Membongkar Misteri Majalah Misteri

9 Februari 2017 14:56 WIB
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Koran (ilustrasi) (Foto: Pixabay/Pexels)
Di sebuah kios di pinggir jalan, berbagai koran dan majalah berjajar, bertumpuk, berderet. Terselip di antaranya judul-judul yang tak “lazim” namun sering terdengar di telinga masyarakat. Salah satunya: Misteri.
ADVERTISEMENT
Anda tak akan menemui rubrik seperti Misteri Sejati di media kebanyakan. Atau Kisah Mistik. Atau Primbon. Atau rubrik seperti Ritual Pesugihan.
Tagline yang diusung majalah satu ini sudah menunjukkan isinya: Sudah Pasti Kami Beda!
Jadi, di dalamnya tak ada berita soal politik. Tak ada ramai-ramai membahas pilkada. Tak ada peliputan serius soal fluktuasi pasar saham. Tak ada pula artikel bertebaran soal mantan.
Yang ada justru cerita-cerita berselubung mistik dan rumor gaib. Persis seperti nama media yang sudah ada sejak tahun 1970-an itu: Misteri.
Ya, anda tak salah baca. Majalah yang membahas isu-isu yang dekat dengan kehidupan makhluk halus tersebut sudah berdiri sejak tahun 1970-an.
“Berdirinya kapan saya malah lupa, tapi yang jelas tahun 70-an sekian,” kata Wakil Pemimpin Redaksi Misteri, Lilik Sofyan Achmad, kepada kumparan, Selasa (8/2).
ADVERTISEMENT
Lilik, sapaan orang kedua dalam pemilihan isi majalah Misteri tersebut, mengaku sudah bergabung di sana sejak masa awal majalah itu berdiri.
“Saya pada zaman mahasiswa sudah mulai menulis di Misteri. Saya memang yang paling tua,” ujarnya, tertawa.
Lilik tak berpikir panjang saat pertama kali bergabung di Misteri.
“Kerjaannya kan bebas. Waktu itu bisa sambil sekolah, nulis, bisa dapet duit. Kan lumayan,” kata pria 65 tahun tersebut.
Saat ini perannya tak lagi seenteng penulis lepas. Lilik menentukan angle dan tujuan peliputan.
Soal evolusi yang kini dilakukan hampir semua media, Lilik mengatakan misi majalah Misteri tetap sama.
“Sebenarnya kan penjaga rubriknya sudah ada. Soal tujuan, visi misinya memang hiburan. Kami mengangkat cerita-cerita misteri,” ucap Lilik.
ADVERTISEMENT
Majalah Misteri. (Foto: Ridho Robby/kumparan)
Majalah yang terbit dua kali sebulan tersebut mengedepankan sisi hiburan. Rubrik seperti Kisah Mistik yang menceritakan pengalaman warga di dunia mistis, Primbon yang memuat pembacaan dari segi magis, serta Catatan Hitam yang mengulas cerita-cerita horor-seronok yang disukai banyak kalangan, menjadi bagian tak terpisahkan dari sajian majalah tersebut.
Lilik mengatakan, tak ada maksud buruk dengan mengangkat hal-hal tersebut. Selain menghibur, konten Misteri menurutnya mengajak pembaca untuk tak mudah terjerat iming-iming dunia tak kasat mata.
Soal apakah konten majalah mendatangkan kritikan, Lilik menjawab, “Kami kembalikan (penafsiran) kepada pembaca. Orang kan cuma melihat yang enak-enak saja ketika mencoba hal-hal gaib (seperti pesugihan). Padahal banyak konsekuensinya.”
“Saya selalu ingatkan untuk seimbang, untuk selalu kembali ke agama,” imbuh Lilik.
ADVERTISEMENT
Bagian dalam Majalah Misteri. (Foto: Ridho Robby/kumparan)
Mengulas berbagai hal yang kerap dianggap sebagai topik kelas bawah dan tak masuk akal, merupakan tantangan tersendiri untuk majalah tersebut.
Namun, seramnya kesurupan atau gangguan makhluk halus saat liputan, justru tidak terjadi pada karyawan majalah Misteri.
“Sampai sekarang kami enggak pernah (kesurupan dan diganggu berlebihan). Paling gangguannya itu kelebat-kelebat yang muncul, lokasi peliputan berubah, angin keras, pohon bergoyang keras, dan tiba-tiba hujan deras,” ujar Lilik.
Ia selalu memastikan mengikutsertakan juru kunci untuk mengantisipasi kemungkinan buruk.
“Kami kan kebanyakan berlatar belakang praktisi, jadi kami sendiri sudah tahu (apa yang mesti diantisipasi). Tapi kami juga selalu dipandu juru kunci untuk menjaga kearifan lokal,” kata Lilik.
Praktisi yang dimaksud Lilik ialah, pegawai Misteri mayoritas berasal dari pesantren atau paham kejawen --segala hal yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa, termasuk kleniknya.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi membakar dupa. (Foto: Pixabay)
Satu hal yang agak menyulitkan ialah menemukan orang yang mengaku sebagai pembaca setia Misteri. Orang semacam itu, ujar Lilik, nyaris tak ada.
“Banyak yang sebenarnya pembaca setia kami, tapi karena dia pemegang jabatan, yang disuruh beli majalah ya sopirnya, pembantunya,” kata Lilik yang kerap mengamati kelakuan pembelinya.
“Saya pernah riset di Sarinah, 6 tahun lalu. Ada orang, rapi, pakaian safari, keluar dari mobil lalu ambil majalah Misteri. Saya tanya, ‘Pak, sering beli ini?’ Dia jawab, ‘Ya, pingin tahu saja. Ini yang beli bos.’ Lalu majalah itu digulung, dia masuk ke mobil lagi,” kata Lilik, setengah tertawa.
Gengsi, seperti itulah kira-kira kelakuan pembaca majalah Misteri. Menggemari isinya, namun tak mau mengaku.
ADVERTISEMENT
Bagian dalam Majalah Misteri. (Foto: Ridho Robby/kumparan)
Lilik mengklaim, meskipun konten majalah yang ia kelola terbatas pada kisah-kisah misteri, majalah tersebut memiliki penggemar lumayan banyak. Buktinya, kata Lilik, selama lebih dari 40 tahun Misteri masih bertahan.
“Dulu sempat booming waktu reformasi, karena waktu itu masyarakat jenuh sama isu politik. Pemberitaan politik kan waktu itu terus-terusan,” kata Lilik.
Awal tahun 2000-an memang menjadi masa keemasan majalah-majalah bertemakan hiburan.
“Bahkan saat Misteri terbit, ramainya bareng majalah-majalah yang agak seronok begitu,” ujar Lilik, mengingat masa ketika Misteri mengalami kenaikan oplah amat bagus.
Apalagi saat itu jagat media online belum seramai sekarang. Kini saat media online dan media sosial merajai sumber informasi masyarakat, Misteri juga mengalami dampak.
“Memang merosot setelah media online booming. Oplah kami sekarang di kisaran 40.000 eksemplar per terbit. Satu bulan 2 kali terbit,” kata Lilik.
ADVERTISEMENT
Ia menilai bisnis majalah Misteri sampai sekarang masih bisa dipertahankan.
“Alhamdulillah, belum pernah rugi,” ucap dosen yang mengajar Kewartawanan, Kehumasan, dan Kapita Selekta Budaya Betawi di Universitas Nasional tersebut.
Kantor Majalah Misteri (Foto: Google Maps)
Saat ini perputaran oplah majalah Misteri masih berkutat di kota-kota besar Sumatera dan Jawa. Bertahannya oplah di angka 40.000 tiap kali terbit, menurut Lilik, karena nama Majalah Misteri yang sudah besar.
“Ibaratnya, kalau kami mau jual cover tapi isinya kosong, juga bakal ada yang laku,” ucap Lilik bercanda.
Menurut Lilik, Jabodetabek masih menjadi pusat distribusi Misteri. “Sisanya tersebar di Bandung, Cirebon. Paling jauh Bali, Kalimantan, Ambon. Kalau Sumatera penuh, asalnya (majalah Misteri) kan Medan.”
Namun, kata Lilik, persoalan tiap media saat ini --terlepas dari apapun konten yang diusung-- selalu sama, yakni perkembangan teknologi dan perpindahan medium baca dari cetak ke digital.
ADVERTISEMENT
“Berita online (Misteri) belum tergarap. Baru dirintis tapi belum dapat tim yang solid,” kata Lilik.
Majalah Misteri memiliki website majalah-misteri.net, berisi beberapa konten yang tidak selengkap versi terbitan cetaknya.
Zaman berubah, dan Misteri berupaya menjaga iramanya agar bisa terus bertahan.
Cover luar Majalah Misteri. (Foto: Ridho Robby/kumparan)
Anda juga bisa simak: