Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1

Mengapa Korban Kekerasan Seksual Cenderung Enggan Bercerita dan Melapor?
20 Juni 2023 7:11 WIB
·
waktu baca 5 menit
Apakah kamu pernah atau melihat kasus kekerasan seksual bertebaran di media sosial? Ya, bukan rahasia umum banyak kasus kekerasan seksual bertebaran di sana. Sayangnya kebanyakan dari cerita tersebut, bukan korban langsung yang speak up, tapi mereka diwakilkan oleh anggota keluarga atau teman.
Lantas mengapa banyak cerita kasus kekerasan seksual bertebaran di media sosial dan mengapa korban enggan bercerita langsung?
Founder Advokat Gender, Justitia Avila Veda, sangat prihatin dengan kondisi ini. Menurutnya, kentalnya budaya patriarki di Indonesia seringkali menjadi sumber dari banyaknya persoalan seputar kekerasan seksual, salah satunya membuat korban kekerasan seksual kesulitan mencari keadilan kalau tidak ada dukungan yang cukup.
Meski demikian, memviralkan tiap kasus kekerasan seksual bukanlah solusi. Veda meyakini bahwa hal itu bak dua mata pisau yang bisa menguntungkan sekaligus merugikan.
Di sisi lain, menurut Veda, korban kerap mengalami retaliasi saat melapor. Situasi tersebut membuat korban tersudut karena dapat dilaporkan balik oleh pelaku dengan pasal yang berbeda. Padahal, tak hanya dukungan psikis, korban juga membutuhkan pendampingan dan perlindungan hukum terhadap ancaman-ancaman lain yang mungkin terjadi. Hal inilah yang membuat banyak korban, enggan melapor. Belum lagi bila korban tidak memiliki “power”.
Perempuan yang kini bekerja sebagai Legal and Policy Manager di Konservasi Indonesia itu berbicara bukan hanya dari fakta di lapangan. Ia pernah menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh atasannya sendiri saat masih menjadi mahasiswa dan peneliti lepas di kampus.
Sebagai perempuan yang memiliki latar belakang hukum dan akses kepada pihak-pihak yang mendukungnya Veda berhasil melewati masa suram tersebut dan membuat pelaku diboikot dari komunitas HAM di Indonesia.
Veda menyadari, akses atas keadilan bagi para korban kekerasan seksual perlu diperluas. Mengingat korban kekerasan seksual harus menempuh perjalanan terjal untuk mendapatkan keadilan.
Belum lagi perjuangan korban pun bisa dibilang jadi berlipat ganda, menuntut keadilan sekaligus berjuang untuk menyembuhkan kesehatan psikis dan rasa traumanya. Karena itulah, Veda tergerak menginisiasi Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender atau KAKG.
KAKG merupakan jasa konsultasi dan pendampingan bagi korban kekerasan seksual yang berbasis teknologi. Tak hanya program hukum , program ini juga menyediakan jejaring penyedia jasa pemulihan psikologis, medis, dan sosial yang dibutuhkan korban selama penyelesaian perkara. Program ini diinisiasi pada bulan Juni 2020 di tengah pandemi dan hingga kini sudah ada 150 kasus yang ditangani.
Lewat KAKG inilah, jebolan University of Chicago Law School juga menerima penghargaan SATU Indonesia Awards 2022 bidang Kesehatan.
Seperti apa sih sepak terjang perempuan ini mendirikan KAKG?
Berawal dari thread Twitter
Berdirinya KAKG berawal dari kicauan iseng di Veda di Twitter yang justru menjadi viral. Saat itu, Veda menawarkan jasa konsultasi bagi orang-orang yang pernah mengalami kasus kekerasan seksual. Ia pun menceritakan bahwa belum sampai 24 jam pertama sudah ada 40 aduan yang masuk melalui emailnya. itu pun belum termasuk aduan yang masuk via DM Twitter.
Jadi Wadah Pengacara untuk Menyalurkan Bantuan Secara Sukarela
Banyaknya aduan yang masuk membuat Veda kewalahan. Pada 2-3 bulan pertama, ia pun akhirnya merekrut sepuluh orang relawan berlatar belakang advokat. Dari sinilah, KAKG tak hanya memberi pendampingan bagi para korban kekerasan seksual, tapi juga menjadi wadah bagi para pengacara untuk menyalurkan bantuannya.
Dari Konsultasi Hingga Pemulihan Psikologi
Bagi para korban kekerasan seksual atau wakil korban yang butuh konsultasi dan pendampingan, KAKG memiliki layanan hotline yang bisa diakses melalui akun Instagram @advokatgender dan email [email protected]. Setelah mengisi form yang disediakan, korban akan dijawabkan untuk konsultasi via telepon.
Dari sesi telepon tersebut, korban juga akan diberi pemahaman, apakah kasus mereka ada kekerasan seksual atau tidak. Jika iya, maka Veda dan tim akan mengatur peraturan dan menjelaskan konsekuensi hukumnya apa untuk pelaku. Kemudian KAKG juga memberikan assessment atau penilaian terhadap peluang-peluang untuk penyelesaiannya.
KAKG juga akan menjelaskan gambaran penyelesaian hukum dan non hukum yang bisa ditempuh oleh para korban. Jika korban ingin menempuh jalur hukum, maka akan ada sederet proses yang harus ditempuh seperti tanda tangan surat kuasa hingga melakukan laporan ke polisi. Tak cukup sampai di situ, KAKG juga akan menawarkan pendampingan pemulihan psikologis hingga medis untuk para korban.
Mendampingi Korban Sambil Bekerja
Veda dan para relawan di KAKG mengakui bahwa program yang mereka inisiasi ini sangat menguras energi. Di samping pekerjaan utama dan waktu untuk keluarga, mereka juga harus mendedikasikan waktu luangnya untuk menolong dan mendampingi para korban.
Waktu yang harus mereka korbankan tentu tak sedikit mengingat proses pendampingan bisa sangat panjang. Belum lagi rasa lelah dan frustrasi menghadapi para penegak hukum yang terkadang belum memiliki rasa sensitivitas dan masih sering memberikan komentar bernada sumbang.
Ketika kasus yang mereka tangani macet dan berhenti di tengah jalan, rasa sedih, stres, dan tak berdaya akan menderita. Hal ini pula yang memicu munculnya secondary trauma yang para pendamping rasakan. Para pendamping pun bahkan membutuhkan layanan psikolog, sama seperti para korban.
Meski lelah fisik dan psikis, Veda dan rekan-rekan di KAKG tak gentar untuk membantu para korban. Bahkan, penghargaan dari ASTRA SATU Indonesia Awards 2022 makin menguatkan mereka bahwa apa yang mereka lakukan dan perjuangkan selama ini bermakna juga untuk orang lain.
Apakah kamu salah satu dari orang yang kerap membantu sekitar seperti Veda tanpa imbalan? Atau kamu adalah salah satu orang yang melakukan gebrakan atau membuat inovasi untuk sekitar? Yuk, daftarkan diri kamu atau orang lain yang menginspirasi kamu di ASTRA SATU Indonesia Awards 2023 yang kembali membuka pendaftaran dari tanggal 6 Maret hingga 6 Agustus 2023. Daftarkan melalui link ini .
Advertorial ini dibuat oleh kumparan Studio