Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Aksi Siti Elina yang membawa senjata api dan mencoba menerobos Istana Merdeka pada Selasa (25/10) menuai sorotan.
ADVERTISEMENT
Banyak masyarakat bertanya apa motif perempuan berusia 24 tahun asal Koja, Jakarta Utara, itu nekat melakukan aksi tersebut.
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri memberikan pandangannya terhadap kasus ini. Reza mengatakan, jika dilihat sepintas, aksi yang dilakukan Siti masuk kategori misi pembunuhan.
"Dulu Mabes Polri, sekarang Istana yang akan dibobol. Sepintas, ini misi pembunuhan. Targetnya adalah menembak aparat," kata Reza kepada wartawan.
Meski begitu, Reza mengatakan, bisa jadi ada motif lain mengapa Siti Elina berani melakukan aksi nekat itu.
"Tapi boleh jadi tujuan puncaknya adalah dia justru ingin ditembak. Jadi misi bunuh diri. Dan dia pinjam tangan polisi. Istilahnya, suicide by cop (SbC)," ucap dia.
Reza menjabarkan, masih perlu ditelisik lebih jauh apa motif sesungguhnya Siti Elina berani melakukan aksi tersebut.
ADVERTISEMENT
"Apakah polisi adalah target sesungguhnya atau sebatas target pengganti? Jika kesumatnya tertuju eksklusif pada polisi, apalagi tanpa alasan spesifik, maka di sejumlah kawasan ini dikategorikan sebagai kejahatan serius yakni hate crime," jelas Reza.
"Namun sebaliknya, kalau misi sesungguhnya adalah bunuh diri, maka pelaku justru perlu disikapi dengan penuh empati sebagai orang yang sejatinya membutuhkan bantuan," tutur dia.
Lebih lanjut, Reza menerangkan berdasarkan hasil studi, lebih dari setengah para pelaku SbC adalah pengidap mental illness. Oleh sebab itu, petugas harus memiliki kewaspadaan sekaligus ketenangan tingkat tinggi.
"Pertanyaannya, andai benar bahwa ini adalah SbC dan pelaku adalah orang yang sedang bermasalah berat, apakah ia sepatutnya direhabilitasi atau tetap dihukum saja?" tutup Reza.
ADVERTISEMENT