Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
ADVERTISEMENT
Polemik penonaktifan 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) terus bergulir.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan surat keputusan yang diteken Firli Bahuri, pimpinan KPK memerintahkan para pegawai yang tak lolos TWK untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung.
75 pegawai KPK yang tak lolos TWK termasuk penyidik senior Novel Baswedan dan Ambarita Damanik, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Giri Suprapdiono, Direktur PJKAKI Sujanarko, hingga Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi Herry Muryanto.
Penonaktifan oleh Firli Bahuri ini dinilai upaya menyingkirkan orang-orang berintegritas di KPK. Padahal beberapa di antara mereka tengah menangani perkara besar seperti dugaan suap bansos corona dan suap izin ekspor benih lobster.
Polemik ini buntut revisi UU KPK pada September 2019, yang memerintahkan pegawai KPK alih status sebagai ASN. Revisi UU KPK tersebut disetujui bersama antara DPR dan Presiden Jokowi.
Sejumlah pihak, khususnya pegiat antikorupsi, menilai revisi UU KPK merupakan awal mula episode menghabisi KPK. Adapun alih status menjadi ASN, dinilai bisa mengikis independensi pegawai KPK. Namun kala itu, berbagai kritik dan aksi demo seolah tak digubris. Revisi UU KPK jalan terus hingga berujung pengesahan DPR dan mulai berlaku pada 17 Oktober 2019.
ADVERTISEMENT
Apa yang terjadi kali ini seperti bertolak belakang dengan janji penguatan KPK yang terus disuarakan Jokowi . Seperti dalam sebuah video wawancara Jokowi saat menjadi capres 2014 yang beredar belakangan ini.
Video tersebut merupakan potongan wawancara Jokowi dalam program NET TV bertajuk 'Satu Indonesia' yang diunggah di YouTube pada 30 Juni 2014 atau beberapa hari sebelum Pilpres 2014 pada 9 Juli.
Janji Jokowi mengenai penguatan KPK bisa didengar pada menit ke 18.15. Mengenakan kemeja kotak-kotak, Jokowi dengan tegas menyatakan penguatan KPK harus nyata.
Bahkan Jokowi siap menambah 1.000 penyidik bagi KPK ketika ditanya langkah konkret penguatan komisi antirasuah oleh host acara tersebut, Marissa Anita.
Berikut potongan wawancara Jokowi mengenai penguatan KPK:
ADVERTISEMENT
Marissa: Bagaimana rencana Anda terkait dengan KPK yang selama ini merasa jumlah penyidik saja terseok-seok?
Jokowi: Ya ini masalah komitmen, kita berkomitmen penguatan KPK itu harus real, penguatan KPK harus real.
Marissa: Seperti apa?
Jokowi: Tambah anggarannya, kalau perlu hitungan kami kalau ekonomi bisa tumbuh di atas 7 persen bisa 10 kali lipat.
Tambah, kemudian penyidiknya tambah, kekurangan berapa? seribu penyidik? tambah seribu penyidik. Memang harus tegas, kalau kita mau serius, ya, harus seperti itu. Jangan semua ragu dan basa basi, harus tegas.
Kini, hampir 7 tahun setelah wawancara itu, KPK justru semakin dirongrong. Jumlah penyidik KPK justru terancam berkurang lantaran penonaktifan.
Para pegawai yang dinonaktifkan pun tak tinggal diam. Novel bersuara melawan penonaktifan dengan membuat tagar #BeraniJujurPecat, yang diubah dari tagar KPK #BeraniJujurHebat
ADVERTISEMENT
"Potret Pemberantasan Korupsi negeri ini. #BeraniJujurPecat," tulis Novel dikutip kumparan dari akun twitternya, Kamis (13/5).
Sedangkan eks pimpinan KPK yang juga Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas, menyebut pelemahan KPK akibat lemahnya komitmen Presiden Jokowi pada pemberantasan korupsi.
