Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Memburu Sarang Geng Motor Jepang di Depok
28 Desember 2017 19:56 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
ADVERTISEMENT
Sekelompok anak muda, yang menyebut dirinya Geng Motor Jepang (Jembatan Mampang), beberapa hari lalu menjadi pembicaraan hangat setelah menjarah sebuah distro. Meski, tak lama setelahnya, mereka pun diringkus di deretan rumah petak yang mereka kontrak.
ADVERTISEMENT
Demi melihat bagaimana kehidupan sehari-hari mereka, kumparan (kumparan.com) pun menjejaki rumah Geng Motor Jepang di daerah Bintara Raya, Pancoran Mas, Depok.
Perjalanan menuju ke rumah tersebut memang tidak bisa disebut mudah. Berbekal alamat seadanya, sambil sesekali bertanya kepada warga sekitar, akhirnya kami berhasil menemukan gang sempit menuju sarang anggota geng motor tersebut.
Sekilas, gang sempit yang gelap itu tidak terlalu terlihat, kalah dengan ramainya aktivitas yang dilakukan bengkel motor di sebelah mulut gang. Beberapa mekanik tampak beraktivitas, mengutak-atik kendaraan bermotor yang menjadi pasien di bengkel. Terkesan cuek, seolah sebelumnya tak pernah ada penggerebekan belasan anak muda di sekitarnya.
Kontrakan tersebut sebenarnya terdiri dari lima kamar berderet --yang sebenarnya, lebih pantas disebut rumah petak dibandingkan kamar. Masing-masing pintu, kini telah dihiasi garis kuning bertuliskan 'police line'.
ADVERTISEMENT
Setelah ditinggalkan pemiliknya, yang kini meringkuk di bui, rumah ini tampak begitu kosong dan sunyi. Hanya ada suara berisik dari keran bocor yang tanpa henti mengalirkan air, menggenangi bagian depan teras.
Meski baru ditinggal beberapa hari, rumah ini tampak begitu berantakan, mungkin dampak dari penggerebekan. Beberapa barang tampak berserakan. Pakaian-pakaian wanita, tampak tergantung berjejer, seolah menjadi penghias demi menghilangkan kekosongan.
Gitar yang biasa mereka mainkan untuk meramaikan suasana saat berkumpul, kini hanya tersandar diam di tembok depan, menunggu si pemilik kembali sebelum ada tangan lain yang mengadopsinya.
"Mereka tuh sering berisik, mabuk sambil main gitar sampai pagi," ucap Anita, istri ketua RT setempat yang tinggal tidak jauh dari lokasi.
Bukan hanya berisik, keberadaan mereka dianggap cukup merugikan dan mengganggu.
ADVERTISEMENT
"Tuh, mereka sering gangguin dia. Sering tuh," tambah Anita, sambil menunjuk sebuah warung nasi yang samar-samar masih terlihat di kejauhan.
Salah satu pintu, tampak begitu mencolok. Warna daun pintunya biru, kontras dengan tembok yang dicat ungu. Namun, sisi-sisinya tampak tak kalah kontras, hijau terang. Begitupun dengan tulisan dan gambar berlian yang menghiasinya.
"Bebas Tapi Sopan." Begitulah tulisan yang terpampang jelas, namun sayangnya tidak mencerminkan perilaku penghuninya.
Meski disegel dengan garis polisi, namun kondisi bagian dalam masih bisa terlihat dari beberapa pintu yang tidak tertutup. Seprei kusut tampak kusut dan berlapis debu, dibiarkan begitu saja di lantai.
Asbak rokok dan botol-botol berserakan, semakin mengacaukan suasana di dalam kamar. Belum lagi, ventilasi seadanya, membuat kamar-kamar tersebut menjadi gelap, lembab dan pengap.
ADVERTISEMENT
Namun, toh, kamar-kamar berantakan ini pada akhirnya sudah menjadi saksi bisu, tempat anak-anak muda tersebut merencanakan aksi brutal, dan sempat menjadi tempat mereka tidur tenang, mesti telah memberikan teror bagi sekitar.
Live Update