Menengok Masjid Jami Kalipasir di Tangerang yang Bergaya Jawa-China

6 Juni 2018 15:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masjid tertua di Tanggerang Masjid Kalipasir (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid tertua di Tanggerang Masjid Kalipasir (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pada bulan Ramadhan hari ke-21, kumparan mencoba menjelajahi Kota Karawaci di Tangerang tepatnya di daerah Sukajadi. Menurut informasi di daerah tersebut terdapat sebuah bangunan masjid yang kabarnya telah dibangun sejak abad ke-18.
ADVERTISEMENT
Masjid tersebut bernama Jami Kalipasir yang letaknya di permukiman warga dan berseberangan dengan Sungai Cisadane. Dilihat dari luar, Rabu (6/6), tak ada yang istimewa dari Masjid Jami Kalipasir.
Namun saat masuk ke dalamnya, ternyata ada yang menarik perhatian yaitu corak Jawa dan China yang terdapat pada atap masjid. Atap tersebut berbentuk mirip tumpeng yang di ujungnya ada kubah kecil berwarna emas.
Masjid tertua di Tanggerang Masjid Kalipasir (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid tertua di Tanggerang Masjid Kalipasir (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
Bangunan masjid kebanyakan didominasi dengan warna hijau dan memiliki satu menara yang cukup tinggi. Sementara bangunan masjid yang di dalam disangga dengan 4 tiang penyangga.
Tiang penyangga itu disangga dengan besi berwarna emas dan masih terlihat kokoh walau sudah berdiri sejak abad ke-18. Menurut mantan pengurus DKM Masjid Jami Kalipasir, Ahmad Syaerodji, salah satu tiang penyangga bisa berdiri dengan sendirinya.
ADVERTISEMENT
"Ada 4 tiang satu diantaranya satu diantaranya dari Sunan Kalijaga, Sunan Kalijaga mendirikan tiang tidak dengan tenaga tapi dengan ilmunya. Tiang bisa berdiri sendiri," kata Ahmad Syaerodji.
Masjid tertua di Tanggerang Masjid Kalipasir (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid tertua di Tanggerang Masjid Kalipasir (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
Menurut Ahmad Syaerodji, Masjid ini didirikan oleh Tumenggung Pamit Wijaya. Hal itu tertulis dalam catatan milik salah seorang keturunan ningrat yang tinggal di sekitar masjid bernama Raden Anwar Yasir.
"Ada selembar kertas, mengatakan tahun 1700 (didirikan) Tumenggung Pamit Wijaya. Di dalam catatan jelas menerangkan bahwa catatan itu bilang gitu. (Catatan) dari turun temutun raden," lanjut dia.
Lalu untuk kepengurusan masjid dari Jami Kalipasir sejak dulu diurus oleh keturunan Pamit Wijaya. Seperti Raden Tumenggung Aria Ramdhon (1740) dan Aria Tumenggung Sultan Lilaga (1823).
Sedangkan Syaerodji menambahkan ada sumber berbeda yang menyebut masjid ini sudah dibangun sejak abad ke-15 sekitar tahun 1608.
ADVERTISEMENT
"Pengurus masjid melakukan penelusuran hasil penelitian dengan kunjungan ke Kesultanan Cirebon dan Arsip Nasional malah didapat tahun 1608 masa VOC, itu pun enggak saklek 1608 tapi ditarik benang merahnya," ucap Syaerodji.
Masjid tertua di Tanggerang Masjid Kalipasir (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid tertua di Tanggerang Masjid Kalipasir (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
Meski ada perbedaan soal kapan masjid itu dibangun, namun Syaerodji menyebut masyarakat sekitar percaya kalau Jami Kalipasir sudah ada dari tahun 1576. Kepercayaan masyarakat itu bersumber dari Kiai Shobari, seorang ulama ahli ilmu hikmah dan ilmu falak yang juga telah berkunjung ke sejumlah keraton di Jawa.
