Mendulang Cuan dari Rumput Laut Papua

2 Desember 2021 17:02 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi rumput laut. Foto: Akbar Tado/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rumput laut. Foto: Akbar Tado/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Papua memang dikenal kaya akan keanekaragaman hayatinya. Selain punya banyak hutan dan terumbu karang, Papua juga terkenal sebagai penghasil rumput laut. Menurut sejumlah penelitian, rumput laut Papua dinilai menjadi salah satu yang berkualitas terbaik di dunia.
ADVERTISEMENT
Salah satu wilayah budi daya rumput laut di Papua adalah Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat. Sebagai komoditas unggulan yang masuk dalam skema investasi hijau, rumput laut kering dari Teluk Wondama dikirim ke berbagai daerah di Indonesia. Rumput laut tersebut merupakan hasil panen dari petani lokal di kampung.
Tahun 2020 lalu, Pemerintah Teluk Wondama melakukan pengiriman perdana 20 ton rumput laut kering ke Surabaya melalui Pelabuhan Manokwari.
Saat itu pembeli mengambil rumput laut secara langsung dari petani untuk kemudian dikirimkan. Rumput laut baru dikembangkan di sejumlah kampung yang tersebar di tiga distrik, yakni Distrik Roswar, Distrik Roon, dan Distrik Rumberpon.
Menurut Pejabat Sementara Bupati Teluk Wondama Abdulatief Suaeri, pada Selasa (27/10/2020), Teluk Wondama memiliki potensi perairan yang sangat luas untuk mengembangkan budi daya rumput laut.
ADVERTISEMENT
"Kita tidak butuh waktu lama untuk bisa menikmati hasil dan merawatnya pun tidak susah. Dalam 40 hari, rumput laut sudah bisa dipanen. Harga beli di petani mencapai Rp 6 ribu per kilogram, ini lumayan," jelasnya
Ia pun berharap masyarakat pesisir di distrik lain juga mulai membudidayakan tanaman air ini. Dengan luasnya wilayah perairan Teluk Wondama, hasil budi daya diperkirakan bisa mencapai 200 ton.
Rumput laut asal Papua pun banyak diburu negara-negara lain. Meski begitu, pembudidayaannya masih dalam skala kecil. Alhasil, belum mampu memenuhi permintaan pasar.
Gubernur Papua Lukas Enembe menyebut, potensi budi daya rumput laut Papua mencapai 18 ribu hektar yang tersebar di Saireri dan Mee Pagi, dua wilayah adat. Namun, usaha budi daya ini masih dikelola secara tradisional.
ADVERTISEMENT
"Padahal rumput laut bisa menjadi primadona bagi para pembudidayanya. Belum lagi ada potensi lain yang belum dikembangkan seperti teripang, kerapu, kepiting, dan beberapa jenis ikan lainnya. Untuk itu, saya imbau instansi terkait agar bisa mencari solusi untuk bisa mengembangkan komoditi ini," ujar Lukas, dikutip dari papua.go.id.
Petambak memanen rumput laut Gracilaria SP di areal tambak desa Pabean udik, Indramayu, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Di wilayah Provinsi Papua, rumput laut banyak dikembangkan di kampung Sarwandoridi, Distrik Kosiwo, Kabupaten Kepulauan Yapen. Daerah lainnya yang juga jadi fokus pengembangan adalah Biak Numfor dan Supiori.
Pada 2020, sentra budi daya rumput laut di daerah tersebut mampu memberikan hasil yang maksimal. Atas bantuan Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Provinsi Papua, panen bibit tahap kedua di wilayah Kepulauan Yapen mampu mencapai 500 kilogram basah, lebih banyak dari tahap awal yakni 150 kg.
ADVERTISEMENT
Untuk budi daya rumput laut ini, pihak DPK akan menyiapkan kultur jaringan sebagai penyiapan bibit. Tujuannya agar pengembangan rumput laut bisa berjalan secara berkelanjutan.
Budi daya rumput laut di Papua merupakan komoditas yang menjanjikan. Namun, selain memberikan bantuan fasilitas, hendaknya pemerintah memperhatikan jalur distribusi. Sebab, transportasi pengiriman rumput laut ini sangat berpengaruh terhadap harga di tingkat petani.
"Petani mendapat harga Rp 6 ribu per kilogram, sedangkan harga jual di Surabaya Rp 18 ribu. Ada kesenjangan yang cukup jauh, karena pembeli harus menanggung seluruh biaya operasional," kata Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Papua Barat, Prof. Dr. Charlie Danny Heatubun.