Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Mengetahui Korupsi 1MDB yang Seret Eks PM Malaysia Najib Razak ke Penjara
23 Agustus 2022 19:31 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Mantan Perdana Menteri Malaysia , Najib Razak , adalah tokoh kunci dalam kasus penjarahan kas negara yang menggegerkan. Pada Selasa (23/8), otoritas menyeret pria berusia 69 tahun itu ke penjara usai pengadilan menolak pengajuan banding.
ADVERTISEMENT
Skandal itu menjerat pejabat dan lembaga keuangan di seluruh dunia. Bersama kroni-kroninya, Najib merampok sekitar USD 4,5 miliar (Rp 66,7 triliun) dari 1Malaysia Development Berhad (1MDB ).
Para pejabat tinggi tersebut lalu menghabiskan miliaran curiannya untuk membeli kapal pesiar, mengoleksi lukisan Van Gogh, hingga membiayai produksi film Hollywood.
Bagaimana kasus 'megakorupsi' itu membuat Najib menjadi mantan Perdana Menteri pertama yang dipenjara di Malaysia? Berikut rangkuman atas skandal tersebut:
1MDB
Najib meluncurkan 1MDB tidak lama setelah merengkuh kekuasaan sebagai kepala pemerintahan pada 2009. Disadur dari AFP, BUMN tersebut bertugas mengelola dana investasi Malaysia.
1MDB mengurusi pembangkit listrik, real estate, dan aset energi lainnya di Malaysia dan Timur Tengah. Arus dana tersebut diawasi ketat secara langsung oleh Najib.
ADVERTISEMENT
Low Taek Jho alias Jho Low turut membantu mendirikan 1MDB. Dia adalah pengusaha dan kawan dekat Najib. Meskipun tidak memiliki posisi resmi, Low mendapatkan wewenang serupa dalam membuat keputusan bagi 1MDB.
1MDB kemudian terperosok ke dalam utang senilai USD 11 miliar (Rp 163 triliun) pada 2014. Pengawasan publik yang semakin intens menyibak adanya pencurian dana oleh oknum pemerintahan.
Sarawak Report mengungkap skandal itu untuk pertama kalinya. Menyusul portal berita tersebut, The Wall Street menerbitkan dokumen yang membuktikan keterlibatan Najib.
Total Kerugian
Pihaknya menjelaskan, setidaknya USD 681 juta (Rp 10 triliun) mengalir ke rekening pribadi Najib dari 1MDB. Kas negara itu melewati pencucian melalui sistem keuangan Amerika Serikat (AS).
Alhasil, Kementerian Kehakiman AS menjalankan penyelidikannya sendiri. AS juga mengajukan tuntutan hukum untuk mengembalikan aset hasil curian senilai USD 1,8 miliar (Rp 26,7 triliun).
ADVERTISEMENT
Kementerian itu mencatat pencurian sekitar USD 4,5 miliar (Rp 66,7 triliun) antara 2009 dan 2015. Jarahan tersebut berakhir menjadi berbagai aset yang tersebar.
Puluhan juta dolar ludes digunakan oleh anak tiri Najib, Riza Aziz. Produser film itu mendanai The Wolf of Wall Street yang dibintangi oleh Leonardo DiCaprio pada 2012.
Riza dan Low juga menghamburkannya untuk properti-properti mewah di Beverly Hills, New York, dan London.
Daftar belanja dari pencurian itu turut meliputi lukisan Monet seharga USD 35 juta (Rp 520 miliar), lukisan Van Gogh seharga USD 5,5 juta (Rp 81 miliar), jet Bombardier senilai USD 35 juta (Rp 520 miliar), saham senilai USD 100 juta (Rp 1,4 triliun) di EMI Music Publishing, dan kapal pesiar seharga USD 250 juta (Rp 3,7 juta).
ADVERTISEMENT
Proses Hukum
Najib berusaha mati-matian untuk meredam skandal tersebut. Menargetkan para kritikus, dia mengeluarkan undang-undang yang represif. Namun, Najib tidak berhasil membendung amarah publik.
