Mengungkap Hasil Investigasi Jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182

4 November 2022 8:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Awak pesawat Sriwijaya Air beserta keluarga korban saat prosesi tabur bunga dari geladak kapal TNI AL KRI Semarang, di laut lepas, Kepulauan Seribu, Jakarta, Jumat (22/1). Foto: Dewa Wiguna/ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Awak pesawat Sriwijaya Air beserta keluarga korban saat prosesi tabur bunga dari geladak kapal TNI AL KRI Semarang, di laut lepas, Kepulauan Seribu, Jakarta, Jumat (22/1). Foto: Dewa Wiguna/ANTARA
ADVERTISEMENT
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akhirnya mengungkap hasil investigasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 pada Januari 2021 lalu.
ADVERTISEMENT
Hasil investigasi yang juga dibantu komite keselamatan lain dari 3 negara itu diungkap dalam rapat bersama Komisi V DPR RI yang membidangi perhubungan.
Kasubkom KNKT Moda Penerbangan, Nurcahyo Utomo, menjelaskan ada dua masalah utama yang menjadi penyebab-penyebab jatuhnya SJ-182. Yakni persoalan mekanikal pada thrust lever (tuas dorong) kanan pesawat dan kepercayaan pilot pada sistem otomatisasi penerbangan.
"Tahapan perbaikan sistem auto-throttle (tuas pengatur mesin pesawat) belum capai mekanikal. Thrust lever kanan tidak mundur seusai permintaan auto-pilot karena hambatan pada sistem mekanikal dan thrust lever kiri mengkompensasi dengan terus bergerak mundur sehingga terjadi asimetri," kata Nurcahyo dalam rapat di Gedung DPR Senayan, Kamis (3/11).
"Setelah asimetri seharusnya Cruise Thrust Split Monitor (CTSM) bisa nonaktifkan auto-throttle, tapi terjadi keterlambatan sehingga asimetri berlebih dan pesawat jadi belok ke kiri. Lalu complacency, rasa percaya ke sistem otomatisasi, dan confirmation bias yang berakibat kurangnya monitoring, sehingga tidak disadari asimetri dan penyimpangan arah penerbangan," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
27 Ahli Waris Korban Sriwijaya Air SJ-182 Belum Terima Ganti Rugi
Rapat penetapan pimpinan Komisi V DPR RI dari Fraksi PPP semula Syaifullah Tamliha digantikan oleh Muhammad Iqbal. Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Nur Isnin memastikan pihaknya telah memberi ganti rugi terhadap kepada 35 ahli waris dari total 62 korban senilai Rp 1,5 miliar termasuk uang kerohiman dari Sriwijaya Air dan santunan Jasa Raharja.
Ganti rugi itu sesuai Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
"Penyelesaian ganti rugi yang diterima ahli waris sebesar Rp 1,25 miliar ditambah dengan Rp 250 juta uang kerohiman dari Sriwijaya. Sehingga total yang diterima Rp 1,5 miliar di luar santunan Jasa Raharja sebesar Rp 50 juta," kata Isnin dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi V DPR, Kamis (3/11).
ADVERTISEMENT
3 Rekomendasi KNKT ke Sriwijaya Air: Konsultasikan NTO-Tingkatkan Laporan Bahaya
Petugas KNKT membawa kotak pengaman yang berisi CVR penerbangan Sriwijaya Air SJ 182, di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Indonesia, Rabu (31/3). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Dalam laporannya, KNKT menyatakan jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 karena persoalan mekanikal dan kepercayaan pilot pada otomatisasi penerbangan. Kedua hal itu menjadi penyebab utama jatuhnya pesawat rute Jakarta-Pontianak tersebut.
Sebagai tindak lanjut ke depannya, KNKT menyampaikan 3 rekomendasi terhadap Sriwijaya Air untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. Pertama yakni meningkatkan konsultasi dengan Dirjen Perhubungan Udara terkait NTO (no technical objection) dari pabrikan pesawat sebelum mengubah prosedur terbang di luar buku panduan.
"Konsultasi dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebelum melakukan perubahan prosedur terbang, dan meminta NTO (no technical objection) dari pabrikan pesawat udara sebelum melakukan perubahan prosedur yang sudah ada di buku panduan yang disiapkan oleh pabrikan pesawat," kata Kasubkom KNKT Moda Penerbangan, Nurcahyo Utomo dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi V DPR, Kamis (3/11).
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, salah satu penyebab jatuhnya pesawat adalah terjadinya asimetri. Ini karena tahapan perbaikan sistem auto-throttle belum mencapai bagian mekanikal. Thrust liver kanan tidak mundur seusai permintaan auto-pilot karena hambatan pada sistem mekanikal, dan thrust lever kiri terus bergerak mundur.
Nurcahyo mengungkap, 10 bulan sebelum kecelakaan terjadi kejadian asimetri serupa pernah terjadi sebelum SJ-182 dipakai Sriwijaya Air. Tetapi tak diketahui karena Sriwijaya Air belum mengunduh Flight Data Analysis Program (FDAP) Boeing 737-500 PK-CLC.
Untuk itu, dia mengimbau Sriwijaya Air untuk meningkatkan jumlah pengunduhan data dalam Flight Data Analysis Program (FDAP) demi meningkatkan pemantauan operasi penerbangan. Ia juga meminta Sriwijaya Air menekankan pelaporan bahaya (hazard) kepada seluruh pegawai.
"Dari data, rata-rata pengunduhan data FDAP Sriwijaya Air 53%. Ini berdampak ada yang terlepas pemantauan salah satunya pesawat Boeing 737-500 PK-CLC ini, pada 15 Maret 2020, 10 bulan sebelum kecelakaan pernah asimetris. Tapi ini tidak diketahui Sriwijaya Air karena program FDAPnya ini belum diunduh," jelas dia.
ADVERTISEMENT
KNKT: Suara Kapten Pilot Tak Terekam di CVR Sriwijaya Air SJ- 182
Petugas KNKT memindahkan Cockpit Voice Recoder (CVR) Sriwijaya Air SJ 182 setibanya di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Rabu (31/3). Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
Kasubkom Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Moda Penerbangan, Nurcahyo Utomo, mengungkap suara pilot tidak terekam alat cockpit voice recorder (CVR) dalam kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 pada Januari 2021 lalu.
Karena tidak terekam, KNKT kekurangan informasi pembicaraan di kokpit ketika pesawat mengalami masalah sebelum akhirnya jatuh.
"Kami kebetulan dari Cockpit Voice Recorder (CVR) yang ditemukan, kami mendapatkan bahwa suara kaptennya tidak terekam," kata Nurcahyo dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi V DPR, Kamis (3/11).
Nurcahyo menerangkan KNKT tidak bisa menemukan alasan kenapa suara kapten pilot yang tidak terekam dalam CVR.
Tetapi, ia menyebut ada dugaan kapten pilot tidak menggunakan headset dan suaranya terhalang kebisingan.
ADVERTISEMENT