Menanti Pejabat Pelopor Tak Dikit-dikit Pakai Patwal di Jalan

1 Februari 2025 7:06 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrik motor Patwal. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrik motor Patwal. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Penggunaan patwal oleh pejabat publik untuk menerobos kemacetan menuai sorotan. Tak jarang banyak pengendara yang geram dengan sikap pejabat tersebut.
ADVERTISEMENT
Teranyar adalah mobil dinas RI 36 milik utusan Khusus Presiden, Raffi Ahmad, sempat jadi polemik. Aksi patwal dianggap arogan, belakangan Raffi menyampaikan permintaan maaf.
Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Tory Damantoro ikut mengkritisi penggunaan patwal tersebut. Ia menuturkan, hidup di kota artinya harus berdampingan dengan masyarakat lainnya. Kalau setiap orang ingin diprioritaskan akan terjadi kecemburuan sosial.
Menurutnya jika setiap pejabat mendapat patwal dan harus jadi prioritas, maka kemacetan akan semakin parah.
"Perhitungkan, sekarang setiap hari lebih dari 100-an kendaraan harus dikawal polisi menuju tempat beraktivitas, jalan-jalan di Jakarta akan semakin macet dan membikin pengguna jalan menjadi stress dengan bunyi-bunyian sirene kendaraan patwal. Jalan yang dibangun melalui pungutan pajak digunakan oleh masyarakat umum, tentunya semua masyarakat berhak menikmatinya, kecuali ada kekhususan bagi kendaraan tertentu sesuai Pasal 134 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," kata Tory, Jumat (31/1).
ADVERTISEMENT
Menurut Tory, pejabat publik harus menjadi pelopor angkutan umum. Atau setidaknya minimal sekali seminggu membaur dengan masyarakat. Ini penting agar pejabat tahu kondisi transportasi umum.
"Semestinya, pejabat negara membiasakan menggunakan angkutan umum, minimal sekali seminggu. Dengan bercampur dengan masyarakat umum akan mengetahui kondisi sebenarnya kehidupan masyarakat," jelasnya.

Minta Patwal Ditertipkan

Tangkapan layar - Potongan video yang menunjukkan petugas patwal mobil berpelat nomor RI 36 yang menunjuk-nunjuk sopir taksi. Foto: ANTARA/HO/X-@mafiawasit
Menurut Tory, tidak harus semua pejabat publik mendapat patwal. Terlebih kondisi lalu lintas Ibu Kota yang begitu padat.
Untuk itu, Tory menilai sebaiknya hanya Presiden dan Wakil Presiden saja yang menggunakan patwal.
"Dalam keseharian dengan hiruk-pikuk kemacetan di Kota Jakarta, sebaiknya pengawalan dibatasi untuk Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan pejabat negara yang lain tidak perlu dikawal seperti halnya Presiden dan Wakil Presiden," ujar Tory.
ADVERTISEMENT
"Jika memang perlu sekali harus rapat, angkutan umum di Jakarta di Jakarta sudah memberikan pelayanan yang cakupannya setara dengan kota-kota di dunia, yakni 89,5 persen wilayah Jakarta," lanjutnya.

Gunakan Angkutan Umum

Sejumlah penumpang menunggu kedatangan rangkaian kereta MRT di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta, Sabtu (28/12/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Tory mendorong penggunaan transportasi umum oleh pejabat. Sebab angkutan umum sudah menjangkau semua kawasan pemukiman sehingga pejabat sekali pun dapat mengaksesnya dengan mudah.
"Di Kota Jakarta, semua perumahan dan kawasan permukiman sudah dilayani angkutan umum. Setiap keluar dari hunian di Jakarta, tidak sampai 500 meter kita dipastikan mendapatkan halte atau bus stop angkutan umum," imbuhnya.
"Artinya, ketersediaan layanan angkutan umum di Jakarta sudah sedemikian merata tidak jauh berbeda dengan kota dunia lainnya yang masyarakat dan pejabat sudah terbiasa menggunakan angkutan umum. Angkutan umum yang tersedia di Jakarta sudah beragam, seperti ojek, bajaj, mikrolet, bus, KRL, LRT hingga MRT," katanya.
ADVERTISEMENT

