Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
Sejak kecil, Marissa tak pernah membayangkan akan tinggal jauh dari Jakarta. Sebagai anak tunggal, dia selalu tumbuh dekat dengan keluarganya—dijemput pulang sekolah setiap hari, bahkan hingga SMA. Jakarta adalah rumah, dan tak ada alasan baginya untuk pergi jauh.
ADVERTISEMENT
Namun keadaan berkata lain. Setelah lulus dari Program Studi Fisioterapi Universitas Indonesia dan bekerja di sebuah perusahaan telemedicine khusus fisioterapi, Marissa harus ikut pindah ke Yogyakarta. Maklum, kantor pusat tempatnya bekerja dipindahkan ke sana.
"Pengen kembali ke Jakarta sebenarnya, karena seumur hidup enggak ada planning merantau," ujar Marissa kepada kumparan, Selasa (22/4).
Meski begitu, Marissa menyebut dirinya tak memiliki pilihan lain. Selain bekerja di Yogyakarta, dirinya bakal tetap bertahan untuk meninggalkan Jakarta. Terpenting, kata dia, Yogyakarta jadi tempat yang cocok untuk slow living.
"Kalau di Yogya yang orang-orang bilang slow living itu bener ya. Jadi kehidupannya santai, gak terburu-buru, orang-orang gak emosian, tenang. Kalau di Jakarta, kita mau berangkat kerja pagi-pagi aja macet, terburu-buru, apa-apa ngantri naik KRL," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Gaya hidup slow living memang kerap kali dijadikan parameter untuk menemukan kebahagiannya di tengah hiruk pikuk pekerjaan. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), burnout menjadi "fenomena pekerjaan" terkait dengan stres kronis di tempat kerja dan tidak berhasil dikelola oleh diri sendiri.
Melihat Pola Migrasi di Seluruh Indonesia
Berdasarkan publikasi BPS berjudul Statistik Migrasi Indonesia Hasil Long Form Sensus Penduduk 2020 yang dirilis pada 20 Juli 2023 lalu, Jakarta tak lagi menarik bagi para perantau. Sementara itu, ada beberapa provinsi di Indonesia yang justru menarik banyak pendatang. Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat mencatat angka migrasi masuk yang sangat besar dari seluruh penjuru Indonesia.
Terdapat 778.524 orang yang melakukan migrasi masuk risen ke Jawa Tengah. Diikuti Jawa Barat dengan jumlah migrasi masuk risen mencapai 716.469. Sementara di DI Yogyakarta, tempat Marissa tinggal, jumlah migran risen masuknya mencapai 178.885.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, pola pergeseran angka migrasi di suatu wilayah lebih tepat dilihat melalui data migrasi neto. Data ini menunjukkan perubahan bersih dalam populasi karena migrasi, baik itu masuk maupun keluar.
Dengan kata lain, migrasi neto merupakan selisih antara jumlah imigran (penduduk yang masuk) dan jumlah migran (penduduk yang keluar) di suatu wilayah dalam periode tertentu.
Perhatikan data angka-angka minus di sini.
Jakarta di sini maksudnya kehilangan 585.011 orang lantaran mereka yang masuk lebih sedikit ketimbang mereka yang keluar. Selain Jakarta, nasib yang sama juga menimpa Papua yang kehilangan 30.256 orang.
Sementara itu, terdapat provinsi-provinsi lain yang menunjukkan migrasi neto positif. Hal itu dapat dilihat dari jumlah migran risen yang masuk ke wilayah itu jauh lebih banyak daripada yang keluar.
ADVERTISEMENT
Di Jawa Tengah, jumlah migrasi neto mencapai 366.633. Selain Jawa Tengah, ada Jawa Barat yang juga menunjukkan hal serupa. Selisih jumlah migran masuk risen jauh lebih banyak dari migran risen yang keluar. Penambahannya mencapai mencapai 209.899 orang.
Skenario Mencari Nafkah di Luar Jakarta
kumparan lalu merangkum beberapa variabel bila memutuskan mencari nafkah di luar Jakarta. Mulai dari UMP, jumlah tenaga kerja, jumlah perusahaan, dan pertumbuhan ekonomi.
Begini elaborasinya.
Upah Minimum Provinsi (UMP)
Wilayah Jakarta masih jadi yang paling tertinggi dengan upah mencapai Rp 5.067.381. Kemudian ada Papua di posisi kedua dengan UMP Rp 4.024.270. Beberapa provinsi lain seperti Jawa Barat UMP-nya ada di angka Rp 2.057.495. Sementara DI Yogyakarta mencapai Rp 2.125.897. Adapun Jawa Tengah menjadi provinsi dengan UMP terendah yaitu Rp 2.036.947.
ADVERTISEMENT
Jumlah Perusahaan
Berdasarkan data Kemnaker, jumlah perusahaan yang terdaftar dalam sistem Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP) secara online di Indonesia pada Triwulan I Tahun 2025 mencapai 3.085.621 perusahaan.
Perusahaan mikro artinya memiliki 1-4 Tenaga Kerja. Adapun peruahaan kecil memiliki 5-19 tenaga kerja. Lalu perusahaan menengah memiliki 20-99 tenaga kerja. Kemudian perusahaan besar memiliki lebih dari 99 tenaga kerja Adapun tidak teridentifikasi berarti belum atau tidak melaporkan informasi tenaga kerja.
Jakarta berada di urutan ke-2 terbanyak dengan jumlah perusahaan mencapai 425.694. Sementara itu, wilayah Jawa Barat berada di urutan ke-1 yang memiliki jumlah perusahaan paling banyak mencapai 471.879.
Namun memang bila dilihat dari skalanya, Jakarta merupakan provinsi dengan jumlah perusahaan besar terbanyak, yaitu di angka 10.645. Diikuti dengan Jawa Barat 8.598
ADVERTISEMENT
Jumlah Tenaga Kerja
Di bawah ini adalah data akumulasi tenaga kerja peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan menurut provinsi. Datanya per Maret 2025.
Terlihat bahwa pekerja terbanyak saat ini ada di DKI Jakarta yaitu 7.813.606. Kemudian diikuti Jawa Timur di angka 4.847.443 dan Jawa Barat di angka 4.749.904.
Pertumbuhan Ekonomi
Wilayah Jakarta tidak masuk dalam 10 provinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi. Justru provinsi-provinsi lain seperti Maluku Utara bertengger di posisi pertama dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 13,73 persen. Ini adalah data pertumbuhan ekonomi daerah untuk tahun 2024.
Kemudian, Sulawesi Tengah berada di urutan ke-2 pertumbuhan ekonomi tertinggi mencapai angka 9,89 persen. Disusul dengan Kalimantan Timur dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 6,17 persen.
ADVERTISEMENT
Jakarta sendiri mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 4,9 persen, menempatkannya di posisi nomor 18 nasional. Meski berada di tengah, nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Ibu Kota menjadi yang terbesar di Indonesia dengan angka Rp 3.679,36 triliun.
Adapun provinsi dengan PDRB terbesar nomor dua dan nomor tiga adalah Jawa Timur di angka Rp 3.168,30 triliun, serta Jawa Barat sebesar Rp 2.823,34 triliun.