Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Mengenang SK Trimurti, Wanita Pejuang Kemerdekaan Pers
9 Februari 2017 11:22 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Tokoh pers nasional bukan hanya Tirto Adhi Soerjo. Ada nama lain yang patut dikenang di perayaan Hari Pers Nasional. Dialah SK Trimurti.
ADVERTISEMENT
Trimurti dan Awal Mula Ia Berjuang
Surastri Karma Trimurti adalah seorang tokoh perempuan yang memiliki peran sangat besar dalam perjuangan Indonesia, khususnya di dunia para penyambung lidah rakyat. Berguru langsung kepada Soekarno, ia berpartisipasi aktif menulis dan juga berpolitik dalam Partindo.
Dikutip dari jurnal ilmiah karya Ipung Jazimah yang berjudul "S K Trimurti: Pejuang Perempuan Indonesia", Trimurti lahir pada 11 Mei 1912 di Desa Sawahan, Boyolali, Karesidenan Surakarta. Ayahnya bernama R.Ng. Salim Banjaransari Mangunsuromo dan ibunya bernama R.A. Saparinten Mangunbisomo. Ayah dan ibunya abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta. .
Saat menginjak usia remaja, Trimurti singgah ke Banyumas Banyumas inilah yang menjadi pintu gerbang pertama bagi Trimurti mengenal dunia organisasi dan perjuangan.
ADVERTISEMENT
Pada saat itu seorang perempuan dianggap tabu jika mengikuti aktivitas politik maupun organisasi yang kebanyakan dilakukan oleh laki-laki. Setelah S.K.Trimurti dewasa, barulah ia menyadari bahwa ia tidak setuju dengan model aturan orang tuanya yang membedakan peran perempuan dan laki-laki.
Perempuan harus lebih banyak di dapur dan tak boleh sering keluar rumah. Trimurti menolak semua aturan feodal tersebut.
Baginya seorang perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk memajukan diri baik dalam hal akademis maupun sosial. Karena itu sembari mengajar ia aktif menjadi anggota Rukun Wanita juga kerap mengikuti berbagai rapat-rapat yang diadakan oleh BU (Budi Utomo) cabang Banyumas.
Agustus dan September 1932, Soekarno mengadakan perjalanan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur guna membuka rapat-rapat umum Partindo. Salah satu kota di Jawa Tengah yang akan dikunjungi oleh Soekarno adalah Purwokerto.
ADVERTISEMENT
Sebagai perempuan muda yang haus akan nilai-nilai dan semangat perjuangan, ia ikuti rapat umum itu. Inilah untuk pertama kalinya SK Trimurti melihat dan mendengar secara langsung pidato Soekarno.
Pesan utama pidato Soekarno yang ditangkapnya adalah bahwa bangsa Indonesia harus mulai bergegas untuk menerapkan anti imperialisme dan anti kolonialisme. Pidato Soekarno ini amat mempengaruhi jiwa Trimurti sampai akhirnya dengan tekad bulat dilepaskannya status sebagai guru negeri dan ia memilih bergabung dengan Partindo cabang Bandung. Keputusan besar yang sangat ditentang oleh keluarganya.
SK Trimurti memilih untuk bergabung dengan Partindo cabang Bandung karena ia ingin berguru langsung kepada Soekarno. "Saya sendiri masuk kepada partai politik itu pada tahun 1933. Waktu itu saya berada di Bandung. Saya berguru pada Bung Karno, belajar politik pada beliau,” kata Trimurti.
ADVERTISEMENT
Sepak Terjang Trimurti sebagai Penyambung Lidah Rakyat
Selain berpolitik, Trimurti juga senang menulis. Guru utama SK Trimurti dalam dunia tulis-menulis adalah Soekarno.
Soekarno adalah sosok yang pertama kali meminta SK Trimurti untuk menuangkan tulisannya dalam koran Pikiran Rakyat dan majalah Partindo. Awalnya Ia menolak karena merasa tidak cukup percaya diri dengan hasil tulisannya.
Namun Soekarno meyakinkan dan menyemangati Trimurti, bahwa ia pasti bisa. Akhirnya SK Trimurti memaksakan dirinya untuk menulis dan dimuatlah tulisannya yang pertama kali di media massa yaitu di Pikiran Rakyat.
