“Membuka Perkantoran Memang Rawan, tapi Masyarakat Harus Kerja atau Tak Makan”

1 Juni 2020 13:28 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aparat TNI membantu mendisiplinkan jarak penumpang KRL Commuterline sesuai protokol kesehatan pencegahan COVID-19, Kamis (28/5). Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
zoom-in-whitePerbesar
Aparat TNI membantu mendisiplinkan jarak penumpang KRL Commuterline sesuai protokol kesehatan pencegahan COVID-19, Kamis (28/5). Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pembatasan Sosial Berskala Besar di ibu kota hampir berakhir—dan sepertinya benar-benar tak bakal diperpanjang—seiring bergaungnya tatanan hidup baru yang disebut new normal. Presiden Joko Widodo—dan WHO—telah menyatakan secara eksplisit bahwa kita, umat manusia, harus siap hidup bersama virus corona—untuk selamanya, anggaplah begitu untuk saat ini karena obat maupun vaksin corona belum selesai diracik.
PSBB selama ini menjadi salah satu strategi pemerintah RI untuk menghambat laju penularan virus corona. PSBB mensyaratkan warga untuk untuk bekerja dan belajar dari rumah, tak keluar rumah untuk urusan yang tak mendesak, dan menghindari kontak fisik serta menjaga jarak dengan orang lain. Namun, seperti segalanya, semua masa ada ujungnya. Pula PSBB.
Apabila tak terjadi perubahan, PSBB di Jakarta—dan Bogor, Depok, Bekasi—akan berakhir pada 4 Juni nanti. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebut ada empat syarat PSBB berakhir sesuai jadwal, yaitu:
Yang kemudian jadi pertanyaan: apakah saat ini kita—terutama yang berada di ibu kota dan sekitarnya—sudah siap untuk menyongsong new normal? Atau siap-tidak siap tetap harus siap? Dan apa yang harus dilakukan perusahaan agar karyawannya relatif aman dari potensi tertular virus corona?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kumparan berbincang dengan ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, Jumat (29/5).
Kawasan perkantoran di Jakarta akan kembali berdenyut. Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Perkantoran akan mulai buka pekan ini, seiring rencana berakhirnya PSBB DKI Jakarta. Bukankah situasi saat ini masih rawan?
Ya rawan, tapi memang harus dibuka juga. Jadi ada persyaratan yang harus dipenuhi. Sudah ada aturan yang disosialisasikan dan itu yang harus dikawal. Nanti harus ada pengawasan, bagaimana regulasi itu benar-benar bisa diimplementasikan untuk mengurangi risiko, sebab risiko selalu ada. Risiko penularan terhadap COVID-19 itu tidak bisa nol.
Namun, risiko akan berkurang jika pekerja yang mulai masuk kantor atau pabrik itu mematuhi aturan, dan tempat kerjanya juga mematuhi aturan, misalnya ventilasi harus lebih terbuka dan jaga jarak antara pekerja dilakukan.
Semua tata cara itu benar-benar bisa dipenuhi?
Beberapa kantor sudah menjalankan sepertinya. Kantor pemerintah melakukan langkah esensial, seperti Bank Indonesia misalnya menerapkan seminggu kerja di kantor, seminggu kerja di rumah. Jadi gantian (karyawan yang datang ke kantor), tapi semua bekerja. Di rumah juga bekerja.
Jadi suasana kantornya lengang separuh. Itu juga sudah mengurangi risiko. Memang harus ada strategi supaya tidak terjadi kerumunan dan kepadatan di ruang tertutup yang mungkin meningkatkan risiko penularan.
Kubikel di perkantoran sebelum pandemi. Foto: Prabarini Kartika/kumparan
Apa hal-hal yang harus disiapkan perusahaan secara khusus dalam menyambut new normal?
Isu kesehatan karyawan jadi penting. Itu yang harus diperhatikan. Mungkin semua karyawan sudah mesti checkup gitu, kan. Apakah dia punya diabetes atau penyakit-penyakit lain. Jadi setiap pekerja atau pemberi kerja harus mulai memperhatikan kesehatan karyawannya karena karyawan itu kan aset. Itu yang harus benar-benar dijaga.
Selain itu, kesehatan tempat kerja harus diperhatikan. Harus terus dijaga karena bagian dari keselamatan kerja supaya tidak tertular virus corona.
Gedung perkantoran. Foto: Sean Pollock/Unsplash
Di Jakarta banyak gedung perkantoran tinggi dengan ruangan-ruangan tertutup. Bagaimana dengan kondisi seperti ini?
Lingkungan kantornya harus diubah, mungkin salah satunya dengan konsep teknis—sekarang sudah banyak filter yang dipasang di air conditioning yang mampu menyaring virus yang beredar, seperti HEPA (high-efficiency particulate air) filter.
Sebenarnya itu sudah lama. Sejak pandemi flu burung, sudah banyak filter yang bisa menyaring virus. Itu mungkin harus ditingkatkan. Jadi mungkin ada economic value baru nanti. Ada konsumsi kebutuhan kerja yang mungkin dulu tidak pernah diawasi tapi sekarang dimonitor karena kita ingin tempat kerja yang aman dan pekerjanya produktif.
Jadi tempat kerja dan kesehatan karyawan harus diperhatikan.
Hal teknis lain yang penting diingat?
Hand sanitizer harus ada di setiap pintu. Sarana-sarana seperti tempat sampah dan sebagainya tidak boleh tertinggal (didiamkan) lama. Memang secara teknis harus banyak berubah. Karena kalau mau dibuka, ya harus siap. Kalau enggak, ya harus ditutup.
Nanti kalau ada kasus corona di kantor, itu langsung tutup kantornya. Juga kalau ada kasus tertular di mal, malnya langsung ditutup. Semua nggak mau begitu kan, mengalami temporary suspension. (Jadi tata laksana kesehatan harus diperhatikan).
Jadi kalau syarat-syarat itu dipenuhi, kegiatan bisnis dan perkantoran bisa dibuka?
Ya, memang harus dibuka. Kan masyarakat harus bekerja. Kalau enggak, nanti nggak bisa makan.
Kita PSBB kan untuk meredakan (penularan COVID-19)—membatasi gerak penduduk dengan stay at home dan sebagainya supaya virusnya terhambat dan tidak pindah (ke orang lain); kalau penularan sudah berkurang kita bisa buka, tapi dengan kewaspadaan tinggi. Prinsipnya: kita bolehkan (buka bisnis) dengan penilaian risiko. Kalau risikonya tinggi, ya jangan dulu.
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.
Yuk, bantu donasi untuk mengatasi dampak wabah corona.