Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Menyusuri jejak-jejak kematian Vina dan Eky. Itulah yang kami lakukan di Cirebon selama beberapa hari jelang akhir Mei 2024. Tentu bukan perkara yang menyenangkan. Sama sekali tidak menyenangkan. Namun kami berharap sedikit penelusuran ini—yang berujung pada deretan temuan kejanggalan—dapat turut mendorong penuntasan kasus ini.
Delapan tahun silam, malam hari pada 27 Agustus 2016, M. Rizky “Eky” dan Vina Dewi Arsita—yang berusia 16 tahun—menjemput maut dalam perjalanan pulang. Hingga kini, kematian mereka masih menjadi misteri.
Ada 4 lokasi penting yang menjadi saksi bisu persinggahan Vina dan Eky malam itu: Taman Krucuk, Warung Bu Nining, SMPN 11 Cirebon, dan Flyover Talun yang kini bahkan dikenal dengan sebutan “Jembatan Vina”.
Ke sana pulalah kami, Tim Lipsus kumparan, melintas pekan lalu. Kami hendak membandingkan situasi riil di lapangan dengan kronologi peristiwa pada putusan perkara PN Cirebon Nomor 3/Pid.B/2017/PN CBN dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi oleh Polresta Cirebon pada 2 September 2016, kemudian mengecek lebih lanjut berdasarkan wawancara sejumlah narasumber.
Lokasi Awal Vina Dibonceng Eky: Taman Krucuk atau Alun-Alun Kota?
Malam minggu, 27 Agustus 2016, pukul 20.15 WIB, Eky dan Vina disebut tengah berada di Taman Krucuk. Menurut BAP kawan mereka, Liga Akbar, Eky dan Vina menghabiskan waktu sekitar 30 menit di Taman Krucuk.
Namun, berdasarkan keterangan saksi yang sama di dokumen putusan perkara Nomor 3/Pid.B/2017/PN CBN, Eky dan Vina, juga Liga, pada pukul 20.15 WIB hari itu disebut sedang berada di Taman Kota Alun-Alun Cirebon, bukan Taman Krucuk. Perbedaan lokasi awal ini cukup membuat dahi berkenyit.
Kami lantas menanyakan perihal lokasi awal ini kepada kuasa hukum salah satu terpidana, Widyaningsih dan Shindy Sembiring, dan mereka mengacu ke BAP Liga yang menyatakan lokasi awal ada di Taman Krucuk.
Saat kumparan menyambangi Taman Krucuk pada Rabu malam (23/5), lokasi itu terlihat sepi. Tak terlihat warga berkegiatan di sana. Tidak pula tampak pedagang berjualan di sekitar taman seperti laiknya taman-taman kota yang kerap jadi tempat kongko atau rekreasi masyarakat.
Seorang penduduk setempat yang enggan disebut namanya menyatakan, Taman Krucuk memang jarang, bahkan hampir tak pernah, disinggahi anak-anak muda.
Berdasarkan BAP Saksi Polres Cirebon dan Polda Jawa Barat yang diperoleh kumparan, dari Taman Krucuk, Eky dan Vina berboncengan dengan sepeda motor melintasi Jalan Perjuangan. Di jalan itu, terdapat lokasi penting kedua dalam kasus Vina: SMPN 11 Cirebon.
45 Menit yang Jadi Tanda Tanya
Masih berdasarkan BAP Liga, sesampainya di depan SMPN 11 Cirebon sekitar pukul 21.15 WIB, Eky dan Vina dilempari batu oleh gerombolan orang yang berteriak “woy, woy, woy” kepada mereka. Batu mengenai sepatbor motor Eky.
Liga melihat 4–5 motor mengejar Eky-Vina. Ia sendiri berhasil lolos dari kejaran itu karena berbelok melewati gang atau jalan tikus di samping MAN 2 Kota Cirebon yang berjarak 50–100 meter dari SMPN 11.
Kesaksian Liga selesai sampai di sini karena ia tak tahu lagi apa yang terjadi pada Eky dan Vina. Kesaksian berikutnya muncul dari terpidana Eko cs yang termuat dalam putusan perkara Nomor 3/Pid.B/2017/PN CBN. Di situ, disebutkan bahwa gerombolan Eko membawa batu, bambu, samurai panjang, dan samurai pendek yang sudah mereka siapkan sebelumnya.
Sekitar 50 meter setelah melewati SMPN 11, Eko disebut memukul Eky menggunakan bambu. Pukulan itu mengenai helm Eky, namun ia lolos setelah tancap gas ke arah Flyover Talun di perbatasan kota dan kabupaten Cirebon.
Keberuntungan Eky berhenti di tanjakan flyover. Di situ, Eko disebut menendang motor Eky hingga Eky dan Vina terjatuh. Saat itu pula pengeroyokan bermula.
Ada 11 orang yang saat itu berboncengan satu sama lain menggunakan total 7 sepeda motor untuk mengeroyok Eky dan Vina di flyover. Mereka disebut bagian dari geng motor Moonraker.