Respons Pejabat

Menteri Pariwisata, Fadli Zon menjawab pertanyaan wartawan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (31/1/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menanggapi terkait masalah patwal tersebut. Menurutnya yang terpenting sudah sesuai aturan.
“(Penggunaan patwal oleh pejabat) saya kira itu sudah ada aturannya lah itu,” ujarnya saat ditemui di gedung Parlemen, Jakarta pada Jumat (31/1).
“Kita kan ada Undang-Undang protokol ya, kita ikuti aja itu,” tambahnya.
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (31/1/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Sementara, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid khawatir pejabat tanpa patwal akan terlambat saat datang ke agenda rapat karena macet. Menurutnya masyarakat tidak akan suka kondisi tersebut.
“Ya, monggo saja masyarakat boleh berwacana dan semuanya berhak untuk kemudian memberikan penjelasan kan? Yang dipentingkan itu adalah agar semuanya bisa melaksanakan tugasnya dengan yang terbaik,” kata HNW di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (31/1).
ADVERTISEMENT
“Saya yakin juga warga juga tidak suka kalau kemudian rapat di lembaga-lembaga negara telat gara-gara pata peserta rapat tidak bisa datang tepat waktu karena kemacetan jalanan,” tambah dia.

Aturan Patwal

Aturan soal patwal termaktub dalam Pasal 65 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan. Ada kendaraan-kendaraan yang mesti didahulukan di jalan.
Berikut bunyi ayat 1:
Pemakai jalan wajib mendahulukan sesuai urutan prioritas sebagai berikut:
a. kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
b. ambulans mengangkut orang sakit;
c. kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas;
d. kendaraan Kepala Negara atau Pemerintah Asing yang menjadi tamu negara;
e. iring-iringan pengantaran jenazah;
f. konvoi, pawai atau kendaraan orang cacat;
ADVERTISEMENT
g. kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau menyangkut barang-barang khusus
Tidak ada spesifik mengatur soal pejabat di PP tersebut.
Ayat 2:
“Kendaraan yang mendapat prioritas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dengan pengawalan petugas yang berwenang atau dilengkapi dengan isyarat atau tanda-tanda lain."
Namun di Risalah Perkap No. 4 Tahun 2017 terkait pengawalan dan penugasan anggota Polri sebagai ajudan bisa diperuntukkan untuk para pejabat. Dari mulai menteri hingga kepala daerah.
Jadi, tidak ada kewajiban, tapi atas dasar permintaan.
Pasal 8
(1) Penugasan sebagai ajudan atau personel pengamanan dan pengawalan Pejabat Negara dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf e dan huruf f diberikan kepada:
a. Pejabat Negara Republik Indonesia Republik Indonesia;
ADVERTISEMENT
b. pejabat negara asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. mantan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia;
d. suami atau istri Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia;
e. kepala badan/lembaga/komisi;
f. calon Presiden dan calon Wakil Presiden Republik Indonesia; atau
g. pejabat lainnya atas persetujuan Kapolri. (2) Pejabat Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia;
b. Ketua/Wakil Ketua MPR;
c. Ketua/Wakil Ketua DPR dan DPD;
d. Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Agung;
e. Hakim Agung;
f. Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi;
Informasi penting disajikan secara kronologis
g. Ketua/Wakil Ketua Komisi Yudisial;
h. Ketua/Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;
i. Menteri atau pejabat setingkat Menteri;
ADVERTISEMENT
j. Gubernur/Wakil Gubenur; dan
k. Bupati atau Wali kota.
(3) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah paling banyak:
a. 2 (dua) personel untuk setiap pejabat, bagi penugasan sebagai ajudan; dan
b. 6 (enam) personel untuk setiap pejabat, bagi penugasan sebagai personel pengamanan dan pengawalan.
(4) Penugasan sebagai ajudan dan/atau pengamanan/ pengawalan dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.