Najib akhirnya mendapati kekalahan mengejutkan dari Mahathir Mohamad dalam pemilu pada 2018. Menanggapi seruan masyarakat, Mahathir membuka kembali penyelidikan 1MDB.
Najib lantas menghadapi puluhan dakwaan. Tetapi, proses hukum tersebut sempat terhambat. Koalisi mencakup partai Najib yang dilanda skandal merebut kekuasaan di Malaysia pada 2020. Tuduhan terhadap Riza pun berhenti tahun itu pula pada Mei lalu.
Kendati demikian, Najib tetap mendapatkan hukuman atas tujuh dakwaan. Kasus tersebut berpusat pada pengiriman dana secara ilegal dari anak perusahaan 1MDB, SRC International. Dana senilai RM 42 juta (Rp 139 miliar) ditransfer ke rekening pribadi milik Najib.
ADVERTISEMENT
Najib dinyatakan bersalah pada Juli 2020. Dia menghadapi tuduhan pelanggaran pidana, penyalahgunaan kekuasaan, dan pencucian uang.
Pengadilan menjatuhkan hukuman penjara 12 tahun dan denda RM 210 juta (Rp 694 miliar). Melewati sejumlah persidangan, Najib bersikeras mengaku tidak bersalah.
Pengacaranya mengatakan, dia tidak mengetahui transfer dana tersebut. Mereka justru mengeklaim bahwa Low adalah dalang sebenarnya di balik penipuan 1MDB.
Tetapi, pengadilan menolak banding Najib pada Desember 2021. Najib pun terdesak mencari jalan terakhir di Pengadilan Federal Malaysia.
Kuasa hukum menyertakan 94 alasan untuk mendukung pembebasan Najib. Sebelum pengadilan, Najib berbicara kepada para pendukungnya di luar Istana Kehakiman.
Mengaku sebagai korban, Najib mengatakan bahwa haknya untuk mendapatkan keadilan tengah terancam.
"Saya telah mencoba yang terbaik. Yang penting perjuangan kita harus terus berlanjut. Saya tidak kalah, saya hanya tidak mendapatkan keadilan," ujar Najib, dikutip dari Free Malaysia Today, Selasa (23/8).
ADVERTISEMENT
Najib sempat meminta penundaan dua bulan untuk mempersiapkan pembelaan sesaat sebelum putusan dibacakan.
Walaupun membuat seruan berapi-api, pada Selasa (23/8) pengadilan menepis seluruh permohonan Najib. Pihaknya menolak pengajuan banding dan penangguhan hukuman.
"Adalah pandangan bulat kami bahwa bukti yang dibawa selama persidangan membuktikan kesalahan besar pada semua tujuh dakwaan," tegas Ketua Pengadilan Federal Malaysia, Maimun Tuan Mat.
Najib yang duduk di samping istri dan dua anaknya saat putusan dibacakan tampak muram. Dia masih harus melawan lebih dari 30 tuduhan korupsi lainnya terkait 1MDB.
Maimun bahkan mengeluarkan surat perintah untuk segera memenjarakan Najib. Keluarganya mengungkap, Najib dibawa ke Penjara Kajang di Kuala Lumpur. Tetapi, pengacaranya tengah mempertimbangkan mengajukan permohonan peninjauan kembali.
ADVERTISEMENT
"Saya belum bisa pastikan sekarang, tapi kemungkinan [peninjauan kembali] akan kami bahas," ujar pengacara Najib, Hisyam Teh Poh Teik.
Live Update
Pada 5 November 2024, jutaan warga Amerika Serikat memberikan suara mereka untuk memilih presiden selanjutnya. Tahun ini, capres dari partai Demokrat, Kamala Harris bersaing dengan capres partai Republik Donald Trump untuk memenangkan Gedung Putih.
Updated 5 November 2024, 20:53 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini