Meminta Kantor WFH Adalah Hal Logis

6 Januari 2023 13:04 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi working from home (WFH). Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi working from home (WFH). Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Media sosial diramaikan dengan munculnya petisi yang meminta work from home (WFH) kembali diterapkan karena sistem work from office (WFO) dianggap hanya membuat macet, polusi, dan tidak efektif. Ketua Pusat Studi Transportasi (Pustral) UGM, Ikaputra, menilai petisi tersebut cukup logis.
ADVERTISEMENT
Saat pandemi COVID-19, menurut Ikaputra, memang banyak orang yang merasakan banyak manfaat dari sistem WFH. Mulai dari efisiensi waktu, penghematan bahan bakar, hingga menekan emisi dan polusi.
"Namun perlu dipahami, ada banyak sektor, terutama transportasi yang tidak bergerak dan tidak produktif, terutama yang bekerjanya harus tatap muka dan memanfaatkan mobilitas, bukan kantoran. Kalau tidak bergerak, di rumah saja, ada banyak orang yang tidak mendapatkan penghasilan," jelas Ikaputra dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/1).
"Perputaran ekonomi di sektor transportasi akan berhenti, perputaran ekonomi hanya terjadi di kantor saja. Ini yang harus dipahami juga," imbuhnya.
Sistem WFO memang menyebabkan kemacetan, terutama di kota besar seperti Jakarta. Namun, menurut Ikaputra, hal itu bisa ditekan jika masyarakat punya kesadaran untuk menggunakan transportasi umum ketimbang kendaraan pribadi.
ADVERTISEMENT
"Penting membangun mindset atau budaya [untuk] memahami keuntungan menggunakan transportasi publik," ungkapnya.
Di Jakarta, lanjutnya, persoalan transportasi ada di layanan dan jumlah penduduk yang terus bertambah. Misalnya saja, lima tahun lalu, ada sekitar 800 ribu orang per hari yang lalu-lalang di Stasiun Manggarai, Jakarta. Sekarang per hari ada sekitar 1,1 juta orang.
"Orang yang berpindah lebih banyak, artinya kan semakin banyak yang menggunakan, ada perbaikan layanan jadi semakin baik," ucap Ikaputra.
Calon penumpang menunggu KRL di Stasiun Manggarai, Jakarta pada Senin (26/12). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Senada dengan Ikaputra, pengamat transportasi UGM, Ahmad Munawar, menilai jika alasannya untuk mengatasi persoalan transportasi, maka WFH bukan jawaban. Sebab kemacetan hanya bisa diselesaikan dengan penyediaan fasilitas angkutan umum yang memadai.
"Penyelesaian macet itu dengan sistem transportasi yang baik dan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi," kata Ahmad Munawar.
ADVERTISEMENT
Ia memberikan contoh, di Jakarta, pengelolaan transportasi umumnya sudah cukup baik dan saling terintegrasi, mulai dari MRT hingga TransJakarta. Namun karena jumlah penduduknya yang sangat banyak, maka tetap harus ada perbaikan di sektor transportasi umum.
"Persentase penggunaan angkutan umum di Jakarta termasuk tinggi, tetapi banyak yang tinggal di luar Jakarta sehingga perlu penambahan angkutan umum dan subsidi yang tinggi," paparnya.
Selain itu, kebijakan WFH atau WFO tidak bisa dipukul rata untuk setiap sektor. Perlu ada pengaturan sistem kerja di masing-masing instansi, sesuai dengan jenis pekerjaan hingga kondisi pegawai.
"Harus dilihat kalau bisa efisien dan efektif WFH ya silakan. Tapi kalau tidak, ya kerja di kantor," pungkas Ahmad.