Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Menelisik Sejarah Selat Muria di Tengah Banjir Besar Demak
20 Maret 2024 21:13 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Banjir besar yang melanda sejumlah daerah di pesisir Pantai Utara Jawa mulai dari Kota Semarang, Kabupaten Demak, Kudus, Pati, dan Jepara kembali dikait-kaitkan dengan keberadaan Selat Muria.
ADVERTISEMENT
Selat Muria ramai dinarasikan sebagai sebuah perairan yang kini sudah hilang. Perairan itu dulunya memisahkan Gunung Muria dengan Pulau Jawa. Kemudian muncul sedimentasi atau daratan dan Pulau Jawa menyatu.
Sejarawan Universitas Diponegoro, Prof Singgih Tri Sulistiyono, mengatakan berdasarkan historikal geografi rupa bumi, bentuk muka bumi terus mengalami perubahan meskipun bertahap, termasuk perubahan yang terjadi antara Selat Muria dan Pulau Jawa.
"Untuk Kawasan Muria (Demak, Kudus, Jepara, Pati, dan Rembang) dan sekitarnya jadi kalau kita mempelajari sejarah geologi indonesia itu memang dulu antara pulau jawa dengan Gunung Muria itu terpisah ya," ujar Singgih saat dihubungi wartawan, Rabu (20/3).
Ia menjelaskan, selat itu terbentuk sejak ribuan atau jutaan tahun yang lalu. Para ahli pun menamakan Selat Muria karena memisahkan antara daratan Muria dan Pulau Jawa. Namun, akhirnya muncul sedimentasi di Selat Muria.
ADVERTISEMENT
"Ceritanya seperti itu sehingga dampaknya sekarang karena tanahnya hasil sedimentasi itu akhirnya belum sepenuhnya punya ketinggian yang mencukupi untuk terjadinya kondisi yang tidak banjir. Sehingga wilayah itu menjadi wilayah yang rawan banjir ya," jelas dia.
Saat ditanya adakah potensi Selat Muria kembali muncul di tengah banjir saat ini, Singgih menyebut itu bisa saja terjadi. Apalagi, saat ini perubahan iklim semakin nyata dan es banyak yang mencair.
"Saya kira ini menarik untuk menjadi bahan pengetahuan generasi muda dan bahan pengambil kebijakan ya bagaimana mengatur tata ruang di wilayah-wilayah yang hasil sedimentasi kemudian ketinggiannya berapa sehingga harus tata penggunaan ruang publik itu seperti apa mana yang perlu ruang hijau mana perumahan, mana industri nah ini perlu dilakukan dengan metode ilmiah dan jangan dilanggar," kata Singgih.
ADVERTISEMENT