Mempertanyakan Klaim Kesultanan Selaco Atas Trah Kerajaan Pajajaran

19 Januari 2020 7:00 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivitas budaya di Kesultanan Selaco di Tasikmalaya. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas budaya di Kesultanan Selaco di Tasikmalaya. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Klaim berdirinya kerajaan di tengah masyarakat terus terjadi usai kemunculan Kerajaan Keraton Agung di Purworejo, Jawa Tengah. Sebut saja Sunda Empire di Bandung dan Keraton Djipang di Blora.
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, publik dihebohkan dengan keberadaan Kerajaan Sela Cau Tunggul Rahayu atau Kesultanan Selaco di Tasikmalaya. Kerajaan ini mengklaim berdiri atas trah dan warisan budaya peninggalan sejarah Kerajaan Pajajaran.
Kesultanan yang terletak di Kecamatan Parungponten, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, ini diklaim berdiri sejak 2004.
Aktivitas budaya di Kesultanan Selaco di Tasikmalaya. Foto: Dok. Istimewa
Seorang warga bernama Raden Rohidin Patra Kusumah (40) mengklaim sebagai Raja Kesultanan Selaco dengan gelar Sultan Patra Kusumah VIII.
Rohidin mengklaim memiliki trah Kerajaan Pajajaran. Ia mengaku sebagai keturunan ke-9 dari Raja Pajajaran Surawisesa.
Namun, klaim Rohidin atas klaim memiliki trah Kerajaan Pajajaran itu dipertanyakan. Pakar sejarah dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Etty Saringendyanti, mengatakan, harus ada penelusuran yang jelas secara akademis terkait sumber primer atas klaim seseorang yang masih memiliki trah Kerajaan Pajajaran.
ADVERTISEMENT
"Kesultanan Selaco trahnya dari mana? Harus jelas sumbernya dari mana? Naskah? Harus ditelusuri dulu sumber primernya," jelas Etty saat dihubungi, Sabtu (18/1) malam.
Aktivitas budaya di Kesultanan Selaco di Tasikmalaya. Foto: Dok. Istimewa
Etty lalu merunutkan trah Kerajaan Sunda Galuh atau Pajajaran usai runtuh yang ternyata tak memiliki penerus secara jelas.
"Setahu saya, setelah Kerajaan Sunda (Pakuwan Pajajaran) runtuh, tidak ada penerusnya. Memang ada indikasi Kerajaan Sumedanglarang penerus Kerajaan Sunda dengan diberikannya Mahkota Binokasih yang dibuat untuk Prabu Niskala Wastukancana yang bertakhta di Kawali (Ciamis) 1371-1475," jelasnya.
Selain itu, menurut Etty, sepanjang sejarah kerajaan berbentuk kesultanan di wilayah Sunda selain Kesultanan Cirebon dan Banten.
"Menurut sumber sejarah juga tidak ada kesultanan di Sunda selain Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten," ungkapnya.
Aktivitas budaya di Kesultanan Selaco di Tasikmalaya. Foto: Dok. Istimewa
Etty mengatakan, selama ini penelusuran sejarah terkait trah keluarga Kerjaan Pajajaran usai runtuh masih kurang, karena sumber sejarah yang sedikit. Sehingga menurutnya, sulit untuk membuktikan Kesultanan Selaco memiliki trah Kerajaan Pajajaran.
ADVERTISEMENT
"Sumber sejarah Kerajaan Sunda (Pajajaran) terutama periode akhir masih sedikit, itupun dari naskah yang terbilang sumber tradisional. Jadi keberadaan Kesultanan yang berdiri sendiri selain Cirebon dan Banten sulit untuk dibuktikan secara ilmiah," terangnya.

Mempertanyakan Klaim Kerajaan Selaco Dapat Pengakuan PBB

Aktivitas budaya di Kesultanan Selaco di Tasikmalaya. Foto: Dok. Istimewa
Sementara itu, ia juga mempertanyakan klain Kerajaan Selaco yang memiliki pengakuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebagai peninggalan sejarah Kerajaan Pajajaran.
"Terkait dengan klaim pengakuan PBB, Saya rasa PBB tidak semudah itu memberi sertifikat. Pastinya ada naskah akademik utamanya dari sejarawan," pungkasnya.
Kesultanan Selaco mengklaim memiliki pengakuan fakta sejarah dari PBB pada 2018, sebagai warisan kultur budaya peninggalan sejarah Kerajaan Padjadjaran. Hal ini diungkap Raja Kesultanan Selaco, Rohidin.
"Selaco punya dua literatur leluhur saya yang saya ajukan tahun 2004 (ke PBB). Sampai akhirnya tahun 2018 keluar putusan warisan kultur budaya peninggalan sejarah (Padjadjaran) di kepemimpinan Surawisesa," ujar Rohidin, Sabtu (18/1).
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Rohidin memastikan kerajaannya bukan negara di dalam negara. Menurutnya, Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap harga mati.
"Kami warga Negara Indonesia. Kesultanan ini adalah upaya saya untuk melestarikan budayanya saja karena kami sebagai pegiat budaya," bebernya.