Menguak Isi Surat MK ke DPR Sebelum Hakim Aswanto Tiba-tiba Dicopot

30 September 2022 16:15 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hakim Mahkamah Konstitusi, Aswanto saat sidang Perselisihan Hasil Pemilu Umum 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat(21/8) Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hakim Mahkamah Konstitusi, Aswanto saat sidang Perselisihan Hasil Pemilu Umum 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat(21/8) Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi III DPR tiba-tiba mengganti hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto dengan Guntur Hamzah dalam rapat internal Komisi III yang disahkan rapat paripurna Kamis (29/9), kemarin.
ADVERTISEMENT
Aswanto adalah hakim MK yang menjabat sejak 2014 atas usulan DPR. Komisi III menyebut, Aswanto diganti karena ada surat konfirmasi dari MK terkait status 3 hakim MK usulan DPR.
Sejak UU MK direvisi pada 2020, aturan masa jabatan hakim konstitusi selama 5 tahun dan bisa diperpanjang satu kali periode dihapus. Gantinya, Hakim Konstitusi bisa mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 tahun.
Dampaknya, sejumlah hakim mengalami perpanjangan masa jabatan, termasuk 3 yang berasal dari usulan DPR. Yakni Arief Hidayat, Aswanto, dan Wahidudin Adams.
Juru bicara MK, Fajar Laksono, menyebut MK mengirimkan surat kepada DPR tanggal 21 Juli 2020, perihal adanya gugatan ke MK terkait masa jabatan hakim MK yang kemudian diputus dalam Putusan MK Nomor 96/PUU-XVIII/2020.
ADVERTISEMENT
Dalam pertimbangan putusan, MK berpendapat perpanjang masa jabatan hakim itu harus dipahami semata-mata sebagai aturan peralihan yang menghubungkan agar aturan baru dapat berlaku selaras dengan aturan lama.
Namun, untuk menegaskan ketentuan peralihan tersebut tidak dibuat untuk memberikan keistimewaan terselubung kepada orang tertentu yang saat ini sedang menjabat hakim konstitusi, maka mahkamah berpendapat diperlukan tindakan hukum untuk menegaskan pemaknaan tersebut.
"Isi surat (ke DPR) menyampaikan lengkap amar putusan dimaksud, yang kemudian mengharuskan MK melakukan tindakan hukum berupa konfirmasi kepada lembaga yang mengusulkan dan mengajukan hakim konstitusi yang saat ini sedang menjabat," ucap Fajar kepada kumparan, Jumat (30/9).
Ki-Ka: Kabiro Mahkamah Konstitusi (MK), Rudiyo, Sekjen MK, M. Guntur Hamzah, dan Jubir MK, Fajar Laksono memberikan keterangan press terkait pernyataan Oesman Sapta Odang di acara talk show tv dalam tema polemik larangan caleg DPD dari parpol. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Kata Fajar, konfirmasi yang dimaksud mengandung arti bahwa hakim konstitusi melalui Mahkamah Konstitusi, menyampaikan pemberitahuan ihwal melanjutkan jabatannya yang tidak lagi mengenal adanya periodesasi kepada masing-masing lembaga pengusul (DPR, Presiden, dan MA).
ADVERTISEMENT
"Diinformasikan dalam surat bahwa hakim konstitusi yang berasal dari usulan lembaga DPR yang saat ini menjabat untuk dikonfirmasi adalah keseluruhan (3 orang) hakim konstitusi yang diajukan DPR," lanjutnya.
Hakim konstitusi yang berasal dari usulan DPR yang saat ini sedang menjabat untuk dikonfirmasi adalah:
1. Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S.
2. Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.Si., DFM.
3. Dr. Wahidudin Adams, S.H., M.H.
ADVERTISEMENT
Surat MK kepada pimpinan DPR tersebut kemudian diteruskan ke Komisi III DPR untuk menindaklanjuti surat tersebut pada 23 September 2023.
Yth Pimpinan Komisi III DPR RI
Dengan ini kami beritahukan bahwa Rapat Pimpinan DPR RI tanggal 19 September 2022 telah membicarakan surat Pimpinan Mahkamah Konstitusi nomor: 3010/KP.10/07/2022, tanggal 21 Juli 2022, perihal: Pemberitahuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 96/PUU-XVIII/2020.
Sehubungan dengan hal itu, Rapat Pimpinan DPR RI memutuskan untuk meneruskan surat pemberitahuan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut agar dapat ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku.
Berikut isi surat MK ke DPR yang berada pada bagian lampiran surat pimpinan DPR ke Komisi III:
ADVERTISEMENT

Jadi Dasar Komisi III untuk Ganti Aswanto

Surat MK ke DPR yang semula hanya ingin menegaskan masa jabatan hakim MK diperpanjang seusai UU MK baru, rupanya dimanfaatkan Komisi III untuk mencopot 1 dari 3 hakim menjabat. Alasannya subjektif.
Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto (Bambang Pacul) mengungkap alasan penggantian Aswanto karena kerap menganulir produk DPR, seperti UU. Meski Pacul tak mengungkap apa UU yang dimaksud.
"Ada surat dari MK, untuk mengkonfirmasi hakim-hakim yang diajukan oleh DPR. Begitu juga MA, lembaga yudikatif juga eksekutif. Nah, DPR anggap konfirmasi ini kita jawab aja dengan kita mau ganti orang," kata Pacul di Gedung DPR RI, Jumat (30/9).
"Tentu mengecewakan dong [kalau diganti]. Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia, dia wakilnya dari DPR. Kalau kamu usulkan seseorang untuk jadi direksi di perusahaanmu, kamu owner, itu mewakili owner kemudian kebijakanmu enggak sesuai direksi, owner ya gimana? Kan kita dibikin susah," jelas dia.
ADVERTISEMENT

Pergantian Tak Punya Dasar

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan pergantian Aswanto sama dengan pemecatan. Namun, kata dia, pemecatan itu tidak sah karena menurut UU MK terbaru, Aswanto masih menjabat sebagai hakim hingga 2029.
"Dengan tindakan dari DPR kemarin, hasil kerja dari Komisi III yang disahkan di paripurna itu sama dengan perwakilan rakyat Indonesia memecat hakim konstitusi bernama Prof Aswanto tanpa dasar dan melanggar prosedur hukum. Maka itu tidak sah," jelas dia.
Jimly pun menganjurkan Presiden Jokowi untuk tidak menindaklanjuti putusan DPR. Sebab, akan rawan digugat ke PTUN.
"Presiden saya anjurkan tidak menanggapi dan tidak mengeluarkan Keppres untuk pemberhentian hakim Aswanto dan apalagi mengangkat hakim penggantinya. Itu tidak sah. Itu bisa digugat di Pengadilan TUN," kata dia.
ADVERTISEMENT