Setelah Eky dan Vina tak berdaya, mereka dibawa ke lahan kosong di depan SMPN 11. Di situ Eky disebut masih dipukuli bergantian oleh para pengejarnya. Ia disabet dan ditusuk samurai hingga akhirnya tewas.
Nasib Vina tak kalah mengenaskan. Ia juga disebut disabet samurai 3x dan dihantam beberapa kali hingga tak sadar. Dalam kondisi pingsan itu, ia disebut dilucuti pakaiannya dan digilir diperkosa oleh para pelaku.
Eky yang sudah jadi mayat dan Vina yang masih tak sadarkan diri kemudian dibawa kembali oleh beberapa pelaku ke Flyover Talun menggunakan motor. Sebelum Vina digotong, busananya dipakaikan kembali ke tubuhnya oleh pelaku.
Selanjutnya pelaku meletakkan mayat Eky dalam keadaan telungkup di median pembatas jalan, dan menaruh tubuh Vina dalam keadaan telentang di samping jasad Eky.
Para pelaku juga disebut meletakkan sepeda motor Eky di situ untuk mengesankan Eky-Vina mengalami kecelakaan lalu lintas.
Ayah Eky, Iptu Rudiana yang setelah Eky dimakamkan melakukan penyelidikan sendiri bersama anak buahnya, menyebut bahwa Eky dan Vina tewas pada pukul 22.00 WIB di Flyover Talun. Rudiana ketika itu merupakan Kanit Narkoba Polresta Cirebon.
Berdasarkan rangkaian keterangan itu, terdapat rentang 45 menit dari waktu Eky-Vina dilempari batu (pada pukul 21.15) sampai keduanya—yang telah tewas dan sekarat—diletakkan di Flyover Talun (pada pukul 22.00).
Dalam waktu 45 menit itu, berarti Eky dan Vina dikejar, dikeroyok, dibawa ke lahan kosong, disabet-ditusuk, lalu Eky dibunuh dan Vina diperkosa, hingga akhirnya keduanya dibawa kembali ke Flyover Talun.
Widya dan Shindy, kuasa hukum Rivaldi, meragukan seluruh peristiwa tersebut dapat terjadi hanya dalam waktu 45 menit.
“Dalam waktu 45 menit? Mustahil,” ujar Widya di kantornya, Jl. Pangeran Kejaksan, Kabupaten Cirebon, Kamis (23/5).
Untuk mengecek hal itu, kumparan menelusuri jalan menuju Flyover Talun yang merupakan jalur penghubung utama kota dan kabupaten Cirebon. Suasana di sana pada pukul 21.00–22.00 malam masih cukup ramai.
Beberapa penduduk sekitar menyebut, flyover tersebut memang selalu ramai oleh anak-anak muda yang melintas di malam hari.
“Apalagi Sabtu malam atau malam Minggu (waktu Eky-Vina dikeroyok), di flyover situ masih ramai,” kata Widya yang sudah puluhan tahun tinggal di Cirebon.
Soal pengeroyokan yang disebut dilakukan oleh geng motor Moonraker, seorang teman Eky, Hilal, mengatakan kepada kumparan bahwa Eky merupakan anggota geng motor XTC, dan memang sering ada masalah antara Moonraker dan XTC.
Hilal sendiri mantan anggota XTC. Namun, dari para pelaku yang ditangkap polisi dan disebut sebagai anggota Moonraker, ia tak mengenal seorang pun.
Ketika mengetahui Eky tewas, Hilal bergegas ke RSUD Gunung Jati Cirebon, tempat Eky dan Vina dibawa. Ia masih ingat melihat jasad Eky dengan baju hitam dan berlumuran darah.
“Saya nangis dari jam 12 malam sampai subuh,” ujarnya, mengenang getir.
Bisakah Melihat Jelas dalam Gelap?
Bekas warung Bu Nining menjadi titik perhentian kami selanjutnya. Di sinilah 11 orang yang disebut anggota geng motor Moonraker berkumpul sebelum melempari Eky dan Vina dengan batu pada pukul 21.15 WIB.
Berdasarkan kesaksian yang tercantum dalam dokumen persidangan, gerombolan ini berkumpul di Warung Bu Nining mulai pukul 19.30 WIB. Selanjutnya, pada pukul 20.30 WIB, mereka disebut bergeser ke Jl. Perjuangan depan SMPN 11 yang berjarak sekitar 100 meter dari Warung Bu Nining.
Dua di antara saksi yang mengetahui adanya pelemparan batu terhadap Eky dan Vina adalah Aep dan Dede, dua pegawai cuci mobil di dekat SMPN 11 yang ditemui ayah Eky, Iptu Rudiana, ketika menyelidik sendiri.
Anehnya, dalam BAP mereka di Dirkrimum Polda Jabar, Aep dan Dede menyebut melihat pelemparan batu itu pukul 22.30 WIB.
