Meneladani Sosok Arsyad Sanusi, Hakim MK yang Langsung Mundur saat Terlibat Etik

2 Januari 2024 12:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsyad Sanusi. Foto: Andika Wahyu/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsyad Sanusi. Foto: Andika Wahyu/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kabar duka datang dari mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsyad Sanusi. Dia berpulang pada Senin (1/1) setelah 3 tahun terakhir bolak-balik rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Dia meninggal di usia yang hampir menginjak 80 tahun. Sanusi lahir di Bone, Sulawesi Selatan, 14 April 1944. Sanusi dimakamkan di San Diego Hills.
Arsyad Sanusi menjabat Hakim Konstitusi pada 29 Mei 2008. Jabatan itu dia dapatkan setelah berkarier 40 tahun di lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung (MA).
Lulusan hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar itu pernah beberapa kali menduduki jabatan kepala pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di sejumlah wilayah, dari Sulawesi, Jawa Timur, hingga Jawa Barat.
Karier kehakiman Sanusi dimulai setelah dia tamat Sekolah Hakim dan Jaksa Negara (SHDN) tahun 1963-1964 lalu diangkat sebagai Pengatur Hukum di PN Donggala, Sulawesi Tengah, tahun 1965.
Sepanjang kariernya sebagai hakim, Sanusi yang punya prinsip ‘jangan mengejar harta’ itu tergolong tak banyak menuai sorotan. Hingga kemudian dia mengundurkan diri sebagai hakim MK karena terkena etik.
ADVERTISEMENT
Dia mundur pada 2 Maret 2011 ketika terlibat kasus etik. Pada saat itu dia belum terbukti melanggar etik, tapi dia memilih mundur dengan alasan menjaga kehormatan Mahkamah Konstitusi.
"Saya menyatakan mengundurkan diri dengan hormat atau memohon pensiun dini dari jabatan hakim konstitusi," kata Arsyad Sanusi saat konferensi pers hasil Majelis Kehormatan Hakim di Jakarta, dikutip dari Antara.
Menurut dia pengunduran diri dilakukan dalam rangka menjaga keluhuran, kehormatan, dan martabat mulia hakim konstitusi.
Arsyad juga menghormati penilaian majelis kehormatan hakim yang menyatakan dirinya gagal dalam pertanggungjawaban moral mengawasi keluarga [anaknya Neshawaty, adik ipar Zaimar, serta bawahannya Makhfud] bertemu dengan pihak yang berperkara.
Kala itu, Majelis Kehormatan Hakim Mahkamah Konstitusi menilai Arsyad bersalah melanggar kode etik karena membiarkan anggota keluarganya berhubungan dengan pihak berperkara. Meski tidak terbukti terlibat secara langsung, tetapi Arsyad tetap dinilai bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
MKH merekomendasikan Arsyad untuk dijatuhi hukuman teguran tertulis. Akan tetapi, Arsyad lebih memilih untuk mengundurkan diri sebagai hakim konstitusi. Ia memilih mundur dengan alasan demi menjaga kehormatan dan nama baik MK.
"Sebagai hakim konstitusi saya tulus dan ikhlas menerima dan menghormati penilaian Majelis Kehormatan Hakim," tegasnya.
Arsyad juga menegaskan bahwa sikap untuk mundur menjadi hakim konstitusi untuk menjaga nama baik MK.
Dilansir dari laman Mahkamah Konstitusi, Sanusi yang memiliki nama panjang Muhammad Arsyad Sanusi itu memiliki pandangan sendiri terhadap MK. Baginya, hakim Mahkamah Konstitusi harus menggambarkan suatu peradilan yang berwibawa.
“Sebuah peradilan yang sukar dan tidak akan mungkin terjadi kolusi dengan sembilan orang hakim konstitusi,” kata dia.
Yang terpenting bagi dia adalah mewujudkan visi dan misi MK sebagai peradilan modern dan tepercaya, “Bagaimana masyarakat Indonesia betul-betul minded constitution.”
ADVERTISEMENT
Mundurnya Arsyad menuai pujian sejumlah pihak. Termasuk dari Mahfud MD yang kala itu menjabat Ketua MK.
Dikutip dari situs MK, Mahfud MD merasa haru sekaligus bangga. Sebab, selama menjabat Hakim Konstitusi, Arsyad telah bekerja dengan tepat dan cepat. Sifat ksatria yang dilakukan Arsyad dengan mengundurkan diri dinilai sangat membanggakan dan memang harus dilakukan oleh seorang negarawan.
Posisi Arsyad Sanusi kemudian digantikan oleh Anwar Usman. Karier Anwar Usman kemudian melejit hingga menjadi Ketua MK.
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman tiba di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, jelang sidang dugaan pelanggaran etik MKMK, Selasa (31/10/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Belakangan, Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Pelanggaran ini terkait Putusan MK Nomor 90 yang kontroversial yang mengubah syarat capres-cawapres. Putusan yang kemudian memuluskan jalan keponakan Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden.
ADVERTISEMENT
Sebagai sanksinya, Anwar Usman dicopot dari jabatan Ketua MK. Ia tetap menjadi Hakim MK. Saat ini, ia sedang mengajukan gugatan ke PTUN, meminta dikembalikan jabatannya selaku Ketua MK.
Terkait Putusan MK Nomor 90, Anwar Usman membantah pernah melobi hakim lain agar permohonan itu dikabulkan.