Mengenal Glasnost dan Perestroika Warisan Terbesar Mikhail Gorbachev

31 Agustus 2022 13:46 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev. Foto: Pascal Guyot/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Mantan pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev. Foto: Pascal Guyot/AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Glasnost dan perestroika akan menjadi warisan yang paling dikenang dari presiden pertama dan satu-satunya Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, yang meninggal dunia pada Selasa (30/8).
ADVERTISEMENT
Moscow Central Clinical Hospital mengungkap kabar duka tersebut. Rumah sakit itu menjelaskan, Gorbachev mengembuskan napas terakhir pada usia 91 tahun setelah sakit berkepanjangan.
Penerima Nobel Perdamaian tersebut merupakan salah satu pemimpin paling berpengaruh di abad ke-20. Reformasinya mengakhiri Perang Dingin, tetapi meruntuhkan Uni Soviet.
Selama memerintah, Gorbachev membebaskan tahanan politik dan mengizinkan debat terbuka. Dia memberlakukan pemilihan dengan banyak kandidat, memberikan kebebasan berpergian, memberantas penindasan agama, dan membatasi persenjataan nuklir.
Negara-negara luar mengenalnya pula lantaran menjalin hubungan erat dengan Barat dan tidak menentang kejatuhan rezim Komunis di negara-negara satelit di Eropa Timur.
Namun, dua kata spesifik yang akan terulang sepanjang penceritaan riwayat hidupnya adalah glasnost dan perestroika. Transliterasi kata-kata Rusia itu telah menempati leksikon politik global yang identik dengan kampanye reformasi kebijakan Uni Soviet.
ADVERTISEMENT

Reformasi Uni Soviet

Mantan pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev. Foto: Stephane Bentura/AFP
Glasnost berarti keterbukaan, khususnya dalam informasi. Secara konkret, glasnost diterjemahkan menjadi pelonggaran sensor media.
Sementara itu, perestroika berarti restrukturisasi. Perestroika memperkenalkan fitur kapitalisme dalam ekonomi Uni Soviet. Inisiatif tersebut termanifestasi dengan melonggarkan kontrol harga, mendorong kewirausahaan, dan memudahkan pembelian impor.
Kedua istilah tersebut berjalan beriringan. Gorbachev menggencarkan pembicaraan tentang glasnost sejak menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet (CPSU) pada 1985.
Reformasi berskala demikian menuntut pengakuan brutal atas masalah sistemik Uni Soviet. Contohnya dapat terlihat dalam pemberitaan usai bencana situs nuklir Chernobyl pada 26 April 1986.
kota hantu Chernobyl Foto: Shutter stock
Media mulai menampar keras kelemahan, kebingungan, dan kepengecutan pemerintah. Beralih pada kebenaran daripada propaganda, mereka melaporkan infrastruktur berbahaya dan degradasi lingkungan tanpa sensor.
ADVERTISEMENT
"Mereka yang berusaha menekan suara segar, suara yang adil, mengikuti standar dan sikap lama, harus menyingkir," tegas Gorbachev saat berpidato pada Juli 1986, dikutip dari Time, Rabu (31/8).
Ada pun perestroika yang menjadikan Uni Soviet negara adidaya ekonomi dan juga militer. Ambisi tersebut memodernisasi pabrik-pabrik dan menjalin kemitraan bisnis dengan Barat. Pada 1989, roti gandum hitam Uni Soviet mulai dijual di pusat perbelanjaan di New York.
Restrukturisasi turut berlaku secara individu. Misalnya, Gorbachev menaikkan batas usia minimum untuk konsumsi produk alkohol dari 18 menjadi 21.
Dia juga memperpendek jam buka toko minuman keras dan menaikkan harga vodka. Dengan demikian, Gorbachev mengatasi tingkat alkoholisme yang tinggi di Uni Soviet.

Keruntuhan Uni Soviet

Mantan Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev (kanan) berdiri di samping di peti mati Raisa Gorbachev di Budaya Rusia Dana di Moskow, pada 23 September 1999. Foto: MISHA JAPARIDZE/AP POOL/AFP
Pasca-Chernobyl, dia semakin bersemangat mengejar ambisi reformasinya. Gorbachev menganjurkan pemilihan umum yang kompetitif hingga pergeseran ke ekonomi pasar.
ADVERTISEMENT
Bersama pengikutnya, dia berniat mencabut monopoli partai atas informasi, ekonomi, perdagangan luar negeri, dan otoritas politik.
"Tujuh puluh tujuh persen orang Rusia mengatakan mereka ingin hidup di negara yang bebas dan demokratis," ujar Gorbachev.
"Itu adalah warisan perestroika," tambah dia.
Kendati demikian, perjalanannya tidak berlangsung mulus. Reformasi kerap datang dengan gejolak dan kecamuk, terutama karena detail dan kohesi tampak nihil dalam rencana Gorbachev.
Sebagian bisnis Amerika Serikat (AS) menolak bekerja dengan perusahaan Uni Soviet. Sebab, mereka mempertimbangkan konversi mata uang dengan rubel. Akibatnya, kelangkaan dari buah segar sampai pakaian melanda Uni Soviet.
Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) berbicara dengan mantan Presiden Soviet Mikhail Gorbachev (kiri) sebelum konferensi pers bersama Kanselir Jerman Gerhard Schroeder dan Putin di kastil Gottorf di Schleswig, 21 Desember 2004. Foto: Alexander Nemenov/AFP
Barat mengingat 1989 sebagai momen kemenangan dan keangkuhan. Namun, Gorbachev menyaksikan tragedi singgah di rumahnya berkat gerakan nasionalis yang mengancam akan mengobrak-abrik.
ADVERTISEMENT
Peristiwa demi peristiwa yang menyusul menumpuk tekanan terhadap kepemimpinan Gorbachev di Uni Soviet. Menghadapi momentum yang tak terbendung, dia akhirnya melepas kendali kekuasaan.
Pada 25 Desember 1991, Gorbachev yang kelelahan muncul melalui siaran di televisi. Tanpa berbasa-basi, dia mengumumkan kematian Uni Soviet. Selang sepuluh menit, Gorbachev memadamkan bara api terakhir Revolusioner. Tirai pun menutup abad ke-20.
"Pertama dan terutama perlu diakui bahwa runtuhnya Uni Soviet adalah bencana geopolitik terbesar abad ini," ujar Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam pidato kenegaraan pada 2005, dikutip dari NBC News.