Mengenal Generasi Sandwich, Anak Muda yang Punya Tanggungan 2 Generasi

3 Desember 2022 9:51 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi manajemen keuangan keluarga. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi manajemen keuangan keluarga. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Istilah generasi sandwich atau sandwich generation banyak digunakan belakangan. Secara sederhana istilah ini merujuk pada anak muda kelahiran 1980-2000 yang saat ini harus menanggung beban keuangan orang tuanya, hingga tanggungan anak dan keluarganya.
ADVERTISEMENT
Sosiolog dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono menyebut kondisi ini lahir dari adanya kesenjangan antara generasi lama dan generasi baru. Kesenjangan ini tercipta karena pergeseran sosial.
"Ada kesenjangan kemampuan kapasitas dari generasi lama dan generasi baru karena terjadinya perubahan sosial," ujar Drajat kepada kumparan melalui saluran telepon, Kamis (1/12) siang.
Ilustrasi lansia didampingi perempuan muda. Foto: Shutter Stock
"Kita tahu sekarang ini terjadi pergeseran sosial di mana lebih kuat pada aspek-aspek atau pekerjaan-pekerjaan yang digital sehingga kompetensi-kompetensi lama misalnya zaman, saya gitu ya ngetik itu analisis juga, itu sudah ketinggalan jauh dengan analisis-analisis zaman sekarang," jelasnya.
Ketika generasi lama sulit beradaptasi dengan perubahan zaman yang otomatis menjadi tidak produktif, generasi muda yang adaptif harus menanggung beban lebih besar. Kondisi inilah yang kemudian melahirkan sandwich generation pada generasi muda.
ADVERTISEMENT
"Nah karena gap ini anak-anak itu akhirnya harus menanggung beban produktivitas yang hilang yang lemah dari orang tuanya dan juga nanti ke anak-anaknya gitu, karena dia harus menikah, anak-anaknya dia harus biayai juga," ujar Drajat.
Peristiwa generasi lebih muda menanggung beban generasi sebelumnya sebenarnya bukan fenomena baru. Hanya jadi kini kesenjangan antar generasi makin terasa sebab perubahan ke arah digital yang demikian cepat.
Menurut Drajat, kondisi sandwich generation juga jadi perhatian sebab terjadi pergeseran nilai di kalangan anak muda. Sebelumnya, bila anak harus menanggung beban keuangan orang tua, beban ini akan dibagi bersama-sama oleh seluruh anak. Namun kini, banyak anak yang memilih untuk tinggal sendiri dan berharap lepas dari beban keluarga.
Ilustrasi keluarga kebingungan. Foto: Kmpzzz/shutterstock
"Tapi kemudian itu menjadi beban generasi sekarang karena generasi sekarang itu kan lebih mengarah kepada otonomi ya, jadi mereka merasa bahwa tanggung jawab dia terutama itu pada dirinya sendiri," ujar Drajat.
ADVERTISEMENT
Dampak Generasi Sandwich
Ibarat sandwich yang bebannya terus ditumpuk. Tanggungan ekonomi untuk generasi sandwich tentu tidak ringan. Ditambah dengan inflasi yang terus naik dan semakin membebani generasi sandwich.
Kondisi ini lama kelamaan akan membuat dia merasa terjepit dan tidak bisa lepas. Di satu sisi ia merasa bertanggung jawab atas beban normatif sebagai anak, di satu sisi ia juga ingin bebas dan sejahtera.
Bila beban tidak bisa dibagi atau bahkan dikomunikasikan, ia akan berusaha kabur dengan cara yang lain. Salah satu caranya, menurut Drajat adalah dengan mencari pinjaman online.
"Dampaknya itu dia berat dan kalau dia tidak bisa mengekspresikan tekanan di dalam keluarganya itu keluarnya ya dia akan meninggalkan keluarga itu kalau dia tidak," ujar Drajat.
ADVERTISEMENT
"Anak-anak yang mengalami itu mereka kemudian keluar dengan alternatif yang di zaman digital itu mudah yaitu pinjaman online," tambahnya.
Ilustrasi pinjaman online. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Mencari pinjaman online dengan harapan beban generasi sandwich ini akan berkurang banyak sekali terjadi. Padahal kata Drajat kondisi ini sama sekali tidak meringankan melainkan kebalikannya yaitu menambah masalah baru.
Di lain sisi, anak yang jadi generasi sandwich juga akan merasa keluarga adalah musuh dan memilih untuk tinggal terpisah dari keluarga yang jadi tanggungan.
"Akhirnya keluarga itu bisa menjadi musuh bagi dia," kata Drajat.
"Keluarganya yang jadi musuhnya gitu ada, yang kemudian meninggalkan keluarganya sudah hidup sendiri tapi ada juga yang tetap ada di sana," jelasnya.
Kondisi di mana anak tidak bisa kabur dari generasi sandwich dan tidak bisa tinggal terpisah kerap membuat beban terasa semakin berat.
ADVERTISEMENT
Cara Memutus Rantai Generasi Sandwich
Akar masalah dari lahirnya generasi sandwich ini kata Drajat adalah kesenjangan antar generasi. Masalah ini dapat diselesaikan dengan cara menyiapkan jaminan untuk generasi tua.
Drajat menekankan pada beberapa kasus, kerap yang menjadi beban generasi sandwich adalah orang tua yang tidak punya jaminan hari tua.
Ilustrasi perempuan lansia makan sendiri. Foto: Shutter Stock
"Pemerintah harus menyediakan jaminan itu baik itu berupa kesehatan, BPJS juga mereka harus bayar karena untuk orang tua umur 60 ke atas, kemudian seperti di kereta api, pemerintah membebaskan," jelas Drajat.
Dengan berkurangnya pengeluaran orang tua, beban yang ditanggung generasi sandwich juga dapat berkurang.
Drajat juga menyarankan pemerintah juga mengontrol pinjaman online agar tidak menjadi jalan keluar impulsif yang diambil oleh generasi sandwich yang justru kerap menjadi masalah baru.
ADVERTISEMENT
Terakhir perlu ada penguatan aspek sosiologis untuk anggota keluarga. Drajat menyebut perlu ditekankan bahwa beban keluarga seharusnya ditanggung bersama oleh orang tua dan anak. Bukan hanya satu pihak.
"Jadi aspek psikologi ada penguatan di sosiologi di norma-norma terhadap orang tua terhadap anak itu dan juga pada dukungan pada orang tuanya itu semuanya harus dilakukan bareng-bareng," ujar Drajat.
"Karena gini jadi generasi sandwich ini kan bukan kemauan anak itu tapi karena struktur masyarakat, struktur keluarga yang seperti itu yang memberikan tuntutan kepada dia sangat besar," tambahnya.
Ilustrasi Ibu Bekerja dengan Anak Perempuannya. Foto: Shutterstock
Sebelum sampai pada usia tidak produktif, Drajat menyarankan masyarakat mulai melakukan model pemberdayaan. Misalnya model kapabilitas atau model yang sustainability dengan cara memiliki pekerjaan lebih dari satu.
ADVERTISEMENT
Saat muda, ia bisa bekerja sebagai guru sekaligus membuka toko. Sehingga saat sudah tidak dalam usia produktif, masih ada cadangan pemasukan yang dapat diandalkan. Menurut Drajat cara ini dapat terwujud dengan bantuan dari perusahaan, bank, ataupun pinjaman dari pemerintah.
"Diharapkan ada support untuk membuka usaha yang beraneka ragam. Itu bisa jadi perusahaan dari bank dari pemerintah gitu sehingga keluarga itu banyak alternatifnya," tutup Drajat.