news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mengenal Sistem Pemerintahan Turki Baru di Bawah Erdogan

25 Juni 2018 11:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seseorang membawa foto Tayyip Erdogan. (Foto: Reuters/Goran Tomasevic)
zoom-in-whitePerbesar
Seseorang membawa foto Tayyip Erdogan. (Foto: Reuters/Goran Tomasevic)
ADVERTISEMENT
Recep Tayyip Erdogan memang bukan pemimpin baru di Turki, namun dia akan memimpin negara itu dengan sistem pemerintahan yang baru. Berdasarkan referendum April 2017, Turki kini menanggalkan sistem parlementer menjadi presidensial.
ADVERTISEMENT
Di bawah pemerintahan yang baru nanti, posisi perdana menteri akan dihapuskan dan kekuatan eksekutif dialihkan ke presiden yang menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Presiden akan menunjuk wakil presiden, yang jumlahnya boleh lebih dari satu. Para menteri juga akan ditunjuk langsung oleh presiden. Erdogan juga punya wewenang menunjuk 12 dari 15 hakim mahkamah agung Turki.
Pendukung membawa poster Tayyip Erdogan. (Foto: Reuters/Alkis Konstantinidis)
zoom-in-whitePerbesar
Pendukung membawa poster Tayyip Erdogan. (Foto: Reuters/Alkis Konstantinidis)
Anggaran nasional nantinya akan dirancang oleh presiden, setelah sebelumnya ditentukan parlemen. Jika parlemen menolaknya, maka akan digunakan anggaran tahun sebelumnya.
Jika di sistem sebelumnya presiden Turki harus memutus hubungan dengan partai sesaat setelah memimpin, tidak pada sistem saat ini. Presiden tidak harus netral, boleh tetap berafiliasi dengan partai politiknya.
Parlemen bisa memakzulkan presiden, dalam voting yang disetujui dua per tiga mayoritas anggota. Tapi keputusan akhir pemakzulan ditentukan oleh mahkamah konstitusi, yang sebagian anggotanya ditunjuk presiden.
ADVERTISEMENT
Pengadilan militer akan dihapuskan. Di bawah sistem yang baru, wewenang presiden lebih besar termasuk dalam menetapkan status darurat sipil dengan mengeluarkan dekrit. Pada sistem sebelumnya, dekrit hanya bisa dikeluarkan atas rekomendasi dan restu dari parlemen.
Presiden Turki, Tayyip Erdogan. (Foto: Kayhan Ozer/Presidential Palace/Handout via Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Turki, Tayyip Erdogan. (Foto: Kayhan Ozer/Presidential Palace/Handout via Reuters)
Dalam sistem yang baru, pemilu presiden dan parlemen digabungkan setiap lima tahun sekali. Presiden maksimum menjabat selama dua periode, kecuali dia mengumumkan pemilu dini sehingga bisa ikut dalam pemilu untuk periode ketiga.
Berdasarkan skema ini, Erdogan berpeluang memimpin Turki hingga 2029.
Menurut kubu oposisi, sistem ini akan memberikan kewenangan berlebihan kepada presiden dan melemahkan parlemen sehingga kecenderungan otoriter akan semakin lebar terbuka. Namun hal ini dibantah oleh partai Erdogan, AKP.