“Saya nongkrong bersama Sdr. Dede di warung kopi dan [toko] fotocopy di Jalan Perjuangan,” ujar Aep.
Pengakuan Aep itu berbeda dengan kesaksian Liga yang menyebut pelemparan batu terjadi sekitar pukul 21.15 WIB. Selain itu, pengakuan Aep jadi tak logis karena Eky dan Vina disebutkan tewas pada pukul 22.00 WIB.
Shindy selaku kuasa hukum pelaku, turut mencermati kesaksian Aep yang tidak konsisten. Belum lagi pengakuan Aep yang mampu mengenali jenis sepeda motor yang dikendarai para pelaku; juga mengenali wajah para pelaku yang mengejar Eky dan Vina.
“Yang disebutkan Dede dan Aep, ada anak [muda] kejar-kejaran di depan SMP 11 jam 22.30 WIB dengan ciri-ciri ada yang pakai Hansaplast, rambut segala macam [seperti apa], padahal itu kondisi gelap,” kata Shindy meragukan.
Anehnya lagi, imbuhnya, Aep mengatakan melihat Eky yang melintas dengan jaket biru tua-biru muda bertuliskan XTC. Namun, selama persidangan berlangsung, jaket bertuliskan XTC itu tidak pernah dimunculkan sebagai bukti.
“Kejanggalan yang utama itu: jaket XTC yang kata saksi, Aep, dipakai [Eky] tidak pernah ada di dalam persidangan,” ucap Shindy.
Shindy juga heran dengan kesaksian Dede yang mampu mengenali dan mengingat tiap jenis sepeda motor yang digunakan untuk mengejar Eky dan Vina pada malam hari.
Dalam BAP, Dede mengatakan bahwa sepeda motor milik pelaku antara lain Suzuki Satria Fu warna hitam, Yamaha Vixion warna merah, Yamaha Vega ZR, dan Yamaha Mio warna putih.
Keanehan lainnya, dalam pengakuan Aep baru-baru ini, ia menyebut bahwa kendaraan yang digunakan Pegi untuk mengejar korban yaitu Suzuki Smash warna pink. Namun, hal itu tak pernah disebutkan dalam BAP Aep maupun dokumen persidangan. Kendaraan Pegi yang disebut dalam BAP yaitu Honda Vario warna hitam.
Tak kalah janggal, Aep dan Dede yang merupakan saksi kunci tak pernah dihadirkan dalam persidangan.
“Kami sebagai kuasa hukum sudah meminta ke majelis untuk meminta mereka berdua dihadirkan tetapi sampai putusan tidak pernah dihadirkan. Alasannya orangnya tidak ada di tempat,” kata Widya.
Dinilai Sesat Penegakan Hukum
Dalam perkembangan terbaru, polisi menyatakan status DPO kedua nama Dani dan Andi telah dinyatakan gugur. Keputusan ini diambil setelah Direktur Ditreskrimum Polda Jabar Kombes Pol Surawan menangkap Pegi yang disebut sebagai aktor utama dalam pembunuhan Eky dan Vina.
"Dari hasil penyelidikan, DPO hanya satu. Dua nama yang disebutkan hanya asal sebut (berdasarkan keterangan dari para terpidana lainnya)," kata Surawan saat konferensi pers di Polda Jabar, Minggu (26/5).
Namun, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menilai keputusan polisi menggugurkan status DPO terhadap Dani dan Andi janggal. Sebab, sejak awal polisi telah menyatakan akan melanjutkan menangkap kedua DPO yang lain berdasarkan putusan pengadilan yang sudah inkrah (berkekuatan hukum tetap).
“Dengan kata lain, mengapa sekarang Polda justru mengabaikan bahkan mengoreksi putusan hakim. Pada titik itulah muncul satu kejanggalan lagi,” imbuhnya.
Reza pun mendorong agar melakukan penyelidikan terhadap keputusan pengadilan dalam kasus kematian Eky dan Vina. Proses penyelidikan bertujuan untuk menilai adanya kesalahan dalam persidangan yang telah dilakukan Polda Jabar dan Polres Cirebon lakukan.
“...Yang perlu diprioritaskan adalah ke titik hulu. Yakni, eksaminasi. Tujuannya, untuk menginvestigasi tanda-tanda penegakan hukum yang sesat (miscarriage of justice),” kata Reza.
Selanjutnya, Reza menyinggung mengenai rencana persidangan Pegi yang akan digelar nantinya. Ia berharap persidangan terhadap Pegi digelar secara terbuka, tidak tertutup seperti sidang-sidang terhadap delapan pelaku yang lain.
Melalui sidang terbuka ini kinerja polisi akan diuji. Ia tak menutup kemungkinan adanya bukti baru pada saat persidangan Pegi nantinya yang akan memperlihatkan adanya kesesatan penegakan hukum (miscarriage justice).
“Andai benar persidangan itu tertutup, maka mengacu UU Kekuasaan Kehakiman, putusan bisa batal demi hukum,” tutupnya.