Menciptakan Kesejahteraan dari Rawa: Laporan dari Kalimantan Selatan

2 September 2019 12:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Purwanto, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kolam Kiri Dalam I. Kolam Kiri Dalam adalah salah satu desa yang menikmati program Serasi dari Kementerian Pertanian. Foto: Deshana Ryan Prasastya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
com-Purwanto, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kolam Kiri Dalam I. Kolam Kiri Dalam adalah salah satu desa yang menikmati program Serasi dari Kementerian Pertanian. Foto: Deshana Ryan Prasastya/kumparan
“Ini tanam ketiga,” kata Sugeng Hariyanto, 48 tahun, di depan sepetak sawah rawa yang padinya mulai menguning di Desa Kolam Kiri Dalam, Kuala Barito, Kalimantan Selatan, Rabu (14/8). Ia mengatakan itu dengan wajah penuh kebanggaaan. Bagaimanapun, bisa sudah memasuki periode tanam untuk ketiga kalinya di bulan Agustus adalah sebuah prestasi tersendiri.
Sugeng menyebut, sejak mencoba menanam varietas padi bernama Panther, ia dan kelompok tani di Kolam Kiri Dalam mampu panen hanya dalam satu setengah bulan hingga dua bulan setelah tanam. Tetapi bukan hanya varietas benih saja yang mendukung keberhasilan Sugeng dan petani lainnya di Kokida — demikian singkatan untuk Desa Kolam Kiri Dalam — bisa panen berkali-kali dalam satu tahun. Ada dukungan lain seperti cuaca dan, yang terpenting, lahan.
Satu-dua dekade lalu, petani seperti Sugeng di Kokida bahkan akan bersyukur jika mereka bisa tanam dan panen satu kali saja sepanjang tahun. Pasalnya, lahan pertanian di Kokida memang bukan lahan biasa. Kokida sejatinya adalah sebuah rawa besar, yang terbenam air dengan tingkat keasaman yang tinggi di hampir sepanjang tahun. Dengan kondisi seperti itu, padi tidak bisa ditanam.
com-Lahan pertanian di Kokida. Dulunya, area ini merupakan sebuah rawa besar. Foto: Deshana Ryan Prasastya/kumparan
Padi memang tidak bisa menerima terlalu banyak air. Ini agak berbeda dengan pandangan awam tentang sawah, yang selalu identik dengan tanah becek atau bahkan tergenang. Agar sawah bisa menghasilkan padi dan hasil panen yang baik, ia tidak bisa terus tergenang dengan kondisi air yang ekstrem. Perlu ada pengaturan air yang cermat agar hasil panen bisa maksimal.
“Pada umumnya, padi itu tidak memerlukan air banyak. Tetapi harus ada kelancaran dalam pengaturan airnya,” kata Purwanto (52), Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kolam Kiri Dalam I. “Aslinya, tanah di sini itu tanah produktif. Cuma tata kelolanya—termasuk sistem pengairannya—saja yang belum betul.”
Sampai satu dekade lalu, sistem pengelolaan air untuk lahan sawah di Kokida memang masih manual. Ada saluran air yang besar yang diarahkan sana, tetapi kondisinya kurang terurus. Hasilnya, sawah petani tidak mampu mengatur air yang masuk ke sawah dengan baik. Petani pun hanya bisa panen sekali setahun.
“Sebelumnya penuh suket (rumput) itu,” kata Purwanto, di pinggir saluran air besar yang melintas di dekat lahan sawah yang ia miliki. “Air ya enggak bisa mengalir.”
Imbasnya, petani-petani seperti Purwanto dan Sugeng harus mencari pekerjaan lain untuk mengisi waktu. Purwanto sempat membuka warung di rumahnya untuk menambah pemasukan. Sugeng, sementara itu, mengambil pekerjaan untuk menggarap sawah milik orang lain.
Semuanya berubah ketika petani mulai bisa mengatur air dengan lebih baik. Mulai sekitar 2012, petani-petani di Kokida mulai bisa panen hingga dua kali setahun. Meski begitu, masalah air belum selesai. Saluran sudah ada, tetapi sering bermasalah karena tidak rutin dikeruk.
com-Purwanto sedang mengatur pintu air yang mengatur arus air dari saluran sekunder ke saluran konektor. Foto: Deshana Ryan Prasastya/kumparan
Untuk menyelesaikan persoalan inilah, peran pemerintah menjadi begitu penting. Sebab, dengan saluran irigasi yang begitu besar, para petani tidak bisa hanya mengandalkan tangan dan alat-alat seadanya untuk merevitalisasi saluran air. Dibutuhkan alat-alat berat, namun tentu saja para petani seperti Purwanto tidak bisa membayarnya.
Beruntunglah mereka; pada 2018, ada titik terang yang membahagiakan.

