Mengenal Batik dari Tanah Sumatra yang Mendunia

9 Oktober 2019 15:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Selain menghasilkan kain songket, ulos, dan tapis, pengrajin di Pulau Sumatra kini juga membatik. Foto: Dok. APRIL
zoom-in-whitePerbesar
com-Selain menghasilkan kain songket, ulos, dan tapis, pengrajin di Pulau Sumatra kini juga membatik. Foto: Dok. APRIL
ADVERTISEMENT
Teknik, simbolisme, dan budaya yang melingkupi batik meresapi kehidupan orang-orang Indonesia. Sebut saja, bayi digendong dengan kain batik berhias simbol keberuntungan. Lalu, batik sido asih disampirkan ke pasangan pengantin sebagai simbol kebahagiaan rumah tangga hingga pemakaian batik dalam ritual kedaerahan.
ADVERTISEMENT
Kerajinan batik merupakan identitas budaya masyarakat Indonesia. Yakni melalui makna simbolik yang terkandung dalam warna dan desainnya. Selain itu, batik juga bertindak sebagai ekspresi kreativitas dan spiritualitas.
Makanya, penobatan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi oleh UNESCO semakin membesarkan batik, terutama di mancanegara. Tokoh-tokoh besar dunia pun mulai memakai batik dalam beberapa kesempatan. Misalnya, Barack Obama, Bill Gates, dan Nelson Mandela pernah mengenakan batik di sebuah acara resmi.
com-Nelson Mandela dengan pakaian Batik. Foto: Audi Marchal via Pinterest
Berbicara soal asal batik, bisa jadi, sebagian masyarakat mengingatnya sebagai seni kain khas Jawa. Namun, ternyata faktanya tidak demikian.
Selain menghasilkan kain songket, ulos, dan tapis, pengrajin di Pulau Sumatra kini juga membatik. Salah satunya, sekelompok perempuan di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau yang berkarya dan mengangkat perekonomian keluarga lewat batik khas Melayu. Para pembatik perempuan itu tergabung dalam sanggar bernama Rumah Batik Andalan (RBA), yang berlokasi di Pangkalan Kerinci. Mereka semua belajar membatik dari nol atas dukungan pembinaan dari Community Development PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), unit usaha APRIL Group.
ADVERTISEMENT
Pemberdayaan perempuan setempat lewat membatik itu dimulai sejak akhir 2013. Di masa awal pendirian sanggar, perajin ahli batik didatangkan dari Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan. Mereka bertugas memberi pelatihan kepada para anggota RBA. Tak hanya itu, beberapa anggota RBA pun diberangkatkan ke kota-kota tersebut untuk mempelajari proses produksi kain batik di Jawa.
Hasilnya, para perajin Rumah Batik Andalan kini sudah mahir menghasilkan batik cap, maupun tulis dengan motif khas asal daerah mereka. Mereka menamainya Batik Bono.
com-Proses pengecapan batik bermotif ombak bono. Foto: Dok. APRIL
Inspirasinya datang dari fenomena alam yang terjadi di muara Sungai Kampar. Fenomena alam yang biasanya terjadi setiap November itu, dikenal masyarakat setempat dengan sebutan Bono.
Yakni pertemuan antara arus sungai yang menuju laut dan gelombang laut yang mengarah ke Sungai Kampar. Pertemuan yang menghasilkan ombak bertingkat yang tinggi dan berlangsung selama berjam-jam. Saking tingginya, sampai bisa digunakan untuk berselancar.
ADVERTISEMENT
Selain Bono, RBA juga sudah mematenkan motif bercorak daun eukaliptus, akasia lakum, serta timun suri. Seluruh corak ini tentu saja ada maknanya bagi masyarakat Bumi Lancang Kuning. Eukaliptus dan akasia memang diketahui tumbuh subur di Riau. Sedangkan lakum dan timun suri merupakan sayuran yang digemari masyarakat Melayu.
Corak bukan satu-satunya hal yang membuat batik Pelalawan menjadi khas dan unik. Ciri lain yang membuat batik Pelalawan menonjol adalah warna. Jika batik-batik di Jawa didominasi warna gelap, batik Pelalawan tampil dengan warna-warna cerah: merah, biru, kuning.
Selain pelatihan bersama ahli batik, para pengrajin Rumah Batik Andalan juga diberikan pelatihan untuk menggunakan pewarna alami yang ramah lingkungan. Bahan pewarna berasal dari tumbuhan yang didapatkan di daerah sekitar, seperti daun mahogani, daun mangga, dan secang.
ADVERTISEMENT
“Menurut tradisi orang Melayu, penggunaan busana warna kuning lebih diperuntukkan bagi kaum bangsawan atau keluarga kerajaan. Sedangkan bagi masyarakat Riau, warna kuning kerap menjadi warna andalan saat acara persatuan,” ujar Siti Nurbaya, Ketua Kelompok Rumah Batik Andalan.
Kini, Batik Melayu tersebut menjadi oleh-oleh khas yang cukup populer dan sudah memiliki Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang diberikan negara lewat Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham).
Tingkatkan Taraf Hidup dan Mendunia
Untuk menghasilkan satu lembar kain batik tulis, para perajin di Rumah Batik Andalan membutuhkan waktu dua minggu. Sementara batik cetak, tidak memakan waktu selama itu. Dalam sebulan, RBA mampu memproduksi 200 hingga 500 lembar kain batik.
Kini, hasil penjualan batik RBA cukup menguntungkan dan membuat sanggar mampu berdiri sendiri. Sejalan dengan tercapainya kemandirian sanggar, taraf ekonomi para perajin pun meningkat.
com-Beberapa corak batik hasil karya Rumah Batik Andalan yang dinaungi PT RAPP. Foto: Dok. APRIL
Fitri, salah satu perajin RBA, mengaku dengan membatik sudah dapat membeli rumah dan menyekolahkan anak pertamanya ke perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
“Alhamdulillah, sekarang saya bisa dapat penghasilan tambahan dan membantu rumah tangga. Berkat membatik saya bisa membeli rumah,” ungkap ibu berusia 32 tahun itu.
Tak hanya disimpan sendiri, para perajin batik RBA kerap membagikan ilmunya lewat pelatihan membatik di sekolah dan yayasan setempat. Mereka menurunkan ilmu yang didapat kepada masyarakat setempat dan para pembatik pemula untuk ikut bersama-sama membudayakan seni batik khas Melayu tersebut.
Yang membanggakan, Batik Bono kini tak hanya beredar di negeri Riau atau Indonesia saja. Koordinator Pemberdayaan Masyarakat PT RAPP, Neneng mengatakan, Batik Bono kini sudah dipasarkan di belahan benua lainnya.
"Kami sudah mendistribusikan sampai ke Prancis, Brasil, Hongkong. Kita kenalkan kepada tamu kita yang datang dari luar negeri. Biasanya mereka bawa untuk oleh-oleh, ini sekalian promosi batik kita di sana," sebutnya.
ADVERTISEMENT
Neneng menyebutkan, pemerintah turut bersumbangsih dalam menyuarakan promosi kain batik ini hingga ke luar daerah. Kehadiran Batik Bono dalam setiap gelar pameran, baik di Riau maupun di tingkat nasional membuat batik khas melayu ini kian populer dan digemari masyarakat.
Artikel ini merupakan hasil kerja sama dengan RAPP