Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Retorika ancaman disampaikan bertubi-tubi baik oleh Presiden Donald Trump dan pemimpin Iran Ayatullah Khamenei. Iran walau tertinggal jauh dalam hal persenjataan dengan AS, tetap tidak bisa dianggap enteng. Iran tidak hanya memiliki kekuatan persenjataan, melainkan juga pengaruh di kawasan yang bisa merepotkan AS.
Lantas, bagaimana kekuatan militer Iran?
Menurut situs Global Fire Power yang memantau militer negara-negara di dunia, Iran berada di posisi 14 dari 137 negara dalam hal kekuatan militer. Sedangkan AS berada di posisi pertama disusul oleh Rusia, China, India, dan Prancis dalam ranking 5 besar. Sebagai catatan, Indonesia ada di posisi 16.
Iran punya dua jenis angkatan bersenjata, yakni pasukan reguler atau Artesh dan Korps Garda Revolusi Islam atau IRGC. Menurut Kementerian Pertahanan AS atau Pentagon, tugas Artesh adalah menjaga keamanan di dalam negeri, sementara IRGC memperluas pengaruh Iran di kawasan dengan melakukan perang proksi.
ADVERTISEMENT
Jumlah personel aktif Artesh adalah 350 ribu orang sedangkan IRGC 150 ribu, dengan cadangan sekitar 350 ribu personel. Jumlah ini jauh lebih kecil jika dibandingkan personel aktif AS yang mencapai hampir 1,3 juta orang dengan tentara cadangan 860 ribu personel.
Total anggaran belanja pertahanan AS mencapai USD 716 miliar, atau sekitar 113 kali lipat dibanding Iran yang hanya USD 6,3 miliar.
Anggaran tersebut juga tidak maksimal dibelanjakan karena Iran kesulitan mengimpor persenjataan karena sanksi dan embargo AS.
Iran hanya memiliki sekitar 500 pesawat tempur, 1.634 tank, dan 398 armada perang laut. Sementara AS memiliki 13.398 jet tempur, 6.287 tank, dan 415 armada perang laut, termasuk 24 kapal induk. Iran tidak punya kapal induk, angkatan laut Iran terbanyak adalah kapal selam berjumlah 34 unit.
ADVERTISEMENT
Namun Iran unggul dalam peluncur roket, yakni 1.900 unit sementara AS 1.056 unit. Inilah yang paling dikhawatirkan oleh AS. Menurut laporan Pentagon , Iran memiliki rudal balistik yang akan menjadi senjata utama mereka dalam menghadapi serangan udara musuh.
Bahkan menurut Pentagon, persenjataan rudal Iran terbesar di Timur Tengah, baik untuk serangan jarak pendek, menengah, atau jauh. Kekuatan rudal ini untuk menutupi kekurangan mereka dari sisi kekuatan udara. Rudal Iran bahkan mampu mencapai jarak hingga 2.000 kilometer.
Iran memiliki keuntungan dalam perang laut karena aksesnya yang strategis di Teluk Persia dan Selat Hormuz. Pentagon menyebut Iran bisa menutup akses tersebut bagi perdagangan dengan mengerahkan kapal-kapal perang mereka.
Jangan dilupakan juga soal kemampuan drone Iran. Pentagon mengatakan kemajuan teknologi pesawat nirawak (UAV) Iran mengkhawatirkan buat AS. Iran telah beberapa kali melancarkan serangan dengan drone di Suriah dan Irak.
ADVERTISEMENT
"Iran menggunakan ini untuk berbagai misi, termasuk intelijen, mata-mata dan penyusupan, dan serangan udara-ke-darat, dan mereka memiliki jumlah UAV yang terus bertambah," ujar laporan Pentagon.
Militer Iran juga memiliki strategi khusus jika berperang dengan AS, yakni memanfaatkan kekuatan proksi mereka di negara-negara tetangga. Sejak lama Iran dituding berada di balik kekacauan di Timur Tengah, di antaranya di Yaman, Suriah, atau Irak.
Kebanyakan mitra Iran di kawasan adalah kelompok milisi Syiah, seperti Houthi di Yaman, Kataib Hizbullah di Irak, atau Hizbullah di Lebanon. Yang memelihara koneksi dengan kelompok ini adalah Pasukan Quds, sayap intelijen IRGC, yang sebelumnya dipimpin Solemani.
Kelompok yang dibekingi Iran ini jadi ancaman bagi fasilitas AS di luar negeri jika perang terjadi. "Pemanfaatkan mitra, proksi, dan perang non-konvensional oleh Iran penting bagi strategi pencegan dan pengaruh mereka di kawasan," ujar Pentagon.
ADVERTISEMENT
"Iran memberikan dukungan finansial, politik, pelatihan dan material pada kelompok-kelompok termasuk Hizbullah, kelompok militan Syiah Irak, Houthi di Yaman, beberapa kelompok di Palestina, militan Taliban dan Syiah Bahrain," lanjut Pentagon lagi.
Live Update