Menag Jelaskan soal KUA buat Pernikahan Semua Agama: Bukan Mencampurkan Aqidah

18 Maret 2024 16:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan hasil sidang Isbat penentuan hari pertama puasa di Kantor Kementerian Agama RI, Jakarta, Minggu (10/3/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan hasil sidang Isbat penentuan hari pertama puasa di Kantor Kementerian Agama RI, Jakarta, Minggu (10/3/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Menag Yaqut Cholil Qoumas dicecar oleh anggota DPR dalam rapat kerja bersama Komisi VIII pada Senin (18/3). Ia dicecar soal rencana menjadikan Kantor Urusan Agama (KUA) untuk pernikahan semua agama, tidak hanya untuk agama Islam.
ADVERTISEMENT
Gus Yaqut menegaskan, Kemenag tidak akan menjadikan KUA sebagai tempat pernikahan semua agama. Tetap KUA jadi tempat pernikahan agama Islam.
"KUA, dari awal KUA tidak dalam konteks ketika ingin menjadikan KUA tempat inklusif bagi seluruh umat beragama, itu bukan konteks melaksanakan kegiatan agama apalagi soal perkawinan," kata Gus Yaqut di Gedung DPR, Senayan.
"Kemudian perkawinan umat Kristen, Katolik dan Buddha yang biasa dilaksanakan di tempat ibadah masing-masing terus digeser ke KUA, tidak demikian," jelas dia.
Eks Ketua Banser ini menjelaskan, gagasan ini muncul karena ada masalah besar yang perlu ia bereskan. Yakni masalah administrasi.
"Kami melihat ada kebutuhan penting yang menurut saya ini perlu untuk diberesi, ini bukan isu agama, tapi administrasi," ucap dia.
ADVERTISEMENT
"Pertama umat non-Muslim itu mencatatkan pernikahannya di kantor Dukcapil kabupaten/kota artinya ada 514 kantor Dukcapil," tambah dia.
Sementara KUA, Gus Yaqut mengatakan tidak berbasis kabupaten/kota melainkan kecamatan. Sehingga jumlah KUA lebih banyak dari kantor Dukcapil.
"Jadi jumlah kantor Dukcapil 10 persen dari jumlah KUA, yang kami bayangkan, sekarang sedang kita godok regulasinya, filosofinya sedang kita siapkan, bagaimana menjadikan pelayanan administrasi kependudukan terutama terkait pencatatan nikah warga non-Islam itu lebih mudah," kata Gus Yaqut.
Ilustrasi Kantor KUA Foto: ANTARA/HO-Kemenag
Gus Yaqut mengatakan, masalah pencatatan pernikahan antara umat Islam dan non-Islam yang dibedakan dikhawatirkan akan memicu konflik. Ia menilai seharusnya tidak perlu ada perbedaan terkait masalah ini.
"Ini bukan soal mencampurkan aqidah, agama. Ada yang boleh dicampur, ada yang enggak boleh sama sekali dicampur. Yang tidak boleh dicampur syariah, aqidah dalam Islam. yang boleh dicampuri itu administrasi, itu boleh-boleh saja," kata Gus Yaqut.
ADVERTISEMENT
"Ini administrasi, jadi menurut saya, mendekatkan pelayanan kepada yang wajib dilayani itu baik, kecuali dikatakan tidak, kita ini ingin membantu," tutur dia.
Ilustrasi buku nikah. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Lebih jauh, Gus Yaqut mengatakan masalah pencatatan administrasi pernikahan ini tidak bermaksud KUA memfasilitasi jika umat non-Islam ingin bercerai. Sebab prosesnya juga tidak mudah sebagaimana umat Katolik.
"Pegatan, cerai katolik kan enggak mudah, harus izin Vatikan, ini (KUA) hanya bantu pencatatan, bukan pegatan, pernikahan, hanya membantu pencatatan yang selama ini harus di kabupaten/kecamatan," jelas Gus Yaqut.
"Tapi regulasinya enggak ada, UU Perkawinan, Adminduk mengatur non-muslim pencatatan ada di Dukcapil. Jadi kami akan bicara dengan Kemendagri supaya KUA jadi perantara, tidak harus ke catatan sipil jadi bisa dibantu KUA," tutup dia.
ADVERTISEMENT