penyandang disabilitas seharusnya mendapat tempat khusus di beberapa jenis infrastruktur transportasi seperti fasilitas jalan, pejalan kaki, terminal, lalu lintas jalan, stasiun. Perda ini menekankan pentingnya aksesibilitas penyandang disabilitas.
Jembatan penyeberangan diatur secara khusus dalam Paragraf 5 tentang pejalan kaki di ayat 4 yang berbunyi sebagai berikut:
Fasilitas Pejalan Kaki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menjamin keselamatan pengguna dan dapat berupa : a. trotoar yang terhubung langsung dengan lajur sepeda, Jembatan Penyeberangan Pejalan Kaki, Terowongan Penyeberangan Pejalan Kaki, Halte dan/atau fasilitas khusus bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia.
ADVERTISEMENT
Peraturan Teknis
Pengaturan secara teknis diatur cukup terperinci oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Lewat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014/2011 Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, diatur tentang spesifikasi detail yang harus terpenuhi.
Berikut aturan teknis yang mengatur Jembatan Penyeberangan yang didefinisikan sebagai jalur pejalan kaki di atas permukaan tanah:
Gambar Pedoman Pembangunan Jembatan Penyeberangan
Pedoman pembangunan jembatan penyeberangan orang (Foto: Dok/Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat)
zoom-in-whitePerbesar
Pedoman pembangunan jembatan penyeberangan orang (Foto: Dok/Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat)
Gambar Prinsip Pembangunan Fasilitas Pejalan Kaki
Prinsip pembangunan fasilitas pejalan kaki (Foto: Dok Kementerian PUPR)
zoom-in-whitePerbesar
Prinsip pembangunan fasilitas pejalan kaki (Foto: Dok Kementerian PUPR)
Dalam dokumen tersebut, beberapa hal yang berkaitan dengan Jalan Pejalan Kaki juga diatur secara terperinci. Pedoman ini mencantumkan cukup detail tentang maksimum panjang 400 meter untuk kemudian dihubungkan dengan fasilitas transportasi lainnya.
Penggunaan lift juga diatur untuk memudahkan pengguna jalan terutama perencanaan pembangunan infrastruktur tidak sebidang. Pedoman ini menekankan kepada kenyamanan pejalan kaki baik terowongan maupun jembatan penyeberangan. Untuk menghindari ketidaknyamanan pengguna jalan akibat perbedaan bidang, pedoman ini memberi saran agar dibangun lift.
ADVERTISEMENT
Pengawasan dan Sanksi
Dengan dicantumkannya hak disabilitas dalam UU dan Perda, penyedia pembangunan infrastruktur diwajibkan untuk mematuhi aturan yang tercantum. Payung hukum ini akan memberlakukan sanksi baik dari sisi pemerintah dan penyedia jasa.
Untuk melakukan pengawasan, maka dibentuklah Dewan Transportasi Kota. Dewan ini terdiri dari beberapa pihak terkait mulai dari perguruan tinggi, kepolisian, dinas, pengusaha angkutan, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat pengguna angkutan.
Sanksi yang secara umum akan dilayangkan kepada penyedia layanan publik adalah teguran tertulis, denda administratif, pembekuan izin, pencabutan izin; dan/atau, sanksi administratif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.