Saat di Klaten, Trimurti menulis untuk surat kabar Berdjoeang pimpinan Doel Arnowo. Perjalanannya menulis terus berlanjut.
Pada tahun 1935 ia dan teman-temannya di Solo mendirikan majalah Bedug yang bertujuan untuk komunikasi mengenai perjuangan rakyat dan untuk menggugah hati rakyat supaya sadar dengan nasibnya sebagai bangsa terjajah.
ADVERTISEMENT
Majalah Bedug menggunakan bahasa Jawa dengan harapan agar banyak dibaca oleh kalangan rakyat banyak. Namun sangat disayangkan, majalah ini hanya bertahan satu kali penerbitan.
Bedug kemudian berganti wajah menjadi Majalah Terompet. Untuk memperluas jaringan pembacanya, Majalah Terompet menggunakan bahasa Indonesia, namun ternyata Majalah Terompet juga tidak bertahan lama.
Dunia menulis SK Trimurti dilanjutkan saat ia mendapat tugas untuk mengelola majalah Suara Marhaeni milik Partai Marhaen Indonesia (PMI). Setelah itu ia juga membantu mengisi tulisan di majalah Suluh Kita dan kadang-kadang membantu menyumbang tulisan di Sinar Selatan.
Setelah menikah dengan Sayuti Melik, SK Trimurti bahkan mendirikan majalah sendiri yang bernama Pesat. Sayangnya majalah ini terpaksa ditutup ketika Jepang datang karena Jepang melarang semua surat kabar kecuali yang dikelola oleh Jepang sendiri. Setelah merdeka, SK Trimurti tak meninggalkan dunia tulis-menulis.
ADVERTISEMENT
Melalui Api Kartini dan Harian Rakyat, SK Trimurti kerap memperjuangkan nasib perempuan agar sejajar dengan laki-laki. Ia juga kerap mengkritik kebiasaan di masyarakat yang menganggap perempuan sebagai pelengkap atau hanya embel-embel laki-laki semata.
Tahun 1975 Trimurti bersama dengan teman-temannya mendirikan majalah bertemakan filsafat dan mental spiritual bernama Mawas Diri. Iklim yang berbeda membuat Trimurti banting setir mengenai tema penulisan di majalahnya.
Dalam karyanya, ia tak melulu menulis masalah politik, namun juga menulis tentang sosial ekonomi, wanita, dan perburuhan di Kedaulatan Rakyat, Majalah Gema Angkatan 45, Majalah Suara Perwari, Majalah Pradjoerit, Harian Nasional, dan Majalah Revolusioner.
Ia beranggapan bahwa majalah politik tak lagi sesuai karena keadaan negara tidak lagi dijajah walaupun negara demokratis seperti yang ia dan teman-teman seperjuangannya impikan belum sepenuhnya terwujud.
ADVERTISEMENT
Perjuangan Trimurti untuk Indonesia merdeka mengilhami Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengabadikan nama SK Trimurti sebagai anugerah atau penghargaan dengan nama Trimurti Award. Anugerah ini bertujuan untuk melestarikan semangat dan prinsip perjuangan Trimurti baik kepada aktivis perempuan atau jurnalis perempuan.
Nama Trimurti dipilih sebagai ikon karena kesamaan gagasan dan semangatnya dengan visi AJ. Trimurti adalah alah satu tokoh kemerdekaan yang dipandang gigih memperjuangkan kebebasan pers, kebebasan berekspresi dan hak kaum tertindas terutama perempuan. Baik melalui karya-karya jurnalistik maupun lewat pengabdian sebagai aktivis perempuan dan politik.
Trimurti sang wartawati yang begitu dekat dengan penjara, baik sejak masa pemerintahan Belanda sampai pemerintahan Jepang, menyudahi goresan penanya di dunia pada 20 Mei 2008.
ADVERTISEMENT
Perempuan pejuang dari Boyolali ini meninggal dunia pada pukul 18.30 WIB di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Ia meninggalkan bangsa yang telah diperjuangkannya pada usia 96 tahun. Tepat saat bangsa Indonesia merayakan 100 tahun hari kebangkitan nasional.
Selamat Hari Pers Nasional!