Meneriakkan Sekolah Bebas Biaya dan PPDB Harus Dievaluasi di CFD

7 Juli 2024 12:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi kampanye bertajuk 'Sekolah Bebas Biaya' yang digelar di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (7/7/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Aksi kampanye bertajuk 'Sekolah Bebas Biaya' yang digelar di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (7/7/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pendidikan Jakarta dan Indonesia (KOPAJA), menggelar aksi kampanye sosial bertajuk 'Sekolah Bebas Biaya', di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (7/7).
ADVERTISEMENT
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, yang ikut tergabung dalam aksi ini, mengungkapkan bahwa aksi ini dilakukan untuk menyuarakan sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang berkeadilan bagi anak Indonesia.
"Kita sasar masyarakat bahwa kita harus desak pemerintah supaya menjalankan amanat konstitusi UUD 1945 bahwa semua anak Indonesia mempunyai hak yang sama, mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan," ujarnya kepada wartawan seusai aksi, Minggu (7/7).
Aksi kampanye bertajuk 'Sekolah Bebas Biaya' yang digelar di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (7/7/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Ia menyebut, kecurangan akan terus ditemukan jika sistem PPDB tak diperbaiki.
Padahal, hak pendidikan adalah hak semua anak Indonesia yang mesti dipenuhi oleh pemerintah.
"Karena itu, ketika sistem PPDB tidak diperbaiki, masih diskriminatif tidak menampung seluruh anak Indonesia, padahal Undang-undang Dasar mengatakan seluruh anak Indonesia berhak sekolah, harus ditampung di sekolah, tapi PPDB adalah diskriminatif, maka kecurangan ini terjadi," kata dia.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, ia juga menyuarakan pendidikan gratis bagi seluruh anak Indonesia di mana pun pilihan sekolahnya.
"Bahkan, Pasal 34 UU Sisdiknas juga jelas bahwa sekolah itu tanpa dipungut biaya. Tapi, kenapa hari ini di sekolah negeri punglinya banyak? Apalagi di sekolah swasta. Masuk saja ada uang pangkal dan seterusnya," tutur Ubaid.
"Ada banyak tagihan setiap bulan dan itu amat sangat memberatkan orang tua. Karena itu, tujuan kami yang pertama adalah mengajak partisipasi masyarakat supaya mereka sadar tentang haknya sehingga jangan mau lagi ada PPDB sistem kompetisi, karena mereka punya hak yang sama," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, menyebut telah bertemu dengan Presiden Jokowi untuk mengusulkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Usulan ini diajukan karena banyaknya kasus penyimpangan yang terjadi di beberapa daerah.
ADVERTISEMENT
"[Satgas PPDB] Ya, ini sedang kita usulkan. Kemarin saya sudah menghadap Bapak Presiden dan sekarang dalam proses, mudah-mudahan mendapat persetujuan," ujar Muhadjir kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (2/7).
Muhadjir menekankan bahwa PPDB, meski penting, bukanlah sesuatu yang tidak bisa diubah jika ditemukan ketidaksesuaian dalam pelaksanaannya.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa Satgas PPDB sangat diperlukan untuk mengendalikan proses penerimaan siswa baru agar lebih transparan dan adil.
Muhadjir menjelaskan bahwa teknis pengawasan PPDB nantinya akan dilimpahkan ke daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah.
Oleh karena itu, jika ada penyimpangan, pemerintah daerah yang harus bertanggung jawab, dan Satgas akan memastikan tidak ada penyimpangan yang dibiarkan. Menurut Muhadjir, penyimpangan dalam PPDB jauh lebih parah sebelum adanya sistem zonasi.
ADVERTISEMENT