Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Menelisik Kaitan Harta Karun Sungai Musi dengan Sejarah Sriwijaya
20 September 2018 11:02 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Benda-benda bersejarah banyak ditemukan penyelam di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Sebagian besar penyelam mengklaim bahwa temuan mereka di dasar Sungai Musi itu adalah harta karun peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
ADVERTISEMENT
Menjawab klaim tersebut, sejarawan Kemas A.R. Panji, atau disapa Ari memberikan uraiannya. Menurut sejarawan Palembang ini, Sungai Musi merupakan sungai peradaban manusia dari berbagai zaman.
“Palembang ada beberapa periode yang dilewati, baik itu masa pra Sriwijaya artinya sebelum masa Sriwijaya, kemudian zaman Sriwijaya itu sendiri, kemudian kesultanan, masuk zaman kolonial,” jelas Ari saat berbincang dengan kumparan di Palembang pekan lalu.
Meski sudah melalui berbagai peradaban dan zaman, namun sebagain orang hanya tahu kalau Sungai Musi adalah tempat tinggal manusia di zaman Kerajaan Sriwijaya, mereka tidak melihat sejarah kesultanan dan zaman kolonialnya.
Menurut Ari, anggapan itu sah-sah saja. Apalagi banyak lembaga yang menggunakan nama Sriwijaya di daerah Palembang, seperti klab sepakbola, pupuk, dan nama lembaga pendidikan.
ADVERTISEMENT
“Orang kan sudah identifkasi Palembang tuh, identik dengan Sriwijaya, terbukti nama-nama Sriwjaya kan dipakai dalam semua lembaga,” kata Ari.
Embel-embel Sriwijaya ini nyatanya bukan hanya disematkan pada lembaga, tetapi juga digunakan untuk penemuan benda-benda kuno di Sungai Musi. Sehingga barang dianggap antik dan mahal.
“Supaya orang “ini Sriwjaya nih kuno nih,” tapi setelah diteliti bukan, misal seperti itu kan. Jadi menurut saya sah-sah saja kalau dalam dunia barang antik,” terangnya.
Untuk ciri khas barang peninggalan, lanjut Ari, biasanya terlihat dari ciri-ciri barang apa yang ditemukan penyelam. Misal menemukan topi perang yang terbuat dari baja. Topi itu sudah jelas bukan dari masa kerajaan tetapi dari masa kolonial. Baik dari Belanda maupun Jepang.
ADVERTISEMENT
“Kalau kita ketemu pedang, keris, itu bisa masuk zaman kesultanan atau kerajaan, tapi kalau ketemu yang lebih dalam lagi, benar-benar dari batu misalnya, bisa saja sebelum Sriwijaya,” tutur Ari.
Pemerintah perlu menghargai usaha penyelam pemburu harta karun di Sungai Musi dengan cara dirangkul dan diberikan kompensasi atas temuan mereka.
“Penyelam itu mereka kadang-kadang pakai alat tradisional cuma pakai alat kompresor, hanya oksigen seadanya tapi mereka beradu nyawa. Nah di situ kan harus kita hargai juga sebenarnya,” jelasnya.
Menurutnya Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan maritim, sehingga bisa saja jejak peninggalannya ada di sekitar Sungai Musi yang menjadi pusat peradaman manusia kala itu. Untuk memastikannya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan kerja sama antara pemerintah, akademisi dan warga.
ADVERTISEMENT
“Jadi menurut saya harus ada sinergi antara beberapa pihak ini, jadi semacam kerjasama yang sama-sama menguntungkan,” imbuh Ari.
Simak selengkapnya konten spesial dalam topik Harta Karun Sungai Musi.