Mengingat Lagi Libur 1 Bulan Selama Puasa Ramadan: Era Kolonial Sampai Gus Dur

30 Desember 2024 17:45 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Agama Nasarudin Umar didampingi dengan Wakil Menteri Agama Romo Syafi'i menemui Mensesneg Prasetyo Hadi di Istana Negara, Jumat (27/12/2024).  Foto: Zamachsyari/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Agama Nasarudin Umar didampingi dengan Wakil Menteri Agama Romo Syafi'i menemui Mensesneg Prasetyo Hadi di Istana Negara, Jumat (27/12/2024). Foto: Zamachsyari/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah mengakui adanya wacana meliburkan sekolah selama sebulan full saat puasa Ramadan 2025. Berarti, ada kemungkinan masyarakat 'kembali' merasakan era Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
ADVERTISEMENT
“Heeh, sudah ada wacana,” kata Wamenag Muhammad Syafi’i (Romo Syafi'i) singkat saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/12).
Lantas, bagaimana suasana saat masyarakat di masa pemerintahan Gus Dur?
Pada tahun 1999, Gus Dur menelurkan kebijakan meliburkan sekolah di bulan Ramadan. Alasannya agar masyarakat lebih khusyuk beribadah.
Tak hanya itu, Gus Dur juga mengimbau anak sekolah fokus belajar agama. Menurutnya, mereka mesti rehat dan mengisi kegiatan rohani semaksimal mungkin.
Mereka juga meminta muridnya untuk melaporkan kegiatan ibadah selama Ramadan, misalnya tadarus hingga tarawih.
Sejumlah sekolah juga ada yang memanfaatkan libur itu dengan mengadakan pesantren kilat selama satu bulan penuh.
Di sisi lain, guru yang tidak ada agenda khusus memilih jeda atau mengikuti penataran. Hal ini guna memulihkan tenaga jasmani dan rohani sebelum memasuki periode belajar berikutnya.
Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur. Foto: Paula Bronstein/Getty Images
Sudah Diterapkan di Era Kolonial
ADVERTISEMENT
Gus Dur memang menjadi Presiden RI era modern yang sudah dikenal menerapkan konsep libur sekolah sebulan selama Ramadan. Namun ternyata kebijakan ini sudah diterapkan di era kolonial, tepatnya awal abad 20.
Kebijakan diterapkan dari jenjang tingkat dasar hingga menengah, yakni Hooger Burgerschool (HBS) hingga Algemeene Middelbare School (AMS).
Mengutip Historia, alasannya: Pemerintah Belanda ingin mereka yang bekerja di bidang pendidikan fokus ke bidang lain selama Ramadan. Di antaranya di bidang birokrasi, kesehatan, pertukangan, hingga pertanian.
Pemerintah tahu betul bahwa, Islam adalah satu-satunya hal yang dipegang orang tua pada masa itu. Tentu mereka juga hal yang sama dirasakan anak-anaknya.
Dihilangkan di Masa Orba
Anak-anak membaca Al Quran saat mengikuti Pesantren Kilat Ramadhan di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, Senin (27/3/2023). Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
Kebijakan tersebut berlanjut hingga kepemimpinan Presiden Sukarno.
ADVERTISEMENT
Namun Presiden Soeharto menghapus kebijakan libur sekolah penuh sebulan pada 1978. Saat itu diputuskan libur Ramadan hanya sepuluh hari saja.
Dengan rincian tiga hari pertama awal bulan Ramadan dan tujuh hari setelah perayaan Idul Fitri atau Lebaran.
Daoed Joesoef turut berperan dalam revitalisasi Candi Borobudur. Foto: Antara
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu Daoed Joesoef mempertegas bahwa di dalam bulan puasa maka sekolah tetap harus melakukan kegiatan pembelajaran seperti biasanya.
Kebijakan tersebut tentunya memunculkan banyak penolakan keras dari kalangan umat Islam di Indonesia pada 1980. Akibatnya, sebagian sekolah Islam tetap meliburkan muridnya selama satu bulan.