"(Tentu) pendiri masjid ini sezaman dengan Sultan Maulana Hasanudin (Kesultanan Banten 1552-1570)," terangnya.
Sedangkan dalam penelusuran lain dari pengurus masjid, Syaerodji menegaskan masjid ini dibangun oleh Ki Tenggerjati pada 1411. Ia adalah seorang keturunan raja dari Kerajaan Galuh Kawali (Jawa Barat) yang berkelana untuk mensyiarkan Islam.
ADVERTISEMENT
"Kalau kita menarik lebih jauh lagi justru malah 1411, kalau kita menarik lagi lebih jauh lagi," papar Syaerodji.
Masjid tertua di Tanggerang Masjid Kalipasir (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid tertua di Tanggerang Masjid Kalipasir (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
Ki Tenggerjati seperti dijelaskan Syaerodji membangun tempat tinggal dan tempat ibadah di Sukajadi, Tanggerang. Seiring berjalannya waktu banyak masyarakat yang mendiami tempat ini.
"Di daerah Ciamis ada bekas Kerajaan Galuh Kawali, yang datang ke sini namanya Ki Tenggerjati, dulu kan ini hutan dia babat alas dan menetap di sini bikin tempat tinggal dan tempat ibadah juga. Gurunya bernama Syekh Subakir dari Persia," jelasnya.
Namun Ki Tenggerjati tak selamanya tinggal di daerah Sukajadi karena ia terus menyebarkan Islam. Lalu masjid ini memiliki kompleks makam yang tepat berada di belakang masjid.
Masjid tertua di Tanggerang Masjid Kalipasir (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid tertua di Tanggerang Masjid Kalipasir (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
Makam tersebut menurut Syaerodji merupakan tempat persemayaman dari bupati Tangerang, pengurus masjid, ulama dan sejumlah warga sekitar. Terkait masjid itu dekat dengan Kali Cisadane, Syaerodji menegaskan pada zaman dahulu sungai itu jadi jalur pembawa jemaah ke masjid.
ADVERTISEMENT
"Nah adanya alat transportasi yang membawa jemaah dari Barat melalui membawa hasil bumi. (Hingga) ada yang sempat singgah sini jadi semakin banyak di samping itu juga banyak para ulama yang menyebarkan agama Islam yang singgah di sini, dari situ lah masjid yang kecil diperbesar," terang Syaerodji.
Sementara itu, semenjak Masjid Agung Al Ittihad dibangun, masjid ini tidak pernah lagi mengadakan salat Jumat. Sebelum Masjid Agung Al Ittihad berdiri, masjid ini menyelenggarakan salat Jumat. Namun masjid ini tetap menyelenggarakan salat Idul Adha dan Idul Fitri.
"Dipakai, kalau Idul Fitri dan Idul Adha udah pasti dipakai," imbuhnya.
Klentenk Boen Tek Bio (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Klentenk Boen Tek Bio (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
Yang menarik, di sekitar Masjid Jami Kalipasir terdapat sebuah vihara bernama Boen Tek Bio. Vihara ini didirkan oleh komunitas Tionghoa dari Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat, pada tahun 1648.
ADVERTISEMENT
Jemaah kedua rumah ibadah ini saling menghormati apabila ada ibadah keagamaan. Masjid Jami Kalipasir dan Vihara Boen Tek Bio berjarak 100 meter.
Terhitung sekitar 400 tahun kedua tempat ibadah ini berdiri berdampingan dan saling menghormati. Bahkan, saat kerusuhan 1998 banyak etnis Tionghoa yang mengungsi di Kelurahan Sukajadi tempat kedua peribadatan itu berdiri.
"Kalau bicara masalah toleransi memang dari dulu, pertama berdiri masjid Kalipasir kemudian ada Vihara Born Tek Bio. Toleransi di sini memang benar-benar terjaga artinya selain menghormati dalam melaksankan kegiatan agama masing-masing. Satu di anataranya kita enggak saling mengusik, dalam bahasanya 'silahkan menjalani ibadah masing-masing' gitu," tutur Syaerodji.