Mengenal Klitih, Budaya Kekerasan yang Dilakukan Remaja di Yogyakarta

14 Maret 2017 15:31 WIB
ADVERTISEMENT
Jalan Malioboro Yogyakarta (Foto: Wikimedia)
Klitih, satu kata yang asing di telinga orang dari luar Yogyakarta. Tapi bagi orang Yogyakarta, klitih merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan tindak kekerasan jalanan yang dilakukan kalangan pemuda atau pelajar.
ADVERTISEMENT
Pelaku klitih ini biasanya terdiri lebih dari satu orang menggunakan senjata tajam seperti pedang, golok, dan ada juga gir sepeda motor yang telah dimodifikasi.
Aksi klitih kebanyakan dilakukan pelaku di malam hari. Para pelaku melakukan aksi kekerasan tidak pandang bulu. Bahkan kebanyakan mereka menyerang orang yang tidak dikenalnya.
Ruas jalan yang sepi hingga tempat nongkrong, seperti warung bubur kacang ijo (Burjo) atau warung kopi menjadi incaran para pelaku klitih. Tidak hanya luka senjata tajam yang diderita korban. Beberapa kejadian klitih bahkan membuat nyawa orang tak bersalah melayang.
Istilah klitih kini juga sering digunakan pihak kepolisian dan pemerintah di daerah Yogyakarta. Bahkan pada akhir 2016 lalu, saat laporan akhir tahun Polda DIY menggunakan klitih untuk menggambarkan kekerasan di kalangan pelajar. Polda DIY mencatat ada 43 kejadian klitih di wilayah setempat.
Tugu Yogyakarta (Foto: Wikimedia)
Namun jika ditengok kembali pada sekitar tahun 2007, istilah klitih sangat berbeda jauh. Klitih sama sekali tidak berbau dengan kekerasan. Klitih pada masa itu diartikan melakukan kegiatan di luar rumah pada malam hari.
ADVERTISEMENT
Klitih istilah yang digunakan pemuda di Yogyakarta untuk berjalan-jalan dan bermain bersama teman-teman. Penggunaan kata klitih sebagai gambaran kekerasan itu diperkirakan mulai sekitar tahun 2014.
Aksi klitih terbaru terjadii pada Minggu (12/3) dini hari. Seorang pelajar SMP, Ilham meninggal dunia karena dibacok sekelompok gerombolan bermotor di Jalan Kenari. Polresta Yogya sudah menangkap para pelaku dan melakukan penahanan.
Menyikapi budaya klitih ini, GKR Hemas, yang juga pimpinan DPD meminta agar orang tua mengawasi anaknya. Istri Sultan HB X ini menekankan agar lingkungan juga ikut berpartisipasi.
Kraton Yogyakarta, (Foto: Gryffindor via Wikimedia Commons)