Menghadapi Pandemi, Kita Memerlukan Solidarity Makers

18 September 2020 9:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi virus corona. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi virus corona. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
17 September, PMI merayakan ulang tahun ke-75, di tengah suasana pandemi corona. Menurut Sekjen PMI Sudirman Said, hal ini membuat perayaan hari ini terasa istimewa.
ADVERTISEMENT
"Ini ulang tahun yang sangat istimewa, dan pasti akan selalu dikenang sepanjang masa. Bukan karena kemeriahan acara, tetapi justru karena serba sederhana. Kita tidak bisa berkumpul dengan terlalu banyak orang, karena suasana pandemi corona," kata Sudirman Said kepada kumparan, Jumat (18/9).
Di sisi lain, kata Sudirman, secara operasional seluruh markas PMI dan seluruh relawan PMI dalam kesiagaan penuh untuk membantu pemeritah dan masyarakat menghadapi wabah ini.
"Belum lagi antisipasi bencana yang biasanya datang ketika musim hujan tiba. Ulang tahun ke 75 ini memberi kesan yang mendalam bagi seluruh keluarga besar PMI," tutur dia.
Sudirman juga mengingatkan bahwa di tengah situasi sulit ini kita butuh solidarity makers. Kekuatan bersama, melangkah bersama, demi mencegah penularan.
ADVERTISEMENT
Berikut wawancara lengkap kumparan dengan Sudirman Said:
Sudirman Said. Foto: Dok. Pribadi
Pak Dirman, apa makna ultah PMI di tengah pandemi corona?
Ini ulang tahun yang sangat istimewa, dan pasti akan selalu dikenang sepanjang masa. Bukan karena kemeriahan acara, tetapi justru karena serba sederhana.
Kita tidak bisa berkumpul dengan terlalu banyak orang, karena suasana pandemi corona. Di sisi lain, secara operasional seluruh markas PMI dan seluruh relawan PMI dalam kesiagaan penuh untuk membantu pemeritah dan masyarakat menghadapi wabah ini.
Belum lagi antisipasi bencana yang biasanya datang ketika musim hujan tiba. Ulang tahun ke-75 ini memberi kesan yang mendalam bagi seluruh keluarga besar PMI.
Menurut Pak Dirman, sejauh ini apa langkah konkret PMI ke depan untuk menghadapi pandemi? Sudah nyaris 7 bulan pak
ADVERTISEMENT
Dalam batas-batas kemampuan sebagai organisasi sosial kemanusiaan, PMI sudah mengerahkan segala daya upaya untuk membantu pemerintah dan masyarakat mengatasi covid-19. Dua kegiatan yang menjadi fokus adalah pencegahan penularan dan menyerang virus.
Sudirman Said Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Pencegahan dilakukan dengan kampanye komunikasi risiko: cuci tangan, pakai masker, dan jaga jarak hindari kerumunan. PMI dibantu oleh sponsor dan mitra juga memasang ribuan sarana cuci tangan di berbagai daerah.
Menyerang virus dilakukan dengan menyemprot cairan disinfektan ke tempat-tempat umum, dan pemukiman warga. Tapi memang kemampuan PMI terbatas. Karena itu kita terus menggalang dukungan dari masyarakat untuk mendukung kelanjutan berbagai upaya di atas.
Dalam pandangan Pak Dirman, apa yang kurang dari penanganan pandemi di Indonesia?
ADVERTISEMENT
Saya tidak akan bicara apa yang kurang selama ini, karena tidak ada satupun negara yang benar-benar siap. Semua pihak sudah berupaya maksimal dengan kreativitas dan ikhtiar yang diyakini akan membawa hasil.
Tapi kalau melihat ke depan, bila ada kesempatan memperbaiki cara penanganan wabah ini, alangkah lebih baik bila ada sinkronisasi dan keserentakan kebijakan.