"Dari bahasan-bahasan itu kesimpulan besar saya begini, bahwa penonaktifan 75 pegawai KPK melalui proses tes wawasan kebangsaan itu mempertegas pernyataan saya sebelumya, yaitu di tangan Presiden Jokowi sistem pemberantasan korupsi itu tumbang. (KPK) Tumbang karena ditumbangkan, itu kesimpulan besarnya," kata Busyro.
Busyro kembali mengingatkan Jokowi soal janji-janji saat kampanye Pilpres dahulu. Dalam dua kali pemilu, 2014 dan 2019, Jokowi menegaskan komitmennya memperkuat KPK.
"Janji janji itu berujung dengan Surpres Jokowi untuk DPR tentang revisi UU KPK. Kedua, rangkaian langkah-langkah pemilihan pimpinan KPK terpilih ini tidak bisa dilepaskan dari RUU itu," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU menyoroti pertanyaan yang muncul saat TWK pengawai KPK. Seperti kenapa belum menikah? Masihkah punya hasrat? Mau enggak jadi istri kedua saya? Kalau pacaran ngapain aja? Kenapa anaknya sekolah di Sekolah Islam (SDIT)? Kalau salat pakai qunut gak? Islamnya Islam apa? dan bagaimana kalau anaknya nikah beda agama?
"Pertanyaan-pertanyaan wawancara di atas sama sekali tidak terkait dengan wawasan kebangsaan, komitmen bernegara, dan kompetensinya dalam pemberantasan korupsi. Pertanyaan-pertanyaan ini ngawur, tidak profesional, dan mengarah kepada ranah personal (private affairs) yang bertentangan dengan Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945," ujar Ketua Lakpesdam PBNU, Rumadi Ahmad.
Atas dasar itu, Rumadi meminta Presiden Jokowi untuk membatalkan TWK tersebut. Sebab ia menilai pelaksanaan TWK cacat secara etika dan melanggar HAM.
ADVERTISEMENT
"Meminta kepada Presiden RI Joko Widodo untuk membatalkan TWK yang dilakukan terhadap 1.351 pegawai KPK, karena pelaksanaan TWK catat etik-moral dan melanggar hak asasi manusia yang dilindungi oleh UUD 1945," ucap Rumadi.
Rumadi menduga TWK tersebut sengaja menarget pegawai KPK tertentu. Ia mengibaratkan TWK pegawai KPK sebagai screening atau Litsus zaman Orde Baru atau mihnah pada masa khalifah Abbasiyah-khalifah al-Ma’mun (170 H/785 M-218 H/833 M), al-Mu’tasim (w. 227 H), dan al-Watsiq (w. 232 H), yakni ujian keyakinan yang ditujukan kepada para ulama, ahli hadis dan ahli hukum sehubungan dengan permasalahan kemakhlukan al-Qur’an.
"TWK akhirnya tampak digunakan untuk mengeluarkan dan menyingkirkan sejumlah pegawai KPK yang berseberangan dengan penguasa dan mengancam pihak-pihak yang terlibat dalam persekongkolan korupsi yang ditangani KPK. Jika ini terjadi, maka ini adalah ancaman yang sangat serius terhadap pelemahan dan pelumpuhan KPK yang justru dilakukan oleh pihak internal KPK dan Pemerintah sendiri," tegas Rumadi.
"Pelemahan dan pelumpuhan KPK hanya akan berdampak pada kerusakan dan penurunan kualitas hidup kita sebagai bangsa, karena korupsi adalah musuh terbesar kita hari ini. Korupsi hanya bisa dibasmi oleh lembaga KPK yang berisi orang-orang yang independen, kompeten dan berkomitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi, dan memiliki komitmen bernegara yang tidak diragukan lagi," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Ia berpendapat, para pegawai yang menjalani TWK sudah lama bekerja di KPK dan terbukti memiliki kompetensi dalam pemberantasan korupsi. Bahkan sebagian dari mereka sedang menangani kasus-kasus besar. Sehingga Rumadi menyebut TWK tidak bisa dijadikan alat untuk mengeluarkan pegawai KPK yang tak lolos.
****
Saksikan video menarik di bawah ini: