Mengenang Duo Wonder Woman Indonesia: Rasuna Said dan Malahayati

8 Juni 2017 13:23 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Rasuna Said dan Laksamana Keumalahayati (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rasuna Said dan Laksamana Keumalahayati (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
Indonesia bukan hanya Soekarno, Hatta, Pattimura, Pangeran Diponegoro dan sederet pahlawan 'perkasa' lainnya. Indonesia juga punya deretan perempuan yang mampu menembus barikade penjajah dengan keberanian yang sempurna, baik melalui perang fisik maupun perang pemikiran.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid V karya Nugroho Notosusanto dkk, kaum perempuan di Indonesia mempunyai kedudukan dan peran yang penting dalam menentukan jalannya sejarah di samping perannya sebagai ibu rumah tangga. Sederet nama baik yang sudah dinobatkan sebagai pahlawan atau belum memiliki andil untuk meraih kedaulatan Indonesia.
Di antara perempuan-perempuan itu adalah HR Rasuna Said, Kartini, Christina Martatiahahu, Cut Nyak Dien, Laksamana Malahayati dan banyak nama lainnya.
Mereka layak disebut dengan Wonder Woman-nya Indonesia di dunia nyata.
kumparan (kumparan.com) hari ini membeberkan perjuangan dua Wonder Woman Indonesia yang perjuangannya atau bahkan namanya kamu belum tahu.
ADVERTISEMENT
1. HR Rasuna Said
Rasuna Said  (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rasuna Said (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
"Jika kaum lelaki memiliki “Singa Podium” seperti Ir. Soekarno, kaum wanita juga memiliki “Singa Betina” bernama Rasuna."
Itu adalah kutipan dari sebuah buku berjudul 'Women in Southeast Asian Nationalist Movements' karya Saydam tahun 2013.
Nama Rasuna Said mungkin tak asing bagi warga Jakarta. Namanya dijadikan salah satu jalan protokol di Ibu Kota. Namun, sedikit di antara kita yang tahu atau sekadar mau tahu siapa itu Rasuna Said. Atau kamu sudah tahu?
Kamu pernah mengira Rasuna Said itu nama pahlawan laki-laki? Kamu salah.
Rasuna memiliki nama lengkap Hajjah Rangkayo Rasuna Said. Rasuna Said lahir saat pemuda-pemudi sedang menggelorakan semangat kebangkitan nasional dan anti kolonialisme yang dipelopori oleh munculnya organisasi Budi Utomo.
ADVERTISEMENT
Ia lahir di Maninjau, Sumatera Barat, tanggal 15 September tahun 1910. Kelahirannya muncul bertepatan dengan reformasi di bidang pendidikan di wilayahnya dengan berdirinya Sekolah Thawalib berbasis Islam modern yang dipelopori oleh Haji Abdul Kasim Abdullah atau Haji Rasul.
Situasi dan kondisi pergerakan nasional kala itu membentuk pribadi Rasuna Said muda sebagai perempuan yang memiliki jiwa pemberontak dan antikolonialisme. Namun karena terlahir di wilayah yang Islamis, Rasuna juga tumbuh sebagai sosok yang religius.
Rasuna Said mulai aktif berorganisasi politik dengan menjadi anggota Sarikat Rakyat yang berafiliasi dengan Partai Komunis atas ajakan dari Haji Udin Rachmany pada tahun 1926. Selain aktif dalam Sarikat Rakyat, ia juga aktif mengajar pelajaran kewanitaan di Sekolah Diniyah Putri.
ADVERTISEMENT
Tahun 1927 terjadi pemberontakan Silungkang dan Rasuna Said bersama Haji Udin Rachmany disinyalir terlibat oleh pemerintah Hindia-Belanda itu melalui organisasinya, Sarikat Rakyat. Akhirnya Sarikat Rakyat pun dibubarkan.
Pemerintah kolonial pun semakin represif, melarang segala bentuk kegiatan yang berpotensi memupuk semangat nasionalisme warga Sumatera Barat. Namun Rasuna tetaplah Rasuna. Jiwa memberontaknya tak pernah padam.
Untuk meningkatkan perannya menghantam kolonial dan menggelorakan semangat perjuangan, Rasuna ikut serta dalam Partai Sarikat Islam pada tahun 1928. Ia dipercaya menjadi ketua cabang Maninjau. Tak lama kemudian ia menikah dengan Dusky Samad yang merupakan aktivis politik kala itu.
Pada tahun 1930, Rasuna Said bergabung dengan Persatuan Muslimin Indonesia (Permi). Bersama dengan Rasimah Ismail dan Ratna Sari, ia menjadi propagandis perempuan yang mengkampanyekan modernisasi pendidikan, persamaan hak antara perempuan dan laki-laki, reformasi pergerakan Islam, serta kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sikap represif pemerintah Hindia Belanda seakan tidak digubris oleh Rasuna Said. Ia terus memberikan pidato-pidato dan kampanye anti penjajahan seperti halnya yang ia lakukan pada tahun 1932 dalam kongres perempuan Permi di Padang Panjang. Ia menyampaikan pidato dengan judul “Langkah-langkah menuju Kemerdekaan Rakyat Indonesia”.
Sikapnya yang sangat anti pada pemerintah Hindia Belanda ini membuatnya harus merasakan dinginnya ruangan sel tahanan di Semarang selama 15 bulan. Setelah dibebaskan, ia tetap memegang teguh prinsipnya yang anti pada penjajahan. Ia banyak menulis artikel dalam jurnal “Raya”.
Setelah pemerintahan Hindia Belanda berakhr dan Jepang yang mulai berkuasa di Nusantara, Rasuna kembali ke Padang. Ia direkrut oleh Chatib Sulaiman untuk menjadi pemimpin dalam Giyu Gun bagian wanita dengan nama Hahanokai bersama dengan sahabat lamanya, Rahmah El Yunusiah dan Ratna Sari.
ADVERTISEMENT
Rasuna meninggal dunia pada 2 November 1965. Sepanjang hayatnya, Rasuna memegang teguh sikap progresif, revolusioner, non-kooperatif, dan pantang menyerah. Baginya, kemerdekaan terbagi dalam tiga unsur penting, yaitu keislaman, kebangsaan, dan kewanitaan. Kemerdekaan tidak hanya sebatas pada terbebas dari belenggu penjajah, namun kemerdekaan memberikan makna yang lebih luas; Merdeka itu Terdidik, Tersadar, dan Tercerahkan.
Karena jasanya, pemerintah menjadikan HR Rasuna Said sebagai pahlawan nasional. Di Jakarta, namanya diabadikan menjadi nama jalan protokol di kawasan Kuningan, Jaksel. Patung setengah badannya juga bisa disaksikan di pelataran Plaza Festival (dulu Pasar Festival) di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan.
2. Laksamana Malahayati
Lukisan Malahayati (Foto: kowani.or.id)
zoom-in-whitePerbesar
Lukisan Malahayati (Foto: kowani.or.id)
Mungkin di antara kamu belum terlalu mengenal namanya. Dia memang tak seterkenal Kartini, Cut Nyak Dien atau Christina Marta Tiahahu. Namun jasanya untuk Indonesia, sama sekali tak boleh diremehkan.
ADVERTISEMENT
Malahayati sampai sekarang memang belum menjadi pahlawan nasional. Namun namanya telah diabadikan sebagai salah satu universitas di Lampung. Gaung menjadikan Malahayati sebagai pahlawan juga telah terdengar.
Dikutip dari website resmi Universitas Malahayati, Malahayati adalah laksanama laut perempuan muslimah pertama di dunia. Catatan perjuangannya membuat namanya layak lebih banyak dibicarakan di buku-buku sejarah di Indonesia.
Nama asli Malahayati adalah Keumalahayati. Ia merupakan putri dari Laksamana Mahmud Syah bin Laksamana Muhammad Said Syah. Kakeknya merupakan putra Sultan Salahuddin Syah yang memimpin Aceh pada 1530-1539. Keluarganya memang keluarga pelaut.
Laksamana Keumalahayati (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Laksamana Keumalahayati (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
Tak cuma mendapat bekal pengetahuan kemaritiman dari sang ayah, Malahayati juga menghabiskan masa mudanya dengan menempuh pendidikan akademi militer dan memperdalam ilmu kelautan di Baital Makdis, pusat pendidikan tentara Aceh.
