Menag Bicara Makna Isra Mikraj: Jangan Congkak dan Saling Menghina

8 Februari 2024 12:58 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pria sedang duduk sambil membaca ayat suci Alquran. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pria sedang duduk sambil membaca ayat suci Alquran. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Menag Gus Yaqut Cholil Qoumas bicara makna Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW yang tahun ini jatuh pada 8 Februari 2024. Ia menilai peringatan ini bisa jadi momentum umat Islam untuk selalu rendah hati.
ADVERTISEMENT
"Isra Mikraj menjadi momentum kembali menyadari bahwa kita hanyalah seorang hamba, Allah-lah yang Maha Besar dan Maha Esa," kata Yaqut dalam keterangannya di situs Kemenag, Kamis (8/2).
Katanya, manusia hanyalah makhluk kecil. Tidak semestinya sombong atau tinggi hati.
"Tidak semestinya seorang hamba berlaku sombong dan congkak sehingga suka mencaci dan menghinakan sesama, serta membuat kerusakan di atas bumi-Nya," jelas dia.
Selain itu, Isra Mikraj juga bermakna kita harus saling menjaga. Tidak menebar kebencian satu dengan lainnya.
"Isra Mikraj juga menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya terus menebar kedamaian dan kemaslahatan dalam hidup bersama," tuturnya.
Menteri Agama Gus Yaqut pimpin delegasi Amirul Hajj, Kamis (16/6/2022). Foto: Kemenag RI
Isra Mikraj dan Perintah Salat
Isra Mikraj adalah peristiwa perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Yerussalem (Isra), yang dilanjutkan ke Sidratul Muntaha atau langit ketujuh (Mikraj). Ulama berpendapat bahwa peristiwa ini terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian.
ADVERTISEMENT
Oleh-oleh terbesar dari peristiwa ini adalah perintah salat lima waktu. Secara etimologi, salat berarti doa (berpengharapan). Sedang terminologi, salat berarti ibadah berupa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
"Takbir atau 'Allahu Akbar' adalah bentuk penghambaan atas kemahabesaran Allah. Ini adalah pengakuan berdimensi tauhid, meng-esakan Allah, cermin kepatuhan dalam relasi vertikal antara hamba dan Tuhan," urai Menag.
Salat diakhiri dengan salam (doa keselamatan), sembari menoleh ke kanan dan ke kiri. Salam pada pengujung salat mengantarkan hamba dari ritual berdimensi spiritual kepada kesalehan sosial. Salam membangun kesadaran bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Karenanya, perlu terus diingatkan tentang pentingnya membangun kedamaian, persaudaraan, kerukunan, dan merekatkan ikatan kemanusiaan.
Ilustrasi perlengkapan salat. Foto: Shutterstock
Salat Cegah Perbuatan Keji dan Munkar
ADVERTISEMENT
Kata Menag, salat mencegah manusia dari perbuatan keji (fakhsya) dan munkar. Sebagian ulama menerjemahkan fakhsya sebagai sesuatu yang melampaui batas dalam keburukan (kekejian), baik ucapan maupun perbuatan, misalnya kemusyrikan, kekikiran, perzinaan, termasuk caci maki dan hinaan.
"Sedang munkar, sebagian ulama mendefinisikan sebagai segala sesuatu yang melanggar norma-norma agama dan budaya atau adat-istiadat suatu masyarakat," katanya.
Salat yang menjadi oleh-oleh Isra Mikraj Nabi Muhammad menegaskan bahwa agama dan kemanusiaan hidup berdampingan.
"Agama datang untuk memanusiakan manusia, dengan cara memelihara agamanya, jiwanya, akalnya, kehormatannya, dan hartanya."