Mengapa Rohingya Jadi Etnis yang Dibenci dan Selalu Terusir?

7 Desember 2023 11:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengungsi Rohingya yang baru tiba beristirahat di sebuah pantai di pulau Sabang, provinsi Aceh, pada 2 Desember 2023. Foto: CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya yang baru tiba beristirahat di sebuah pantai di pulau Sabang, provinsi Aceh, pada 2 Desember 2023. Foto: CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP
ADVERTISEMENT
Rohingya adalah etnis yang terbuang. Sejak 1982, mereka berstatus stateless alias tak memiliki kewarganegaraan. Myanmar tak sudi mengakui mereka sebagai rakyatnya. Cerita tentang diskriminasi hingga pengusiran pun melekat di setiap detak napas orang Rohingya.
ADVERTISEMENT
Eksodus besar-besaran terjadi pada 2017 di negara bagian Rakhine, Myanmar. Desa etnis Rohingya dibakar habis-habisan oleh militer. Mereka pun akhirnya mengungsi ke berbagai negara.
Berdasarkan data yang dipublikasikan organisasi PBB yang mengurus pengungsian (UNHCR) total pengungsi Rohingya mencapai 1.296.525 orang. Sebanyak 808 orang di antaranya ada di Indonesia.
Sementara itu, Bangladesh jadi negara yang paling banyak menampung pengungsi Rohingnya. Sebanyak 967.842 orang Rohingya bermukim di negara Asia Selatan tersebut. Dua negara di Asia Tenggara, Malaysia dan Thailand, juga tercatat sebagai negara yang menampung pengungsi Rohingya.
Nah, meski pengungsi Rohingya paling banyak berada di Bangladesh, itu bukan berarti mereka bernasib enak. Berdasarkan catatan Human Rights Watch, ada 26 kasus kekerasan terhadap komunitas Rohingya, termasuk pembunuhan, penculikan, penyiksaan, pemerkosaan dan kekerasan seksual, serta pernikahan paksa di Bangladesh.
ADVERTISEMENT
Hal itu diketahui usai Human Rights Watch mewawancarai 45 pengungsi Rohingya pada Januari hingga April 2023. Ada pula bukti-bukti pendukung, termasuk laporan polisi dan medis.
Imigran etnis Rohingya mengantre dengan barang-barang mereka di sebuah pantai di pulau Sabang, provinsi Aceh, sebelum direlokasi, Rabu (22/11/2023). Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP
Selain itu, pihak berwenang Bangladesh melaporkan sejumlah kelompok bersenjata telah membunuh lebih dari 40 pengungsi di kamp-kamp pengungsian pada 2022. Di pertengahan 2023, kepolisian Bangladesh bahkan mencatat ada 48 pengungsi yang dibunuh.
Situasi yang tak ideal itu membuat para pengungsi Rohingya di Bangladesh berupaya mencari negara yang lebih aman. Mereka pun keluar dari kamp pengungsian dan sebagian di antaranya ada yang mencoba peruntungan ke Indonesia.
Lantas, mengapa mereka terus mengalami penolakan di berbagai negara?