ADVERTISEMENT
Di tempat itu juga, Malahayati bertemu tambatan hatinya. Dia menikah dengan seorang perwira muda yang siap berperang dan menggadaikan nyawa untuk menumpas penjajah.
Namun Malahayati pasti menyadari apa risiko yang harus diambilnya ketika menikahi seorang tentara atau pejuang. Ia harus siap kehilangan sang belahan jiwa kapan pun.
Benar saja, belum terlalu lama menikah, Malahayati harus kehilangan suaminya. Sang suami menjadi salah satu prajurit dari seribu orang Aceh yang gugur dalam suatu perang melawan Portugis di Teluk Haru, meski saat itu armada Aceh sukses menghancurkan Portugis
Namun jiwa perjuangan Malahayati tak luntur meski kehilangan sang suami. Tak lama setelah suaminya pergi menghadap keabadian, Malahayati membentuk armada yang terdiri dari para janda yang suaminya gugur dalam pertempuran melawan Portugis. Armada ini dikenal dengan nama Inong Balee yang memang berarti armada perempuan janda.
ADVERTISEMENT
Namun seiring berjalannya waktu, armada ini tak hanya diisi oleh janda prajurit. Gadis-gadis pun akhirnya ikut ambil bagian.
Armada yang pangkalannya berada di Teluk Lamreh Krueng Raya ini memiliki 100 kapal perang dengan kapasitas 400-500 orang. Tiap kapal perang dilengkapi dengan meriam. Bahkan kapal paling besar dilengkapi lima meriam.
Kata siapa perempuan tak bisa berperang? Armada Inong Balee menjadi bukti sahih bahwa perempuan juga memilki kekuatan super.
Cornalis de Houtman dan para prajuritnya sempat merasakan bagaimana keganasan Malahayati dan prajurit Inong Balee pada tahun 1599.
Awalnya kedatangan Cornelis de Houtman disambut baik oleh warga dan pejabat di lingkungan kerajaan. Mereka pun menjanjikan kerja sama menarik.
Kerja sama ini dimanfaatkan Aceh untuk menyewa kapal-kapal Belanda yang akan digunakan untuk mengangkut pasukan ke Johor. Perjanjian sewa kapal itu ditandatangani tanggal 30 Juli 1599 dan direncanakan berangkat pada tanggal 11 September 1599.
ADVERTISEMENT
Namun sayang, menjelang keberangkatan pasukan Aceh ke Johor, pihak Belanda mengingkari perjanjian tersebut dan kapten kapal yang bernama J. Van. Hamskerek pun melarang pasukan Aceh naik ke atas kapal. Aceh tidak terima dengan perlakuan itu.
Sebagian pasukan Aceh yang telah berada di atas kapal langsung marah dan mengamuk ketika Belanda menembaki beberapa pembesar Aceh yang masih berada di atas sampan termasuk kerabat sultan dan korban dan kedua belah pihak pun tidak bisa dihindari.
Sejumlah orang Belanda terbunuh, termasuk Cornelis de Houtman. Penjelajah ternama itu tewas disabet rencong Malahayati.
Saat itu setelah pertempuran melawan armada Belanda, hubungan Aceh dan Belanda sempat tegang. Prins Maurits, yang memimpin Belanda saat itu berusaha memperbaiki hubungan. Maka dikirim utusan ke Aceh, dan Malahayati ditugaskan oleh Sultan untuk melakukan perundingan-perundingan awal dengan utusan Belanda, hingga tercapai sejumlah persetujuan.
ADVERTISEMENT
Menurut beberapa sumber sejarah, Malahayati disebut gugur saat memimpin pasukan Aceh menghadapi armada Portugis di bawah Alfonso de Castro yang menyerbu Kreung Raya Aceh pada Juni 1606. Dia kemudian dimakamkan di lereng Bukit Lamkuta, sebuah desa nelayan yang berjarak 34 kilometer dari Banda Aceh.
Begitulah kisah Malahayati, ahli perang namun juga seorang diplomat ulung.
Meski belum dinobatkan menjadi nama pahlawan nasional, nama Malahayati sudah selayaknya ditempatkan sejajar dengan pejuang-pejuang perempuan Indonesia lainnya. .