Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Memupuk Masa Depan Anak Pemulung di Tanah Rencong
12 Maret 2018 11:59 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
ADVERTISEMENT
Matahari mulai tenggelam meninggalkan senja. Biasan cahaya jingga menyoroti sekolompok anak-anak di balik tumpukan sampah. Bau menyengat yang menusuk hidung, tak mematahkan semangat anak-anak itu untuk belajar.
ADVERTISEMENT
Sekelompok anak-anak sore itu, berkumpul di tanah lapang di Lorong Ujong, Gampong Jawa, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, Minggu (10/3). Sampah dan beberapa tumpukan botol minuman mengitari mereka.
Beralaskan terpal biru dan papan tulis kecil, anak-anak di perkampungan pemulung di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) itu, menimba ilmu dengan penuh semangat. Tidak ada kebisuan, suasana belajar begitu hidup, dan anak-anak larut dalam keceriaan.
Di belakang mereka, sekelompok orang tua tampak sedang menyaksikan proses belajar mengajar. Raut wajah kegembiran jelas terlihat, mengharapkan kelak sang anak bisa memiliki kehidupan yang lebih baik.
“Belajar apa kita hari ini?" tanya si guru.
"Membaca, Kak,” sahut anak-anak dengan penuh ceria.
Guru itu tak lain adalah Maulidar Yusuf. Perempuan kelahiran 1991 itulah yang menjadi pelopor Taman Edukasi Anak Pemulung. Maulidar bersama teman-teman relawan menyisihkan waktu untuk mengajar anak-anak selama dua jam mulai pukul 16.00 hingga 18.00 WIB setiap Rabu hingga Minggu.
ADVERTISEMENT
Puluhan anak usia SD hingga SMP itu, ditempa dengan berbagai ilmu pengetahuan, baik ilmu agama, belajar membaca, menulis, bahasa Inggris dan ilmu pengetahuan lainnya.
Tujuh Tahun Mengajar
Maulidar sudah tujuh tahun mengahabiskan waktunya bersama anak-anak pemulung. Pada 2012 silam, ia membangun taman belajar di perkampungan pemulung Gampong Jawa.
“Biar orang ini pintar dan ada perubahan dengan kondisi orang tua mereka yang serba keterbatasan. Motivasi awal karena rasa peduli dengan melihat mereka yang merupakan calon generasi penerus. Mereka harus lebih baik dari kondisi mereka sekarang ini,” kata Maulidar, kepada kumparan (kumparan.com).
Anak-anak yang mengikuti proses belajar mengajar di Taman Edukasi Anak Pemulung adalah mereka yang juga mengenyam pendidikan di sekolah formal saat pagi hari. Secara keseluruhan anak-anak yang mengikuti proses belajar sebanyak 40 orang. Sebagian dari jumlah tersebut, merupakan anak yang sudah putus sekolah karena faktor ekonomi.
ADVERTISEMENT
“Seperti contoh ada anak-anak yang sudah tujuh tahun bersama kita. Sekarang sudah putus sekolah hanya sampai tingkat SMP dan tidak melanjutkan lagi ke jenjang selanjutnya,” kata alumni Bahasa Inggris UIN Ar-Raniry itu.
Maulidar menceritakan, sebagian anak-anak didikannya ada yang juga ikut bekerja membantu orang tua memulung. Kendati demikian semangat belajar mereka tetap tinggi.
Selama mengajar Maulidar tidak sendiri. Selama tujuh tahun ini, ia telah dibantu berbagai relawan yang ikut mengajar.
“Sejauh ini kalau saya ingat mereka (relawan) kadang sudah ada yang lupa karena banyak sekali. Jadi saya sangat berterima kasih kepada mereka yang telah ikut membantu berbagi dengan anak-anak ini,” kisahnya.
Momen Berkesan
Momen paling berkesan yang dirasakan Maulidar dan relawan lainnya adalah ketika melihat mereka bisa menjadi juara di sekolahnya. Tak hanya itu, semangat anak-anak yang masih mau belajar ketimbang bermain di sore hari juga membuatnya terharu.
ADVERTISEMENT
“Jam sore itu kan waktu mereka bermain tetapi mereka lebih memilih untuk belajar. Itu yang membuat saya bahagia dan berkesan dari mereka selama mengajar,” ucap Maulidar yang berprofesi sebagai Humas di Balai Diklat Pelayaran Kementerian Perhubungan Aceh.
Maulidar terdiam dan enggan menjawab saat ditanya soal bantuan dari pemerintah. Ia justru mengalihkan jawabannya dengan menyebut ada banyak orang yang telah mendukung kegiatannya selama ini.
“Banyak yang datang seperti organisasi mahasiswa, mereka membantu membawa peralatan tulis, buku, dan lainnya,” pungkas Maulidar.
Maulidan, salah seorang anak didik Maulidar, mengaku senang bisa ikut belajar. Alasannya karena ingin pintar dan sukses. “Senang bisa belajar sama kak Maulidar. Kami bisa belajar bahasa Inggris,” ucap Maulidan tersenyum malu.
ADVERTISEMENT