Serasi, Siasat Kementan Meningkatkan Produktivitas Lahan Rawa

Pada 2018 lalu, Kementerian Pertanian melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) membuat sebuah terobosan dengan menghadirkan program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani atau Serasi. Sesuai tajuknya, program ini memang diarahkan sebagai usaha pemerintah untuk mengoptimalkan lahan rawa yang jumlahnya sangat banyak di seluruh nusantara, untuk menjadi lahan persawahan yang produktif.
com-Sebuah kanal air di Desa Kolam Kiri Dalam. Saluran air ini memastikan lahan persawahan di Kokida terus mendapatkan air dalam jumlah yang lancar sepanjang tahun Foto: Rony B. Kuncoro/kumparan
Tujuannya apalagi kalau bukan untuk meningkatkan produksi pangan Indonesia. Ini menjadi penting karena selama beberapa tahun terakhir, peningkatan produksi pangan di Indonesia masih kurang signifikan. Menurut data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan produksi padi dari 2016 ke 2017 hanya 2,33 persen.
Pertumbuhan jumlah lahan sawah di Indonesia juga cenderung stagnan. Dalam data yang sama, diketahui bahwa peningkatan jumlah lahan panen di Indonesia hanya 1,88 persen. Fakta tersebut jadi agak mengkhawatirkan karena di sisi lain, konsumsi pangan nasional diprediksi akan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia.
Itulah mengapa Kementan melalui Ditjen PSP mulai menengok ke lahan rawa. Menurut data Kementan, Pulau Kalimantan memang memiliki lahan rawa yang masih luas, hingga mencapai 10,6 juta hektare, mayoritas di wilayah selatan Pulau Kalimantan. Selain Kalimantan, lahan rawa juga cukup melimpah di pesisir timur Pulau Sumatera dan di wilayah selatan Pulau Papua.
“Indonesia ini mempunyai potensi. Lahan rawa lebak ini lebih kurang 34 juta hektare dan berdasarkan penelitian para ahli, ada lebih kurang 17 juta hektare yang dapat dijadikan sebagai lahan pertanian produktif,” terang Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Sarwo Edhy.
com-Grafis potensi lahan rawa di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian Foto: PSPKementan/YouTube
Program Serasi juga datang ke Kokida. Salah satu program yang dijalankan di Kokida lewat program Serasi tahun 2019 ini adalah pengerukan dan pembersihan saluran air, baik saluran sekunder, tersier, maupun mikro. Purwanto menjelaskan, pengerukan saluran air menjadi program pertama yang diwujudkan lewat kerja sama Ditjen PSP dengan para petani di Kokida I.
“Jadi kita diberi bantuan yang jelas, satu untuk pembersihan sungai, yang kedua pembikinan saluran kolektor, yang ketiga pemasangan gorong-gorong, dan yang keempat adalah pembikinan saluran mikro,” terang Purwanto.
Sarwo Edhy menjelaskan, pembenahan sarana dan prasarana memang merupakan salah satu fokus program Serasi. “Sawah rawa itu, kalau kemarau itu kering dan jika musim hujan itu tergenang air,” katanya. “Sehingga bagaimana supaya hal ini bisa kita atasi, tentunya dengan mengatur tata kelola air.”
“Program Serasi ini juga meliputi perbaikan lahan sawah rawa. Sistem tata air kita atur, dan infrastruktur lain yang dibutuhkan kita penuhi seperti alat olah lahan, traktor roda dua, traktor roda empat,” lanjutnya.
Berkat pengelolaan air yang lebih baik karena program Serasi, produktivitas lahan pertanian di Kokida pun membaik. Imbasnya, kesejahteraan petani pun mengalami peningkatan. Purwanto bahkan menyebutnya sebagai perubahan drastis.
“Jelas ada perubahan. Perubahan drastis, bahkan. Ini kalau kita bicara dulu tahun 2012, banyak rumah itu yang pakai atap rumbia,” cerita Purwanto kepada kumparan di rumahnya, yang atapnya tak lagi berupa rumbia tetapi atap genting.
com-Purwanto di rumahnya. Enam-tujuh tahun yang lalu, rumah Purwanto dan para petani di Desa Kolam Kiri Dalam lainnya masih beratap rumbia. Foto: Muhammad Rezky Agustyananto/kumparan
“Sekarang, dengan adanya program pemerintah supaya menanam (bibit) unggul, selain itu kita dibantu pemerintah untuk menanam jeruknya, pupuk… memang semuanya kita dibantu oleh pemerintah untuk meningkatkan hasil pertanian,” lanjutnya.
“Perubahan ya jauh sekali. Kita itu mengolah lahan jadi lebih cepat, terus kita satu tahun bisa dua kali, bisa tiga kali,” tambah Sugeng.
Bagi Kementerian Pertanian, harapannya tentu saja tidak hanya kesejahteraan petani yang bisa terkerek naik. Tetapi juga dengan program Serasi, potensi lahan rawa yang begitu besar di Indonesia bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia.
“Kita harapkan lahan rawa ini merupakan andalan masa depan bangsa Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan, dan menuju lumbung pangan dunia di 2045,” tutur Sarwo Edhy.
Artikel ini merupakan hasil kerja sama dengan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian