Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Suara petir yang keras terdengar jelas dari rumah Salam (64) malam itu, Jumat (3/3). Ketika itu, hujan sedang lebat-lebatnya. Salam awalnya menduga petir tersebut menyambar gardu PLN di sekitar rumahnya di Bendungan Melayu, Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara.
Ia pun mengecek ke depan rumah untuk mengetahui titik sambaran petir. Tetapi Salam justru mencium bau gas yang menyengat. Bau gas tersebut menurut warga tercium sampai radius 1 km.
“Pas (sambaran petir) kedua kali, (muncul) ledakan,” kata Salam kepada kumparan di Jakarta Utara, Rabu (8/3).
Di depan mata Salam, kobaran api menyambar ke berbagai arah mengikuti sebaran gas. Salam bergegas keluar dari rumah bersama istri dan anak perempuannya, Aci Mulyanti. Ia sempat berencana berkendara menuju jalan besar dengan motor tuanya. Tetapi dalam keadaan panik itu, motor tua Salam tak kunjung menyala.
Saat sudah berada di titik aman, Aci teringat sejumlah dokumen penting masih tertinggal di rumah. Khawatir kebakaran menyambar rumah dan melahap dokumen-dokumen itu, Aci kembali ke kediamannya.
“(Padahal) sudah saya larang, karena napas saja saya enggak mampu,” ucap Salam.
Aci akhirnya bisa menyelamatkan dokumen-dokumen penting itu, tapi ia jatuh pingsan saat hendak kembali ke titik aman. Kini ia dirawat di RS Pusat Pertamina , Jakarta Selatan.
“Orang banyak yang pingsan, enggak tahan (bau) gas itu. Warnanya putih kabut, jarak 5 meter enggak kelihatan,” kata Salam.
Dari temuan sementara, sumber kebakaran tersebut berasal dari kebocoran pipa penerimaan BBM pada pukul 19.33 WIB. Dalam unggahan di akun Instagram Menteri BUMN Erick Thohir, Direktur Logistik dan Infrastruktur Pertamina Erry Widiastono menduga ada masalah di saluran pipa penerimaan BBM dari kilang Balongan di Indramayu ke tangki di Depo Plumpang .
“Kami duga mampet, (lalu minyak) muncrat. Muncrat ini yang kami duga menyebabkan uap karbon,” kata Erry.
Kondisi makin parah karena pipa yang bocor terletak berdekatan dengan permukiman warga yang padat. Jaraknya hanya sekitar 28 meter. Sementara pagar terluar Depo Plumpang langsung berbatasan dengan jalan kampung di Jalan Tanah Merah Bawah.
Akibatnya, 19 warga tewas dalam insiden tersebut, 50 orang luka-luka, dan ribuan lainnya mengungsi sehingga kini tersisa 250 orang saja di permukiman padat itu.
Sebelum insiden kali ini, Depo Plumpang juga pernah terbakar pada 2009. Kala itu, kebakaran melanda sebuah tangki yang menampung 5.000 kiloliter BBM. Kebakaran itu terjadi saat pengecekan rutin dan menewaskan seorang petugas keamanan Depo Plumpang.
Pemerintah menyiapkan 2 opsi untuk mencegah kebakaran Depo Plumpang terulang: memindahkan Depo Pertamina ke lahan Pelindo atau membuat ruang kosong sebagai area penyangga (buffer zone) sekitar 50 meter dengan merelokasi permukiman warga.
Usulan soal buffer zone ini juga sempat mencuat pada 2009, namun kemudian menguap. Presiden Jokowi kini mengusulkan buffer zone berbentuk saluran air.
Dari amatan dan penghitungan kumparan melalui Google Earth, jarak antara tangki BBM Plumpang dengan rumah warga memang sangat dekat. Jaraknya hanya sekitar 26,2 meter. Begitu pula jarak antara pagar terluar depo dengan rumah warga hanya 4,16 meter.
Bukan Cuma Plumpang
Nyatanya, Depo Pertamina yang berdekatan dengan permukiman warga bukan cuma di Plumpang. Dari 50 terminal BBM Pertamina yang tercantum di laman PT Pertamina Patra Niaga, kumparan menghitung jarak antara: 1) tangki BBM dengan permukiman warga terdekat; 2) pagar terluar depo dengan permukiman warga terdekat; dan 3) pagar terluar depo dengan jalan umum.
Hasilnya, dari 50 terminal BBM, 19 depo di antaranya memiliki tangki timbun yang jaraknya kurang dari 50 meter dari rumah warga. Lima Depo Pertamina yang tangki timbunnya paling dekat dengan rumah warga ialah Depo Sibolga, Depo Samarinda, Depo Pengapon di Semarang, Depo Plumpang di Jakarta Utara, dan Depo Jambi.
Jarak tangki BBM di Depo Sibolga, Sumatera Utara, merupakan yang terdekat dari rumah warga, hanya sekitar 14,4 meter. Sedangkan jarak pagar terluar Depo Sibolga dengan rumah warga hanya 7 meter. Selain itu, tak ada jarak antara pagar terluar depo dengan jalanan umum di Jalan Badar.
Dari amatan citra satelit di Google Earth, tangki BBM di Depo Sibolga dan permukiman warga belum sedekat itu pada 2005. Saat itu, masih ada buffer zone berupa tanah lapang sekitar 30 meter antara tangki lama dengan pagar terluar depo. Baru pada 2017, tampak ada pembangunan tangki BBM baru di dekat pintu keluar masuk Depo Sibolga. Bejana baru itulah yang membuat jarak tangki BBM dengan permukiman warga menjadi dekat.
Kondisi serupa juga terjadi di Depo Samarinda. Jarak tangki BBM dengan rumah-rumah warga hanya 18,2 meter. Sementara jarak pagar terluar depo dengan rumah warga 3,75 meter. Bahkan, tak ada jarak antara tembok terluar depo dengan jalan warga di Gang Manunggal VI.
Seperti di Depo Sibolga, tangki BBM Depo Samarinda yang mendekati rumah warga adalah tangki baru. Dari citra satelit, tangki tersebut diperkirakan dibangun pada 2019. Sebelumnya, masih ada buffer zone sekitar 42 meter antara tangki lama dengan pagar terluar depo.
Dekatnya tangki BBM dengan rumah warga juga terlihat jelas di Depo Pengapon, Semarang. Jaraknya hanya sekitar 20 meter. Adapun jarak pagar terluar depo—yang hanya terbuat dari kawat—dengan rumah warga cuma 10 meter. Sementara jarak pagar kawat dengan jalan warga di Jalan Purnasari Raya hanya sekitar 4 meter.
Depo Jambi pun termasuk lima teratas terminal BBM Pertamina yang jarak tangkinya dengan rumah warga sangat dekat, hanya terpisah jarak 28,9 meter. Sementara jarak pagar terluar Depo Jambi dengan rumah warga hampir menempel, cuma berjarak kurang dari 1 meter.
Merujuk Keputusan Dirjen Minerba ESDM Nomor 309.K/30/DJB/2018, terdapat aturan jarak aman minimum untuk penempatan tangki timbun BBM sesuai kapasitasnya. Berikut detailnya:
Berdasarkan Pasal 28 ayat 1 Permenaker 37/2016 tentang Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja Bejana dan Tangki Timbun, lokasi tangki timbun harus dipasangi pagar pengaman dengan jarak minimal 25 meter dari dinding tangki.
Hidup Tak Nyenyak Dekat Tangki Minyak
Dekatnya depo—apalagi tangki BBM—dengan permukiman membuat warga yang tinggal di sekitarnya hidup tak nyenyak. Kebakaran di Depo Plumpang membuat warga semakin waswas.
Wati, perempuan 60 tahun yang tinggal di dekat Depo Pengapon, Semarang, khawatir insiden serupa Plumpang terjadi di tempat tinggalnya. Apalagi tangki BBM di Depo Pengapon terlihat jelas dari rumahnya.
“Waktu kejadian di Plumpang takut banget. Jadi mikir kalau di sini (Depo Pengapon) bagaimana. Soalnya di sini benar-benar dekat sama depo,” kata Wati kepada kumparan di Semarang, Kamis (9/3).
Rasa cemas semakin membuncah lantaran warga beberapa kali mencium bau BBM ketika sedang ada pengisian di depo. Kegelisahan warga itu diamini Ketua RT setempat, Slamet Sukamto. Ia bukannya tak pernah melihat insiden di depo.
Seingat Slamet, selama puluhan tahun tinggal di lingkungan itu, ia cuma sekali melihat insiden kebakaran di depo, sekitar tahun 1970 atau 1980-an. Kala itu ada ceceran bensin di parit sekitar depo yang tersulut kabel putus sehingga menimbulkan kobaran api.
“Tapi tidak besar seperti di Jakarta (Plumpang),” kata Slamet.
Arif Fauzi, lelaki 45 tahun yang tinggal di sekitar Depo Tanjung Perak, Surabaya, setali tiga uang dengan Wati. Ia juga takut hidup berdekatan dengan tangki minyak Pertamina.
Tempat tinggal Arif di Jalan Teluk Betung hanya berjarak 36 meter dari tangki BBM. Ia dan tetangga-tetangganya pun tak pernah mendapat pelatihan untuk menghadapi kebakaran.
