Mengkritik Demokrasi Lewat Sampah Pemilu 2024

30 Maret 2024 7:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pameran para seniman jalanan di Bali mengkritik demokrasi di Taman Baca Kesiman, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pameran para seniman jalanan di Bali mengkritik demokrasi di Taman Baca Kesiman, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
Lima seniman jalanan Bali mengkritik situasi demokrasi Indonesia melalui sampah-sampah baliho yang sempat memajang potret wajah para peserta Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
Wajah-wajah para capres-cawapres dan caleg itu ditimpal dengan lukisan yang mewakili keresahan mereka terhadap demokrasi dalam lima tahun belakangan, yang dinilai tidak baik-baik saja.
Mereka menyinggung oligarki, politik bansos, serangan fajar jelang pemilu 2024 atau politik uang, arogansi militer, pelanggaran HAM, dan lainnya pada 15 buah baliho ukuran sekitar 3×4 dan ukuran 1×1 meter. Baliho ini dipungut dari jalanan atau belum diangkut Satpol PP.
Adapun para seniman tersebut adalah Slinat alias Silly In Art, Mister(ious) X, Space Kingkong, Bob-Trinity, WD (Wild Drawing). Hasil lukisan ini dipamerankan bertema "Cover Up" di Taman Baca Kesiman, Jalan Sedap Malam, Kota Denpasar, Bali.
"Pesan yang ditampilkan sebuah baliho itu sudah kuat (sebagai ajang peserta pemilu mempromosikan diri menarik simpati masyarakat) namun melalui seni kita putar balikkan pesan itu (menjadi kritik terhadap peserta pemilu dari masyarakat)," kata WD soal alasan baliho sebagai media kritik di Taman Baca Kesiman, Jumat (29/3).
ADVERTISEMENT
"Kemarin kita lihat baliho tersebut di ruang publik sangat mengganggu, jujur saja kita semua pada komplain, ada yang ditaruh serampangan dan merampas ruang-ruang publik yang kita miliki. Dari sana kita respon ke pameran ini," sambungnya.
Bila diperhatikan baik-baik kritik lukisan ini sungguh luar biasa. Dia mampu menghipnotis pikiran penikmat untuk membayangkan sosok di balik lukisan yang begitu frontal.
Pameran para seniman jalanan di Bali mengkritik demokrasi di Taman Baca Kesiman, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Pameran para seniman jalanan di Bali mengkritik demokrasi di Taman Baca Kesiman, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Hal ini misalnya bisa dilihat dari sebuah karya Bob-Trinity. Pada lukisan badut bertubuh babi masih terlihat dengan samar-samar potret peserta pemilu di bekas baliho itu. Tak lupa dia menuliskan kata kritik berupa:
"Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran partai dan sejenisnya".
Sementara itu, seniman Space Kingkong memamerkan lukisan seorang superhero mirip Rambo mengangkat bedil. Pada bagian atas Rambo ditulis sebuah kalimat, " Siapapun majikannya mancong bedil Pak Rambo ayahnya ke kamu, you pikir".
ADVERTISEMENT
Menurutnya, lukisan ini menggambarkan arogansi aparat militer saat berhubungan dengan masyarakat sipil. Seperti diketahui, aparat sipil pernah melakukan kekerasan dalam aksi damai masyarakat.
"Rambo dibelakang itu mengkritik militer yang terlalu agresif kalau berhadapan sama orang kecil," katanya.
Sedangkan, WD menampilkan karya berupa caleg berkepala cuan pemilih dalam satu lukisan. Ini merupakan kritik terhadap persepsi Pemilu 2024. Menurutnya, masih ada yang menganggap pesta demokrasi itu sekadar berkaitan dengan berapa jumlah uang dalam serangan fajar yang diterima dan berapa jumlah suara yang diperoleh demi lolos di pemerintahan.
"Ini kayak ada hukum timbal balik yang menarik, ketika kita melihat caleg sebagai nilai nominal, berapa uang dia miliki, dia juga melihat kita hanya sekadar angka untuk meraup jumlah suara meraih suatu posisi. Itu logika hari ini," katanya.
ADVERTISEMENT
Pameran ini bakal digelar dari Jumat (29/3) sampai dengan Minggu (31/3) mendatang. Para seniman membuka peluang untuk melelang lukisan yang berukuran mini.
Pameran para seniman jalanan di Bali mengkritik demokrasi di Taman Baca Kesiman, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan