Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Menguak Asal Usul Pasutri Pemilik First Travel
19 Agustus 2017 16:12 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
Pemilik First Travel, Anniesa Hasibuan dan Andika Surrachman memang sudah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan penipuan ribuan calon jemaah umrah. Ribuan calon jemaah First Travel yang sudah mendaftar dan membayarkan uangnya batal berangkat.
ADVERTISEMENT
Tahukah kamu bagaimana perjalanan pasutri ini sebelum berfoya-foya menikmati duit calon jemaah dalam bisnis perjalanan haji dan umroh?
Sebelum akhirnya jadi pengusaha travel, Anniesa dan Andika mempunyai usaha kecil-kecilan yang mereka sebut usaha pinggiran. Andika bahkan pernah bekerja di salah satu minimarket.
"Sebelum kita memulai First Travel, kita punya usaha pinggiran. Kita jual pulsa, burger. Sampai pada tahun 2009 baru kita membentuk CV di bidang travel," kata Andika dalam sebuah wawancara yang ditayangkan di akun Youtube First Travel.
Ide nama First Travel pun muncul begitu saja. Alasannya cukup sederhana, yaitu karena mereka baru pertama kali merintis usaha travel, maka kata First -- yang dalam bahasa Inggris berarti pertama -- dipilih sebagai nama usaha travel mereka.
ADVERTISEMENT
"Nama First Travel itu pada awalnya karena kita pertama kali membuka usaha travel, dan kebetulan juga di bidang travel makanya kita kasih nama yang simple aja. First, yang pertama," ujarnya.
Usai membentuk CV, Anniesa dan Andika kemudian memulai pemasaran usaha travel mereka ke berbagai pameran, salah satunya di FX, Senayan. Kala itu mereka menawarkan berbagai macam travel, mulai dari domestik, internasional, sampai umrah.
"Semuanya kita jual. Mana yang laku aja. Terus juga (ikut pameran) di salah satu pusat grosir di Depok tahun 2010. Itulah pertama kali kita memasarkan. Di semua tempat kita pasarin," papar Andika.
Mereka mengaku hanya memiliki modal nekat. Mereka pun kemudian memulai pemasaran dari door to door dan dari intansi ke instansi.
"Mas Andika tunggu di basement, saya yang ke atas kasih proposal ke atasan dengan harapan saya dipanggil presentasi. Akhirnya mulai dari door to door itulah, ke beberapa instansi akhirnya kita diundang presentasi," ujar Anniesa.
ADVERTISEMENT
Anniesa dan Andika pun akhirnya mengontrak sebuah ruko di pinggir stasiun. Tidak bertahan lama, keduanya pindah mengontrak sebuah ruko di kawasan Cibubur. Karena letaknya yang jauh dari keramaian, mereka pun memutuskan untuk pindah lagi ke daerah Mekar Sari, sampai akhirnya memutuskan untuk membuka kantor di garasi rumah yang mereka sewa.
"Kita sewa rumah satu tahun. Sempet pindah juga ke Depok agak lama, 2 tahun," kata Andika.
Calon jemaah akhirnya terus berdatangan sampai pada akhirnya mereka menyewa sebuah gedung di Radar Auri, Depok yang akhirnya menjadi First Travel Building pertama.
"Ketika kita mau memperpanjang, yang punya ruko bilang gini 'Bu Anniesa, itu gedung saya dibeli aja'," kata Anniesa bernostalgia.
"Ya kita kaget. Dan dalam suasana kaget kita iyain. Padahal dalam hati kita juga mikir duitnya dari mana. Tapi itu belakangan. Akhirnya kita ajuinlah penawaran dari kita. Nyicil bayarnya. Sedikit-sedikit akhirnya ya selesai. Jadi milik kita semuanya," tutur Andika.
ADVERTISEMENT
Barulah di tahun 2011, status CV ditingkatkan ke status PT. Dan di tahun 2013, First Travel mendapatkan izin dari pemerintah.
Sebelum menipu jemaah, mereka juga mengaku sempat tertitup orang lain. Bahkan sempat putus asa dan, keduanya sempat berpikiran untuk bunuh diri dari lantai tertinggi sebuah mall di Jakarta.
"(Tapi kami berpikir) masa iya sih kita menyerah? Karena dalam hati kecil kita juga ada satu buat anak, adik saya, adik-adiknya Mas Andika sendiri menjadi penyemangat besar buat saya berdua. Dan akhirnya kita putuskan istigfar karena kita sudah sempat merasa putus asa. Akhirnya kita istigfar, terus kita coba cari jalan. Allah tunjukkan jalan dan itu semua selesai," ujar Anniesa.
"Ini terjadi setelah harta satu-satunya peninggalan orang tua disita. Kita usaha mau merintis enggak mau tahu harus gimana lagi. Uang hasil gadai abis, ya akhirnya tidak ada jalan lain. Rumah itu harus disita oleh bank. Dan beneran disita, dipasang spanduk disita. Listrik diputus 6 bulan enggak bayar. Harta habis, usaha juga tidak ada hasilnya. Itu salah satu yang buat kita putus asa. Akhirnya dengan berat hati harus kita relakan rumah satu-satunya tempat kita berteduh, berkumpul. Alhamdulilah masih ada sisa, itulah yang kita puter untuk usaha, sewa rumah, sewa kontrakan. Sepanjang beberapa tahun enggak ada hasil dan tetap sama. Itulah yang kita hadapi bersama," kata Andika
ADVERTISEMENT
"Ujian itu tidak terbatas. Kita berdua, semua (keluarga) merasakan. Mau enggak mau harus terjun di dunia usaha itu. Karena cuma itu satu-satunya jalan kita untuk bertahan. Dari kata bertahan itulah kita rencanakan. Arti usaha itu (kami) enggak tahu. Yang kita tahu gimana kita survive hari demi hari, waktu demi waktu. Itulah perjalanannya. Mungkin secuil atau salah satu dari sekian tahun kita rintis. Tapi itulah yang paling kita ingat," tutupnya.
Kini, Andika dan Anniesa Hasibuan harus meringkuk di balik jeruji besi. Keduanya diduga menggelapkan dana jemaah hingga Rp 500 miliar lebih. Sejumlah aset milik keduanya telah disita polisi. Bahkan, Andika dan Anniesa Hasibuan terancam dimiskinkan.
Ternyata usaha yang diklaim lewat kerja keras itu runtuh, karena dibangun lewat skema ponzi.
ADVERTISEMENT