Langkah yang sinkron antar stakeholders dan dilakukan serentak di semua lapisan dan semua penjuru wilayah, rasanya akan lebih membawa dampak yang siginifikan dari pada upaya yang sporadis dan tidak dilakukan serentak.
Kalau soal masyarakatnya, apa yang sebenarnya paling krusial untuk diperbaiki?
Petugas Perlinudngan Masyarakat (Linmas) mengarahkan warga untuk mengikuti tes usap (swab test) COVID-19 di kawasan Pasar Keputran, Surabaya, Jawa Timur. Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Kita butuh solidarity makers, para pemimpin di semua bidang dan semua lapisan yang menyuarakan perlunya kekompakan warga negara. Kita menyadari bahwa disiplin masyarakat rata-rata memang belum cukup baik.
ADVERTISEMENT
Memaksa dengan sanksi mungkin saja diperlukan, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah menjadikan ini sebagai suatu Gerakan. Dan Gerakan massif itu hanya bisa terjadi bila kita punya lokomotif-lokomotif solidaritas untuk menggerakkannya.
Kenapa sih pak masih susah banget ya patuh protokol kesehatan? Harus ada strategi baru kah?
Memang patut disayangkan, taat hukum dan mematuhi aturan dengan tertib belum menjadi budaya kita. Malah ada kecenderungan, bisa mengakali aturan itu dianggap suatu “pencapaian”.
Ketika melanggar aturan itu taruhannya nyawa sekalipun, ternyata belum juga membuat kita bersikap mentaati aturan. Kita harus kerja keras membangkitkan kesadaran taat hukum dan disiplin. Peran para pemimpin dan elite sebagai teladan akan sangat menentukan.
Bagaimana dengan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat sejauh ini?
Tenaga kesehatan memeriksa ambulans di Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19, Wisma Atlet Kemayoran, di Jakarta, Rabu (16/9). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
Dalam gugus tugas penanggulangan COVID di berbagai level, rasanya ada wakil masyarakat dan pemerintah, bahkan akademisi. Secara struktur Kerjasama itu sudah ada salurannya.
ADVERTISEMENT
Gugus tugas nasional juga memiliki komponen relawan yang jumlahnya cukup besar. PMI di Pusat, di Provinsi, dan Kabupaten/kota juga menjadi bagian dari organisasi Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19. Tinggal kita dorong agar berjalan lebih efektif.
Untuk menciptakan rasa solidaritas bersama, ada pandangan langkah yang konkret kah pak?
Pertama-tama harus ada satu visi, bahwa kesehatan dan keselamatan jiwa manusia adalah di atas segalanya. Segala daya upaya diarahkan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan jiwa.
Selanjutnya, bila prioritasnya sudah sama, perlu ada saling pengertian atas kekuatan dan potensi masing-masing di antara para pemangku kepentingan dan komponen masyarakat.
Suatu orkestrasi yang rapi diperlukan. Ketiga, pada akhirnya memang harus ada kepemimpinan yang menggerakkan, dengan mengandalkan dua aspek: legalitas formal dan legitimasi moral.
ADVERTISEMENT
Tidak ada satu orang pun yang sempurna, karena itu untuk mewujudkannya diperlukan keterbukaan, sikap saling membutuhkan. Kita memerlukan banyak solidarity makers, yang sesungguhnya potensinya kita punya.
Bagaimana menurut Pak Dirman soal lonjakan pasien dan semakin banyaknya rumah sakit yang penuh?
Virus corona menular berpindah karena interaksi antar manusia. Bila interaksi tidak direm tidak dibatasi, tentu saja proses transmisi tidak akan terbendung. Jadi memang sebelum ada vaksin yang mencegah dan obat yang menyembuhkan jalan paling realistis adalah membatasi interaksi antar manusia.
Tidak ada kebijakan yang tidak punya kekurangan. Tinggal kita memilih, mau mengutamakan apa? Semoga yang dipilih yang risikonya lebih rendah.