Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Hari libur itu, Ahad (23/4), sejak pagi ruangan Masjid Al-Mokhtar Malaka Munjul, Cilangkap, Jakarta Timur, telah ramai oleh kedatangan sejumlah orang.
ADVERTISEMENT
Orang-orang yang meramaikan masjid tersebut ialah sejumlah pasien yang hendak mengkuti rukiah oleh para perukiah dari Komunitas Cinta Ruqyah pimpinan Ustaz Adam Amrullah.
Mohammad Fadli, salah satu perukiah, mengatakan kepada kumparan (kumparan.com), “Ruqyah berasal dari kata ruqo (bahasa Arab). Ruqo itu artinya mantra atau jampi-jampi. Jadi rukiah didasari Alquran surat Al-Isra ayat 82 --‘Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkah Alquran sebagai penawar ataupun obat bagi orang-orang mukmin.’ Dari situ menjadi dasar bahwa kita sebagai manusia bisa menggunakan ayat-ayat suci Alquran sebagai obat --obat apapun, baik itu penyakit medis maupun non-medis.”
Fadli menjabarkan, penyakit medis tersebut adalah penyakit jantung, paru-paru, lambung, dan lain-lain. Adapun penyakit non-medis semisal orang yang terkena sihir, guna-guna, anak yang sering nangis, anak yang sering rewel, dan penyakit ain.
ADVERTISEMENT
Apa itu penyakit ain? “Ain itu penyakit yang datangnya dari mata, yang berawal dari hasad, dengki, ataupun dari kagum. Nah ain itu ada ain dari jin dan juga ain dari manusia.”
Fadli memberi contoh ketika seseorang merasa iri ataupun dengki kepada seseorang, tatapan dengki si pendengki dapat menimbulkan gangguan atau penyakit ain pada orang yang ditatap.
Begitu pula misalnya ketika seseorang merasa kagum pada seseorang lainnya atau bahkan pada anak kecil yang lucu, kemudian orang tersebut menatap kagum tanpa megucapkan kalimat pengagungan kepada Allah seperti dengan kata “Masya Allah”, orang atau anak kecil yang ditatap tersebut bisa terkena ain.
Pro-kontra
Mengenai pro-kontra antara orang-orang yang membolehkan dan tak membolehkan rukiah, Fadli menyebutkan bunyi suatu hadis yang isinya kurang lebih sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Sahabat ‘Auf bin Malik Radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Di masa Jahiliyyah kami biasa melakukan rukiah, lalu kami bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Bagaimana menurutmu, wahai Rasulullah?’ Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Tunjukkanlah kepadaku rukiah kalian. Tidaklah mengapa rukiah yang di dalamnya tidak mengandung syirik.’”
Meski ada hadis di atas, Fadli mengakui banyak juga orang yang berpendapat rukiah itu tak diperbolehkan. Sebab, kata Fadli, ada hadis yang menyebut barang siapa yang meminta rukiah tidak akan dapat tiket masuk surga tanpa hisab.
Fadli mengatakan hadis tersebut tidak dapat dibantah. “Memang lebih baik kita melakukan rukiah sendiri, tanpa meminta bantuan rukiah dari orang lain, agar kita bisa langsung bertawakal agar kita bisa meminta langsung kesembuhan kepada Allah.”
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana jika ada orang yang sedang sakit tapi tak mampu melakukan rukiah mandiri?
Fadli menjelaskan, “Jika ada seseorang yang memang dia sakit, pada tubuhnya sakit, tapi dia tidak mampu melakukan ruqyah itu sendiri, nah hendaklah datang ke perukiah untuk dirukiah.”
Menurut Fadli, meminta dirukiah seraca syariyyah jauh lebih baik ketimbang mendatangi dukun, orang pintar, dan tempat-tempat lain yang mengandung kesyirikan.
“Berhubungan dengan masuk surga tanpa hisab, apakah kita sebagai manusia biasa, sebagai manusia yang daif, akan mendapatkan tiket masuk surga tanpa hisab?” tanya Fadli, retorik.
Menurut Fadli yang terpenting adalah rukiah tersebut dijalan secara syariyyah, sesuai yang pernah dilakukan Nabi dan para sahabat.
Rukiah syariyyah
Penerapan rukiah syariyyah cukup sederhana, yakni dengan membacakan ayat-ayat Alquran, dan bergantung serta meminta kesembuhan dari Allah semata.
ADVERTISEMENT
Fadli mengatakan, “Allah menurunkan Alquran itu sebagai syifa (obat), sebagai penawar. Jadi apapun suratnya dalam Alquran, apa pun bacaannya, itu bisa dilakukan ataupun dibaca saat kita merukiah.”
Sebelum melakukan rukiah, setiap orang harus menancapkan dalam sanubarinya: hanya Allah yang dapat menyembuhkan.
“Jadi ketika ada seorang pasien datang kepada orang yang merukiah, dia tidak boleh bersandar kepada si perukiah. Hendaknya dia harus memperkuat tauhidnya (mengimani keesaan Allah),” kata Fadli.
Seorang perukiah juga harus mengingatkan kepada pasien agar jangan pernah bersandar kepada manusia, dan jangan pernah meminta sembuh dari seorang perukiah.
“Laa lilaaha illallah. Tidak ada ilah (yang dituhankan) selain Allah,” ujar Fadli.
Sementara rukiah yang tidak sesuai syariat antara lain rukiah dengan membacakan kalimat-kalimat asing yang bukan berasal dari Alquran, dan bergantung kepada barang maupun seseorang tertentu.
ADVERTISEMENT
Fadli menyimpulkan, rukiah syariyyah sebenarnya termasuk salah satu pengobatan Nabi.
“Attibun nabawi (pengobatan Nabi) di antaranya ada rukiah dan bekam. Nah, keduanya bisa digabungkan dan disinergikan. Sehingga setelah dirukiah kemudian dibekam, insya Allah hasilnya jadi lebih maksimal,” kata Fadli.
Anda pernah mencoba?