Mengenal Etnis Rohingya

Imigran etnis Rohingya yang baru tiba beristirahat di sebuah pantai di pulau Sabang, provinsi Aceh, Rabu (22/11/2023). Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP
Berdasarkan catatan PBB, Rohingnya kini merupakan populasi etnis terbesar di dunia yang tak memiliki kewarganegaraan. Pemerintah Myanmar menganggap Rohingya bukan merupakan etnis asli Burma. Etnis Rohingnya dianggap imigran walau mereka sudah menetap sejak abad ke-14.
ADVERTISEMENT
Mulanya, Rohingya adalah istilah untuk menyebut komunitas muslim yang berada di wilayah bagian Rakhine (Arakan) di Myanmar Barat. Wilayah ini memang secara geografis berbatasan langsung dengan Bangladesh.
Anggota Pasukan Pertahanan Kebangsaan Karenni (KNDF) dan Tentara Kareni (KA) di sebuah pos pemeriksaan dekat Demoso, di negara bagian Kayah timur Myanmar. Foto: STR/AFP
Nah, sejak 1824 Myanmar adalah negara jajahan Inggris. Salah satu kebijakan Inggris adalah memanfaatkan etnis Rohingya sebagai tentara untuk melawan Myanmar. Sebagai gantinya, Inggris menjanjikan sebuah ‘wilayah nasional muslim’ untuk Rohingya.
Perang pun terus meletup antara nasionalis Myanmar yang mayoritas beragama budha, dengan orang Rohingya yang beragama Islam.
Perang berkepanjangan itu akhirnya selesai dengan kemerdekaan Myanmar pada 1948. Sentimen terhadap etnis Rohingya pun semakin menguat. Dipicu pula oleh polarisasi atas nama agama.
Pada 1958, presiden pertama Burma (Myanmar), Sao Shwe Thaike, menyatakan umat Islam di Arakan adalah bagian dari ras asli Burma. Berarti saat itu etnis Rohingya termasuk bagian negara Burma.
ADVERTISEMENT
Namun, keputusan itu berubah usai munculnnya Undang Undang Hukum Kewarganegaraan Tahun 1982. Berdasarkan undang-undang ini, warga negara didasarkan pada keanggotaan “ras nasional” yang dianggap oleh negara telah menetap di Myanmar sebelum tahun 1824 atau tahun pertama penjajahan Inggris di Myanmar.
Pembebasan tahanan Rohingya di Myanmar, Senin (20/4). Foto: AFP/Stringer
Rohingya pun tidak dianggap sebagai bagian dari 135 etnis yang diakui negara karena dianggap warga Bangladesh. Celakanya, Bangladesh juga tidak mengakui Rohingya sebagai warganya. Pada pertengahan 1990-an, misalnya, Bangladesh bahkan merepatriasi sekitar 200 ribu orang Rohingya ke Myanmar.
Ada dua perdebatan teori tentang asal usul Rohingya dan negara bagian Arakan. Pertama adalah Rohingya merupakan imigran ilegal dari negara tetangga Bangladesh. Teori selanjutnya, Rohingya adalah penduduk asli Arakan dan orang yang berpindah agama Islam di Pulau Ramree.
ADVERTISEMENT
Meskipun ada dua perdebatan yang berlawanan mengenai asal usul Rohingya, sejumlah besar umat Islam diyakini telah tinggal di Arakan selama ratusan tahun.

Terus Alami Pengusiran

Sejumlah imigran etnis Rohingya berjalan usai terdampar di pantai di kawasan Gampong Baro, Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Minggu (8/1/2023). Foto: Khalis Surry/ANTARA FOTO
Penolakan terhadap pengungsi Rohingnya terus terjadi di sejumlah negara seperti Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Secara perlahan, negara-negara itu mulai menutup pintu untuk pengungsi Rohingnya.
Baru-baru ini, misalnya, Aceh kedatangan enam kapal pengungsi Rohingnya. Kedatangan mereka tidak disambut baik oleh penduduk Aceh.
Warga Pantai Ulai Madun, Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara tidak menerima kedatangan mereka karena sudah beberapa kali datang dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi warga sekitar. Meski tidak menerima kedatangan pengungsi Rohingya, masyarakat setempat tetap memberikan bantuan berupa makanan dan minuman.
Penolakan dikarenakan masyarakat memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan ketika pengungsi Rohingya sempat diterima datang. Masyarakat menyebut, pengungsi Rohingya tidak tertib dan sering melarikan diri.
ADVERTISEMENT
Saat ini Aceh belum memiliki tempat khusus untuk menampung para pengungsi, sehingga para pengungsi terpaksa tinggal di balai desa, tempat aktivitas sehari-hari warga lokal.
Pengungsi Rohingya yang baru tiba beristirahat di sebuah pantai di pulau Sabang, provinsi Aceh, pada 2 Desember 2023. Foto: CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya yang baru tiba beristirahat di sebuah pantai di pulau Sabang, provinsi Aceh, pada 2 Desember 2023. Foto: CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP
Menurut Kemenlu RI, Indonesia bukanlah negara yang meratifikasi konvensi pengungsi 1951. Oleh karena itu, Indonesia tak punya kewajiban atau kapasitas untuk menampung ataupun memberi solusi permanen bagi warga Rohingya. Sama halnya dengan Bangladesh, India, Malaysia, maupun Thailand yang juga belum meratifikasi konvensi tersebut.
Pada 2020, Malaysia pernah menerima para pengungsi dan ditahan di pusat detensi. Namun pada 2022, muncullah sebuah masalah. Mengutip dari CNA, pusat detensi dijebol oleh para pengungsinya. Para imigran yang mayoritas orang Rohingnya melarikan diri hingga ke jalan tol dan menyebabkan enam orang tewas.
ADVERTISEMENT