Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Menanti Gerak Cepat KPU-Bawaslu Selesaikan Polemik Pencatutan KTP
17 Agustus 2024 9:38 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Pencatutan KTP warga Jakarta untuk dukung pasangan cagub-cawagub jalur independen, Dharma Pongrekun -Kun Wardana Abyoto memunculkan polemik. Mereka kesal karena nama mereka tiba-tiba ada dalam daftar pendukung pasangan tersebut.
ADVERTISEMENT
Banyak pihak menilai, ini adalah tindakan kecurangan, hingga pelanggaran berat pidana. KPU-Bawaslu pun diminta untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Seperti apa komentar mereka, berikut kumparan rangkum:
KPU Jakarta: Bila Usai Verifikasi Ada Pencatutan, Suara Pongrekun Dikurangi
Masyarakat yang merasa KTP nya dicatut, bisa melaporkan ke kantor KPU terdekat. Lantas, KPU akan melakukan verifikasi dan klarifikasi. Jika terbukti ada pencatutan, jumlah data pendukung pasangan calon tersebut akan dikurangi.
“Kalau klarifikasi terbukti benar, maka data tersebut bisa mengurangi jumlah dukungan pendukung bakal pasangan calon perseorangan,” kata Ketua Bidang Teknis Penyelenggara KPU Jakarta, Doddy Wijaya, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (16/8).
KPU Ditanya soal Sumber Data KTP Pongrekun: Bukan Kewenangan Saya
Sementara itu, KPU Jakarta tak bisa berkomentar banyak soal sumber data KTP itu. Ketua Bidang Teknis Penyelenggara KPU Jakarta, Dody Wijaya, menegaskan kejadian itu di luar kewenangan pihaknya.
ADVERTISEMENT
“Terkait sumber data atau KTP, tentu kami sebagai end user. Jadi KPU ini end user, soal sumber data KTP dan sebagainya, bisa ditanyakan ke bakal paslon, sumbernya dari mana, bagaimana cara mengumpulkan. Itu di luar dari kewenangan atau jangkauan kami,” kata Doddy.
Doddy beralasan, mereka hanya melakukan verifikasi faktual.
“Kami hanya melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual. Administrasi, sepanjang ada KTP-nya, ada pernyataan dukungan, maka kami nyatakan memenuhi syarat dalam verifikasi administrasi. Kami verifikasi faktual, dicocokkan KTP-nya, dicocokkan mendukung atau tidak mendukung,” jelasnya.
Lapor Pencatutan KTP Kasus Dharma Pongrekun Seperti Pinjol, Ini Respons KPU
Rumitnya pelaporan ke KPU terkait pencatutan KTP dukungan untuk calon independen Dharma Pongrekun dan Kun Wardana dikeluhkan warga. Salah satunya, warga pelapor harus foto selfie sambil memegang KTP seperti pengajuan pinjol.
ADVERTISEMENT
KPU menjelaskan, proses tersebut adalah sistem yang sudah dibuat, mengharuskan pelapor harus selfie bersama KTP.
“Ya itu kan sistemnya ya, makanya mungkin itu yang membuat tanggapan jadi tidak terlalu banyak ya di awal karena diminta KTP,” kata Doddy.
Doddy menambahkan, itu adalah salah satu cara otentifikasi KPU.
“Kenapa begitu? Khawatirnya ada tanggapan atau surat kaleng yang merugikan dari peserta Pemilu itu sendiri. Maka diminta otentiknya begitu. Kalau nggak silakan datang ke Kantor KPU untuk memberikan itu, jadi bisa langsung klarifikasi seketika,” lanjutnya.
Feri Amsari soal Pencatutan KTP untuk Dukung Pongrekun: Bisa Jadi Pidana Pilkada
Pengajar Hukum Tata Negara di Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai dugaan pencatutan data KTP untuk mendukung paslon di Pilkada Jakarta merupakan bentuk kecurangan. Feri menyebut, pencatutan tanpa persetujuan ini berpotensi menjadi perkara pidana.
ADVERTISEMENT
"Ini kecurangan Pilkada dan harus ditindak. Tidak hanya melanggar tapi juga potensial jadi pidana Pilkada," ujar Feri kepada kumparan, Jumat (16/8).
Meski demikian, harus dibuktikan terlebih dahulu apakah ada unsur kecurangan di balik pencatutan itu. Feri mengatakan, jika terdapat indikasi kecurangan, maka Bawaslu dan KPU harus bertindak.
"Jika benar Bawaslu dan KPU harus bertindak," ucap Feri.
Feri juga menilai, kasus ini selain masuk pada pidana Pilkada, bisa juga masuk pada pidana Pencurian Data. Namun, ia juga menegaskan bahwa duduk perkara kasus ini harus jelas terlebih dahulu.
"Jangan sampai ke kesimpulan itu dulu (kecurangan). Kecuali, KPU DKI tidak melakukan pemeriksaan," ucapnya.
Pencatutan KTP di Pilkada Jakarta Dinilai Cukup Masif, Bawaslu Harus Proaktif
Anggota Dewan Pembina Perludem sekaligus pengajar pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengomentari kabar pencatutan KTP sejumlah warga untuk mendukung calon independen Pilgub Jakarta, Dharma Pongrekun-Kun Wardana.
ADVERTISEMENT
Titi menyebut, pencatutan KTP bukanlah masalah baru dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Namun, menurutnya, yang saat ini terjadi cukup masif.
"Saya belum pernah menemukan pola seperti di Pilkada Jakarta. Karena ini bisa dikatakan cukup masif. Kenapa saya bisa katakan cukup masif? Tadi PBHI sudah menyebut ya menerima ratusan teman-teman yang mengadu," kata Titi dalam jumpa pers virtual, Jumat (16/8).
Bahkan, Titi sendiri mendapat banyak cerita dari teman-temannya yang juga mengalami pencatutan KTP itu. Jika ditotal, jumlahnya sekitar 50 orang.
Maka sudah seharusnya Bawaslu lebih proaktif menindaklanjuti masalah ini.
"Bawaslu tidak boleh menunggu, sekadar mengatakan 'kalau ada laporan kami akan proses'," ujar dia.
"Melihat informasi atau kemudian indikasi yang sudah beredar di masyarakat, mestinya Bawaslu itu proaktif, mengambil langkah aktif memproses, tanpa harus menunggu laporan. Apalagi kalau laporannya sudah masuk," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Titi soal Pencatutan KTP: Salah Gunakan Data Warga Pelanggaran Berat Pilkada
Bagi Perludem, pencatutan ini masuk ke pelanggaran berat pilkada. Karena, masuk dalam ranah penyalahgunaan data.
"Penyalahgunaan data warga itu merupakan pelanggaran berat di Pilkada," kata Titi dalam jumpa pers virtual, Jumat (16/8).
Titi mengungkapkan, dalam konsep keadilan pemilu, KPU bukan hanya memastikan memberikan perlindungan hak pilih warga. Namun juga memastikan calon yang dipilih memang layak.
"Perlindungan hak pilih warga juga harus dipastikan dia memilih memang calon yang berhak dan memenuhi syarat untuk dipilih. Itulah konsep keadilan pemilu," jelas pengajar pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.
"Tapi kalau orang yang tidak berhak kemudian menjadi peserta pemilu, itu adalah kejahatan pemilu," tegas dia.