Menag soal Murur di Muzdalifah: Pertimbangan Hukum Fikih dan Keamanan Jemaah

10 Juni 2024 15:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menag Yaqut Cholil Qoumas didampingi Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh Hilman Latief menyampaikan ucapan selamat jalan kepada jamaah calon haji sebelum diberangkatkan ke Tanah Suci di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (12/5/2024). Foto: Sigid Kurniawan/ ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menag Yaqut Cholil Qoumas didampingi Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh Hilman Latief menyampaikan ucapan selamat jalan kepada jamaah calon haji sebelum diberangkatkan ke Tanah Suci di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (12/5/2024). Foto: Sigid Kurniawan/ ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penyelenggaraan ibadah haji 2024 akan menerapkan skema murur saat mabit (menginap) di Muzdalifah. Menag Yaqut Cholil Qoumas mengatakan hal itu dikaji dengan mempertimbangkan aspek hukum fikih dan keamanan jemaah.
ADVERTISEMENT
Mabit di Muzdalifah dengan cara murur adalah mabit yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah. Jemaah saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus (tidak turun dari kendaraan), lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina.
"Sudah ada beberapa pilihan skema murur. Karena memang kita tidak hanya boleh bicara sekadar bagaimana murur itu bisa dilaksanakan dengan mudah. Di situ, ada hukum fikih yang saya kira juga perlu didiskusikan," kata Gus Yaqut di Bandara Jeddah, Minggu (9/6/2024) malam.
Batu di Muzdalifah untuk lempar jumrah. Foto: Muhammad Iqbal/kumparan
Menurutnya, Kementerian Agama sudah berdiskusi dengan Mustasyar Diny atau Konsultan Ibadah yang memberikan justifikasi secara hukum dan kesimpulannya diperbolehkan.
Sejalan dengan itu, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) juga tengah mengatur skema murur yang paling memungkinkan. Sejumlah teknis pergerakan jemaah dikaji dan diperhitungkan.
ADVERTISEMENT
"Insyaallah segera difinalisasi skemanya, termasuk mempertimbangkan animo yang besar sekali dari jemaah haji untuk mengikuti murur ini. Mudah-mudahan hari ini bisa kita rumuskan yang terbaik buat jemaah dan memastikan bahwa murur itu bisa berjalan dengan lancar," katanya.
Jemaah haji berjalan untuk melempar jumrah hari ketiga menuju Jamarat di Mina, Arab Saudi, Jumat (30/6/2023). Foto: Wahyu Putro A/ANTARA FOTO
Menurut Gus Yaqut, skema murur menjadi ijtihad dan ikhtiar bersama dalam menjaga keselamatan jiwa jemaah haji Indonesia di tengah keterbatasan area di Muzdalifah.
Area yang diperuntukkan bagi jemaah haji Indonesia di Muzdalifah seluas 82.350 m2. Pada 2023, area ini ditempati sekitar 183.000 jemaah haji Indonesia yang terbagi dalam 61 maktab. Sementara ada sekitar 27.000 jemaah haji Indonesia (9 maktab) yang menempati area Mina Jadid. Sehingga, setiap jemaah saat itu hanya mendapatkan ruang atau tempat (space) sekitar 0,45 m2 di Muzdalifah.
ADVERTISEMENT
Sementara di 2024, Mina Jadid tidak lagi ditempati jemaah haji Indonesia. Sehingga, 213.320 jemaah dan 2.747 petugas haji akan menempati seluruh area Muzdalifah. Padahal, tahun ini juga ada pembangunan toilet yang mengambil tempat (space) di Muzdalifah seluas 20.000 m2.
Sehingga, ruang yang tersedia untuk setiap jemaah jika semuanya ditempatkan di Muzdalifah, 82.350 m2 - 20.000 m2 = 62.350 m2/213.320 = 0,29 m2.
Sebagian bus pengangkut jemaah haji dari Makkah ke Mina pada hari dimulainya puncak haji (Hari Tarwiyah 8 Zulhijah 1444 H/26 Juni 2023). Foto: Twitter/@makkahregion
Tempat atau space di Muzdalifah menjadi semakin sempit dan ini berpotensi sangat padat luar biasa yang jika dibiarkan akan dapat membahayakan jemaah.
Skema murur diprioritaskan bagi jemaah yang mengalami risiko tinggi (risti) secara medis, lanjut usia (lansia), disabilitas, berkursi roda, serta para pendamping jemaah (risti, lansia, disabilitas, dan berkursi roda).
ADVERTISEMENT
Direktur Bina Haji Arsad Hidayat menambahkan, pihaknya telah mendiskusikan masalah murur dengan pihak-pihak di Arab Saudi, baik Masyariq, Naqabah, maupun Kementerian Haji dan Umrah. Di Indonesia, hal ini juga telah didiskusikan dengan sejumlah ormas, baik NU, Muhammadiyah, Persis, Al Wasliyah, dan lainnya.
"Kami juga mendiskusikan hal ini dengan Mustasar Diny yang terdiri dari para ulama. Mereka juga mendukung terkait rencana skema murur yang dijalankan pemerintah. Waktu pelaksanaan murur mulai pukul 19.00 dan diharapkan selesai 22.00," sebut Arsad.
Hal ini, kata Arsad, berangkat dari pemikiran bahwa menjaga keselamatan jiwa itu menjadi hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar-tawar.