Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Terkait 4 orang yang disebutkan tadi, pada pukul 15.50 WIB telah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Wadirtipiekses Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7) sore.
Keempat tersangka dijerat beberapa pasal, di antaranya pasal tindak pidana penggelapan, ITE, tindak pidana yayasan, dan pencucian uang.
"Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 45a Ayat 1 juncto Pasal 28 Ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE. Lalu Pasal 70 Ayat 1 dan 2 jo Pasal 5 UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan," kata Karo Penmas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan di kesempatan yang sama.
ADVERTISEMENT
"Lalu Pasal 3, 4, 6, UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pencucian Uang, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP," tambah Ramadhan.
Peran Para Tersangka ACT
Karo Penmas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menjelaskan peran dari masing-masing tersangka. Mulai dari Ahyudin, Ramadhan mengatakan dia memotong 30% dana bantuan yang diterima ACT untuk operasional. Dana tersebut digunakan untuk gaji dan sebagainya yang tidak sesuai dengan undang-undang.
"Mendirikan Yayasan ACT untuk menghimpun dana melalui bentuk donasi. Dan bersama dengan pengurus yayasan, pembina, dan pengurus duduk di dalam direksi dan komisaris agar dapat memperoleh gaji dan lainnya," kata Ramadhan.
"Tahun 2015, perihal pemotongan donasi sampai 30 persen. Tahun 2020 membuat opini Dewan Syariah tentang pemotongan dana operasional sebesar 30 persen dari dana donasi. Kemudian menggerakkan Yayasan ACT untuk mengikuti organisasi dana bantuan BCIF, terhadap ahli waris korban JT-610. Kemudian ex reusnya memperoleh gaji dan fasilitas lainnya bersama pembina, pengurus yayasan, komisaris dan direksi yang terafiliasi dengan yayasan ACT," jelas Ramadhan.
ADVERTISEMENT
Menurut Ramadhan seharusnya dana yang dikumpulkan ACT digunakan untuk tujuan berdirinya ACT. Namun Ahyudin menggunakannya untuk kepentingan pribadi.
"Hasil usaha dari badan hukum yang dilakukan yayasan seharusnya dilakukan untuk tujuan berdirinya yayasan, tapi A menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Kemudian menggunakan donasi yang terkumpul termasuk dari Boeing tidak sesuai dengan peruntukannya," jelas Ramadhan.
Kemudian tersangka Ibnu Khajar, Ramadhan menyebut perannya ialah ikut membuat opini pemotongan dana 30%. Selain itu juga ikut membuat perjanjian kerja sama dengan Boeing terkait dana kompensasi untuk korban JT-610.
"Sedangkan IK, Ketua Pengurus ACT 2019-sekarang. Mensreanya 2020 bersama membuat opini Dewan Syariah Yayasan ACT tentang pemotongan dana operasional 30 persen dari dana umat. Bersama membuat SKB pembina dan pengawas perihal pemotongan donasi tahun 2015 sebesar 30 persen, dan membuat perjanjian kerja sama dengan vendor bersama CSR Boeing," kata Ramadhan.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya tersangka Hariyana Hermain. Ia berperan sebagai penanggung jawab penggunaan dana di ACT.
"HH perannya Ketua Pengawas ACT tahun 2019-2022. Sampai waktu itu ia anggota pembina ACT dan anggota presidium pada periode IK sebagai ketua pengurus. Mens rea, selain sebagai pembina, senior vice presiden ACT, juga HRD dan semua urusan keuangan ada di tangan yang bersangkutan," kata Ramadhan.
"Pada saat A sebagai ketua pembina memotong dana sebesar 30% untuk membayar gaji, padahal sesuai aturan tidak boleh menerima gaji. Pada periode IK selaku ketua pengurus, H menjadi anggota yang menentukan pemakaian dana yayasan tersebut," jelas Ramadhan.
Terakhir tersangka Novariadu Imam Akbari. Dia juga turut andil dalam pemotongan dana 30% untuk gaji.
ADVERTISEMENT
"MIA, jadi pembina. Mens rea, menyusun program dan jadi dewan komite yang turut andil dalam Yayasan ACT. Saat A sebagai pembina, IK sebagai anggota, juga ikut melakukan pemotongan dana 30%. Ia juga menentukan pemakaian dana tersebut," pungkas Ramadhan.
Ahyudin-Ibnu Khajar Potong 30% Dana Donasi ACT Untuk Operasional
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, Ahyudin berperan memotong dana donasi sebesar 30% untuk operasional.
"Tahun 2015, perihal pemotongan donasi sampai 30 persen. Tahun 2020 membuat opini dewan syariah tentang pemotongan dana operasional sebesar 30 persen dari dana donasi," ujar Ramadhan dalam jumpa pers, Senin (25/7).
Sementara, lanjut Ramadhan, Ibnu Khajar juga turut serta mengadakan pemotongan dana sebesar 30%.
ADVERTISEMENT
"Mens reanya, 2020 bersama membuat opini dewan syariah yayasan ACT tentang pemotongan dana operasional 30 persen dari dana umat. Bersama membuat SKB pembina dan pengawas perihal pemotongan donasi tahun 2015 sebesar 30 persen," jelasnya.
Pakai Uang CSR Boeing untuk Koperasi Syariah 212 Rp 10 M
ACT menerima dana CSR dari Boeing untuk membantu keluarga korban kecelakaan Lion Air JT-610. Wadirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol Helfi Assegaf mengatakan, total dana yang diterima ACT dari Boeing berjumlah Rp 138 miliar. Tapi, tidak semua dipakai sesuai dengan perjanjian.
"Total dana yang diterima ACT dari Boeing Rp 138 miliar digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT Rp 103 miliar dan sisanya Rp 34 milliar digunakan tidak sesuai peruntukannya," jelas Helfi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Senin (25/7).
ADVERTISEMENT
Helfi mengatakan, dana Rp 34 miliar itu digunakan untuk berbagai keperluan lain di luar yang telah ditentukan dalam program. Salah satunya untuk mendanai koperasi syariah 212.
"Untuk koperasi Syariah 212 Rp 10 miliar," ungkap Helfi.
Namun, dia tidak menjelaskan lebih detail apakah koperasi ini ada kaitannya dengan gerakan 212 yang selama ini berlangsung. Atau hanya memiliki nama yang mirip.
Gaji Ratusan Juta Para Tersangka
Polisi mengungkap gaji yang diterima keempat tersangka dari hasil memotong 30% dana ACT. Nilainya mencapai ratusan juta rupiah tiap bulan.
"Gajinya sekitar Rp 50-450 juta perbulannya. A (Ahyudin) Rp 450 juta, IK (Ibnu Khajar) Rp 150 juta, HH (Heryana Hermain) dan NIA (Novardi Imam Akbari) Rp 50 juta sampai Rp 100 juta," beber Wadirtipideksus Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri, Senin (25/7).
ADVERTISEMENT