“Rasa takut pasti ada, tapi gimana lagi? Semua takdir, sudah ada yang ngatur. Pasrah saja,” ucap Arif kepada kumparan di Surabaya.
Menurut Arif, pernah ada insiden kebakaran di Depo Tanjung Perak sekitar tahun 1990-an. Saat itu kobaran api lumayan besar meski tak sampai ke rumah warga.
“Saya sama orang tua sampai lari (mengungsi) ke Bungurasih (Sidoarjo),” kata Arif.
Kecemasan juga dirasakan warga di sekitar Depo Ujung Berung, Bandung, sekalipun jarak antara tangki BBM dengan permukiman penduduk cukup jauh, sekitar 165 meter. Permukiman tersebut dihuni sekitar 400 kepala keluarga, dan terpisah oleh rel kereta api dan tanah lapang dari lokasi tangki BBM.
Ketua RT setempat, Agus Kusheri, mengeluhkan tak adanya ruang terbuka untuk tempat berkumpul warga bila sampai terjadi insiden di depo. Hal ini tak ayal membuatnya waswas.
Agus dan warganya juga acap mencium bau gas yang diduga berasal dari depo. Bau itu pun tercium oleh kumparan yang bertandang ke lingkungan Agus. Namun, bau itu tak menyengat.
Purwoko, warga yang tinggal di dekat Depo Rewulu Yogyakarta, berpendapat bahwa kekhawatiran merupakan hal yang lumrah. Ia sendiri tak terlalu cemas karena jarak rumahnya dengan tangki BBM sekitar 200 meter.
Dari hitungan kumparan, jarak terdekat antara tangki Depo Rewulu dengan permukiman warga adalah 100–200 meter. Tangki BBM Depo Rewulu pun masih dikelilingi persawahan. Pihak Depo bahkan tiap beberapa bulan menggelar pelatihan simulasi kebakaran yang kadang mengajak dan melibatkan warga sekitar.
“Di sini sudah ada jalur evakuasi dan titik kumpul aman,” kata Purwoko yang bekerja sebagai awak mobil tangki di Depo Rewulu.
Prediksi seberapa besar radius paparan kebakaran pada tangki BBM di Depo Pertamina pernah diteliti Arifin Jati Sukma dan Rochim Bakti Cahyono dari UGM. Penelitian tersebut berjudul Risks of fire and explosion in long-standing fuel oil depots: implications in risk communication for workers and local residents to anticipate emergencies. Keduanya mengambil sampel penelitian di Depo Rewulu pada 2017.
Hasilnya, radius paparan bervariasi antara 13–20,7 meter tergantung besar tangki. Sementara radius radiasi panas mencapai 5–50 meter, tergantung besaran radiasi. Dan bila seseorang terkena kobaran api, waktu untuk mencapai luka bakar tingkat 2 mencapai 57–197 detik, tergantung jarak dari tangki.
Perlu Relokasi
Keberadaan permukiman dekat Depo Pertamina di sejumlah daerah jelas tak ideal. Menurut pakar tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga, penentuan lokasi depo oleh Pertamina pasti sudah melalui sejumlah pertimbangan. Salah satu pertimbangan yang krusial adalah: tidak dekat dengan permukiman warga.
Namun, ujar Nirwono, warga kadang menempati lahan kosong yang seharusnya menjadi buffer zone. Ia mencontohkan kasus di Depo Plumpang.
Di Plumpang, warga tidak memiliki legalitas atas tanah, tetapi pada 2013 bisa memiliki KTP dengan alamat di atas tanah itu, dan pada 2021 bisa mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diterbitkan Pemprov DKI Jakarta pada. Padahal syarat penerbitan IMB adalah kepemilikan sertifikat tanah.
Menurut Nirwono, kondisi pelik itu terjadi karena adanya pembiaran dan ketidaktegasan pemerintah dalam melindungi Depo Plumpang sebagai objek vital nasional.
Dari informasi yang diterima kumparan, Pertamina menyadari perlunya buffer zone. Namun Pertamina tak berwenang untuk menangani dan memindah permukiman yang berada di sekitar Depo.
Dilihat di peta daring Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang menampilkan data geospasial tiap wilayah, lokasi rumah warga yang terbakar di timur laut Depo Plumpang tampak berwarna kuning dengan status Hak Guna Bangunan (HGB).
Sementara permukiman padat penduduk di utara Depo Plumpang yang berdekatan dengan tangki BBM masih berwarna hijau dengan status lahan kosong. Hak atas lahan tersebut diindikasikan belum terbit.
Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta, Wartomo, menyatakan pihaknya tengah mengidentifikasi legalitas lahan di Depo Plumpang dan sekitarnya. Hasil pengecekan itu akan digunakan untuk merumuskan solusi masalah yang tak kunjung tuntas selama berpuluh tahun.
Bagaimana status lahan di permukiman sekitar Depo Pertamina lainnya?
Berdasarkan peta daring BPN, lahan permukiman warga yang dekat dengan tangki BBM Depo Sibolga telah berstatus hak milik atau SHM. Begitu pula lahan rumah warga di dekat tangki BBM Depo Samarinda, Depo Jambi, dan Depo Pengapon di Semarang.
“(Lahan rumah warga) semua sudah SHM,” kata Slamet, Ketua RT di dekat Depo Semarang.
Namun, tak demikian dengan lahan warga di dekat Depo Tanjung Perak, Surabaya. Dari peta daring BPN, rumah warga di Jalan Teluk Betung, Perak Utara, Paben Catian, berada di lahan yang berstatus hak pengelolaan (HPL) seluas 3,2 juta meter persegi.
Warga setempat, Arif Fauzi, menyebut rumahnya berdiri di atas lahan Pelindo. Ia diizinkan menempati lahan tersebut karena mengantongi surat hijau atau Surat Izin Pemakaian Tanah. Surat hijau hanya beredar di Surabaya dan diterbitkan Pemkot Surabaya untuk warga yang bermukim di atas lahan pemerintah.
“Di sini pakai surat rumah enggak resmi. Kebanyakan surat hijau,” kata Arif.
Pakar tata ruang Universitas Indonesia, Ahmad Gamal, berpendapat bahwa dari segi perencanaan kawasan, fungsi yang tak sesuai seharusnya direlokasi. Namun, rumitnya, kewenangan penataan ruang oleh pemda dan pencatatan tanah oleh BPN sebagai wakil pemerintah pusat terkadang tak sinkron.
“Semisal pemda merencanakan kawasan tertentu harusnya jadi ruang terbuka hijau, namun secara turun-temurun ternyata ada orang yang menguasai lahan tersebut karena proses jual belinya legal—bisa didaftarkan ke Kanwil BPN dan mendapatkan sertifikat,” jelas Gamal.
Nirwono Joga menilai, demi mencegah terulangnya petaka serupa Depo Plumpang, warga di berbagai daerah yang bermukim dekat dengan terminal BBM harus direlokasi. Sebab keberadaan Depo BBM sebagai objek vital nasional perlu dipertahankan.
Berkaca dari kasus Plumpang, sambung Nirwono, luas buffer zone seharusnya minimal 1 kilometer. “Karena 1 km masih tercium bau gas. Keamanan dan keselamatan warga dalam jangka panjang harus diperhatikan. Jarak tidak boleh ditawar-tawar.”
Pun begitu, salah satu korban kebakaran Depo Plumpang, Salam, menolak direlokasi. Ia justru meminta Depo Plumpang yang memiliki kapasitas 324 juta liter dan memasok 20% BBM nasional agar dipindahkan ke tempat lain.
Sementara di Sibolga, Aliansi Tapanuli Raya pernah meminta Presiden Jokowi memindahkan Depo Sibolga pada 2019. Adapun di Samarinda, pihak Pemkot bahkan telah bersurat kepada manajemen Pertamina untuk memindahkan Depo Samarinda ke tempat lain.
Berbeda dengan situasi di Semarang, menurut Ketua RT setempat, mayoritas warga sudah setuju direlokasi. Ia menyebut pernah ada pendataan dari Pertamina terhadap 300 kepala keluarga di dekat Depo Pengapon pada 2009.
“Warga sudah setuju dipindahkan saat itu, tapi sampai sekarang tidak ada tindak lanjut, hilang begitu saja,” kata Slamet.
Di sisi lain, Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN meminta Pertamina melakukan audit risiko terhadap seluruh fasilitas penyimpangan BBM yang mereka miliki.
“Segera audit kilang-kilang kita (Pertamina), mana yang terlalu dekat dengan masyarakat, dan solusinya apa. Jangan menjadi kendala terus di kemudian hari. Jangan anggap remeh hal-hal seperti ini,” kata Erick Thohir.
VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menyatakan korporasinya akan membuat buffer zone sesuai standar keselamatan di sekitar Depo minimal 50 meter. Depo Plumpang menjadi pilot project bagi terminal BBM lainnya.
"Hal ini sangat penting demi keselamatan warga. Karena tinggal di area buffer zone sangat berbahaya. Harapannya Plumpang nanti jadi percontohan untuk obvitnas lain," tutup Fadjar.