Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi Jatim dan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan berkujung ke Benteng Kedung Cowek di Surabaya, Senin (9/9).
ADVERTISEMENT
Kedatangan mereka itu dilatari laporan sejumlah komunitas pemerhati sejarah atas dugaan perusakan Benteng Kedung Cowek oleh Tim Ahli Cagar Budaya Pemerintah Kota Surabaya pada 30 Agustus 2019 lalu.
Pantauan di lokasi, setidaknya ada empat dinding bangunan Benteng Kedung Cowek yang diduga telah dilubangi oleh pihak Pemkot Surabaya untuk diambil sampelnya guna melihat usia benteng.
Pemerhati sejarah dari komunitas Roode Brug Soerabaia, Ady Setyawan mengatakan, pengambilan dinding beton dari bagian Benteng Kedung Cowek tersebut keliru bila digunakan untuk mengukur usia benteng tersebut. Menurut dia, tindakan itu merusak bangunan sejarah.
“Menurut kami mengambil sampel seperti itu salah. Apalagi tidak ditutup. Begitu tidak ditutup besi terjadi oksidasi besi akan menyebabkan hancur (bangunan),” ujar dia.
ADVERTISEMENT
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan Adi Muhammad Said menjelaskan, pengeboran tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada bagian dinding lainnya.
Alasannya, bekas pengeboran dinding yang digunakan untuk mengambil sampel bakal mempercepat oksidasi bangunan dan menyebabkan kondisi bangunan keropos. Sehingga dapat mempercepat bangunan hancur. Terlebih kondisi bangunan berada di bibir pantai.
“Sebenarnya segala tindakan destruktif terhadap objek pasti berdampak merusak. Ada penanganan lanjutan, ada recoverynya. Ditutup begitu loh supaya tidak masuk oksigen ke dalam yang bisa menggerogoti, (agar) tidak masuk air, begitu kan. Tapi yang perlu kita tahu lah tujuan mengambil sampel untuk apa,” terang Andi.
Sementara itu, menurut Andi perusakan tersebut berpotensi pada ancaman pidana. Berdasarkan informasi yang dihimpun, bangunan Benteng Kedung Cowek masih diusulkan menjadi cagar budaya.
ADVERTISEMENT
Andi menyebut, Tim cagar budaya Pemkot Surabaya tak perlu mengambil bagian bangunan tersebut untuk mengukur usia Benteng Kedung Cowek. Tim cagar budaya bertugas untuk mencocokkan data yang sudah dikumpulkan berdasarkan bukti sejarah yang ada. Misal, blue print bangunan, arsip baik koran maupun catatan sejarah lainnya dari Benteng Kedung Cowek.
“Melakukan pengeboran untuk menentukan usia, itu kurang tepat. Kecuali, pengeborannya untuk mengetahui struktur, kekuatannya itu. Padahal, data tentang pembangunan sudah ada dari beberapa laporan yang dikumpulkan. Tahun 1900 itu datanya masih banyak tak perlu pengeboran untuk mengetahui umurnya,” ungkapnya.
“Pengeboran tersebut untuk mengukur lapisan tanah (saja) yang bisa dilakukan (bukan beton),” tambahnya.
Andi menegaskan, pihaknya bakal menindaklanjuti polemik ini dengan melakukan komunikasi kepada tim cagar budaya Pemkot Surabaya. Menurut Andi, hal itu untuk memperjelas dan menyelesaikan perkara tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kami mencoba berhubungan dengan mereka untuk koordinasi (dengan pemkot) supaya menyampaikan yang harus dilakukan itu ini. Kondisinya sudah sepertinya,” ujar dia.
Benteng tersebut dibangun oleh pemerintah Hindia-Belanda untuk melawan Jepang saat Perang Pasifik. Pemerintah Hindia-Belanda menyiapkan sejumlah meriam besar dan ribuan amunisi di balik gudang-gudang beton Benteng Kedung Cowek.
Pembangunan benteng diawali dengan desain bangunan cetak biru Benteng Kedung Cowek. Cetak biru itu yang ditandatangani pada April Tahun 1900 oleh Kapten Zeni Jc Proper.
Usai Jepang kalah melawan sekutu, Benteng Kedung Cowek sempat digunakan oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) —sekarang TNI— dari pasukan Sriwijaya pada Pertempuran 10 November 1945. Pertempuran tersebut melawan tentara Sekutu yang dipimpin pasukan militer Inggris.
ADVERTISEMENT
Benteng Kedung Cowek telah didaftarkan sebagai cagar budaya sejak tahun 2015. Namun, hingga kini Benteng Kedung Cowek belum berstatus cagar budaya.